Dengan petunjuk gaib Mbah Putih, Sri Sapawi bisa membuat ramuan mujarab untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit.
WARTAJOGLO, Solo - Aroma rempah-rempah yang khas langsung tercium saat masuk ke sebuah toko jamu yang ada di kawasan Gading, Surakarta, Jawa Tengah. Tumpukan batang kayu tanaman obat serta beragam jenis rempah, tampak menghias di depan toko yang sudah berdiri sejak tahun 1980 an itu. Dan hal ini menjadi pemandangan menarik, yang menjadi salah satu cirri khas toko jamu ‘Ojo Lali’, yang berbeda dengan toko jamu lainnya.
Wilayah Surakarta sendiri memang cukup identik dengan industry jamu. Bahkan toko jamu di wilayah ini, terutama di Kabupaten Sukoharjo bisa dibilang sangat banyak. Namun demikian, konsep yang ditampilkan toko-toko jamu itu berbeda dengan toko jamu milik Sri Sapawi.
Tak hanya menampilkan seluruh ragam macam rempah sebagai bagian dari dekorasi toko, di sini para pembeli akan bisa melihat secara langsung proses peracikan serta bahan-bahan yang digunakan dalam peracikannya. Sehingga para pembeli tahu bahan-bahan apa yang dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakitnya.
Namun ada yang menarik di balik kesuksesan Sri dalam berjualan jamu. Wanita 60 tahunan ini tidak pernah belajar secara khusus terkait ilmu pengobatan, terutama yang terkait upaya meracik jamu. Dan semua kemampuan yang dimilikinya, diakuinya justru bersifat irrasional. Karena tiap kali akan meracik jamu, dia pasti meminta petunjuk pada sosok Mbah Putih, yang selama ini disebut-sebut senantiasa mendampinginya.
Beragam jenis tanaman obat yang menjadi bahan jamu |
Ya, Mbah Putih inilah yang setiap saat memberi petunjuk terkait formula atau resep yang harus dibuat, saat ada orang yang akan membeli jamu. Dan sejauh ini formula gaib itu benar-benar efektif dan ampuh. Karena bisa menyembuhkan semua keluhan yang dialami oleh para pembeli jamu di toko jamu ini.
Lalu siapa sosok Mbah Putih yang selama ini selalu mendampingi Sri dalam menyiapkan resep-resep jamunya. Dia adalah sosok Semar yang menurutnya selama ini menjadi penghubung antara dirinya dengan sosok Dewi Kwan Im, yang dalam keyakinan masyarakat Tionghoa disebut sebagai Dewi Welas Asih. Dan atas welas asihnya lah, maka segala penyakit yang diderita manusia di dunia bisa disembuhkan.
Pengalaman Pahit
Kebersamaan Mbah Putih dengan Srii tak lepas dari pengalaman hidup wanita ini yang penuh dnegan penderitaan. Hidup sebagai anak yang tidak dikehendaki, akhirnya Dewi kerap mendapatkan perlakuan tidak adil dari orang tuanya. Sampai akhirnya dia terlantar dan kemudian mengalami sebuah pengalaman spiritual yang sangat mempengaruhi kehidupannya.
“Saat itu usia saya baru sekitar enam tahun. Suatu hari saya pergi untuk mencari kayu bakar, untuk dijual. Karena kalau tidak, saya tidak bisa makan. Nah, saat sibuk menyusuri hutan di pinggiran Bengawan Solo itulah, tiba-tiba di depan saya muncul sosok pria tua bertubuh gendut mirip Semar, yang menyebut dirinya dengan nama Mbah Putih. Dan kemudian saya diajak seperti meniti tangga tinggi sekali. Sampai di puncaknya terlihat seorang wanita yang sangat cantik berpakaian serba putih. Mbah Putih menyebutnya sebagai Dewi Pengasih,” kenang Sri kepada WARTAJOGLO.
Dalam meracik jamu, sesekali Sri Sapawi mengandalkan petunjuk gaib |
Dari bimbingan Dewi Pengasih atau Dewi Kwan Im inilah berbagai hal yang tidak diketahui oleh orang lain, bisa diketahui oleh Sri Sapawi. Termasuk formula atau resep jamu untuk menyembuhkan berbagai penyakit. yang kemudian membuat toko jamunya banyak didatangi oleh mereka yang membutuhkan.
Sri sendiri memilih bergelut dengan dunia jamu juga tak lepas dari pengalaman masa kecilnya yang begitu pahit. Karena kerap ditelantarkan oleh orang tuanya, maka Sri lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah. Hampir setiap hari dia menghabiskan waktunya di hutan pinggiran Bengawan Solo. Karena itulah dia kerap menemukan berbagai binatang yang kebetulan terluka karena bertarung atau lolos dari perburuan predator.
“Waktu masih kecil dulu, saya seringkali menolong binatang-binatang yang terluka. Kadang saya mengobati kaki katak yang patah, atau mungkin sayap burung yang terluka. Dan hal itu hampir selalu saya temui saat di hutan,” ungkapnya.
Pengalaman masa kecil inilah yang kemudian membentuk jiwa Sri menjadi seorang penolong. Hingga dengan bimbingan Dewi Pengasih, dirinya mantap untuk memutuskan berjualan jamu. Sebab dengan berjualan jamu inilah, maka Sri akan benar-benar bisa mewujudkan misinya menjadi penolong bagi sesama.
Cukup dengan membawa potongan kuku atau rambut dari orang yang sedang sakit, Sri bisa memprediksi jenis penyakit orang tersebut serta ramuan jamu apa yang bisa menyembuhkannya. Bahkan dari potongan rambut dan kuku itu, Sri mengaku bisa memprediksi sisa umur orang tersebut. Yang biasanya kalau memang sudah mendekati ajal, maka dia tidak akan memberikan jamu, melainkan ramuan bobok untuk dibalurkan di tubuh orang yang sakit.
Dalam beberapa kasus, memang kerap ditemui orang yang mengalami kesulitan saat akan meninggal. Hal ini bisa terjadi karena adanya kekuatan tertentu yang menyelimuti tubuhnya. Yang mana bisa diakibatkan karena adanya susuk, rajah atau hal lain yang pernah dipasang dalam tubuhnya. Karena itulah, ramuan balur yang diberikan kepada mereka yang sedang sekarat, diyakini bisa menetralisir energy negative dari kekuatan-kekuatan tersebut. Sehingga dia bisa dengan mudah menghadapi kematian.
Kuku dan rambut menurut Sri bisa memancarkan energy yang menjadi perwakilan pancaran energy kehidupan seseorang. Dari pancaran energy inilah, maka Sri bisa melihat gangguan kesehatan apa yang tengah dialami oleh seseorang. Dan hal itu tentu tak lepas dari petunjuk Mbah Putih yang senantiasa mendampinginya.
“Kalau orang yang sudah mau mati tapi kesulitan mati, maka energy dalam dirinya sudah tidak ada. Karena itulah, untuk orang-orang seperti ini yang terpenting adalah membantu supaya dia bisa cepat mati. Caranya dengan membersihkan energy negative yang menahan roh di dalam tubuhnya,” jelas wanita yang kerap menggelar acara budaya ini.
Karena itu pula, untuk hal yang seperti ini, biasanya Sri tidak akan pernah meminta bayaran dari ramuan yang diberikan. Bagi Sri kesulitan saat menghadapi sakaratul maut adalah penderitaan yang sangat besar dalam kehidupan siapapun. Karena itu, hal tersebut harus segera diatasi, agar arwah orang yang meninggal nanti bisa tenang di alam kubur.
Tak hanya untuk orang yang menghadapi sakaratul maut, Sri juga kerap tidak membebankan biaya pada ramuan jamu yang diberikannya, saat melihat pembelinya dari kalangan orang tidak mampu. Sebab bagi Sri, niat awalnya berjualan jamu adalah untuk membantu sesama. Karena itulah, saat ada orang yang benar-benar membutuhkan, tentu dia akan suka rela dan total dalam membantunya.
“Orang jualan jamu itu niatnya untuk tetulung (saling menolong). Jadi jangan terlalu terpaku pada masalah ekonomi. Kalau misal saat ini ada orang yang membutuhkan dan kebetulan tidak punya uang, ya jangan ditolak. Karena suatu saat pasti ada rejeki dari tempat lain. Yang penting kita harus ikhlas menjalaninya,” terang ibu enam orang anak ini.
Dengan cara berdagang seperti yang dilakukannya, Sri mengaku tidak pernah merasa rugi. Bahkan meskipun beberapa kali dia ditipu oleh para pemasok rempah-rempah, dia tetap bisa menjalankan usaha jamunya dengan lancar.
Kondisi hidup yang sulit di masa anak-anak, memang membuat Sri tidak pernah mengenyam bangku sekolah. Sehingga sampai usianya yang mulai senja, dia tidak bisa baca tulis. Dan hal inilah yang kerap dimanfaatkan oleh para pedagang nakal, untuk mereguk untung besar dengan menipunya.
Tapi hal itu tidak pernah ditanggapi dengan serius oleh Sri. Karena baginya suatu saat pasti ada balasan yang lebih baginya dan orang yang menipunya.
“Dari kecil saya memang tidak bisa baca ulis. Karena itu saya memang tidak pernah belajar tentang jamu. Selama ini yang membantu saya ya cuma Mbah Putih. termasuk soal ramuan-ramuan yang harus saya buat saat ada orang yang datang untuk membeli jamu,” pungkasnya sembari mengemas ramuan wedang uwuh. //rad