WARTAJOGLO, Solo - Sebuah peristiwa yang cukup bersejarah terjadi pada awal bulan Maret 2020 ini. Sebab tepatnya pada 3 Maret lalu, Nationaal Museum van Wereldculturen (NMvW) Belanda, menyerahkan sebuah benda yang memiliki nilai sejarah tinggi ke Bangsa Indonesia. Melalui Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda I Gusti Agung Wesaka Puja, di Den Haag, pihak Kerajaan Belanda menyerahkan keris milik Pangeran Diponegoro, yang dirampas saat penangkapan pahlawan nasional itu pada 28 Maret 1830.
Benda ini tentu memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi, karena terkait dengan sosok pemiliknya. Sebab bagi bangsa Indonesia, Pangeran Diponegoro bukan hanya sebatas pahlawan nasional. Kiprahnya sebagai pengobar Perang Jawa antara sepanjang 1825 – 1830 telah benar-benar memberi pengaruh besar pada perkembangan pergerakan penentangan terhadap penjaajh Belanda, saat itu.
Di pihak Belanda sendiri, sosok Pangeran Diponegoro juga dipandang secara khusus. Sebab akibat perang yang dipimpinnya, Kerajaan Belanda harus mengalami kerugian materi hingga 20 juta Gulden. Sebuah angka yang sangat besar di masa itu.
Tak hanya materi, setidaknya 15 ribu tentara Belanda, baik yang berasal dari Eropa maupun yang direkrut dari wilayah nusantara terbunuh dalam peperangan itu. Meski jumlah ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan korban dari penduduk pribumi yang mencapai 200 ribu jiwa. Namun setidaknya akibat perang ini Belanda sempat mengalami kesulitan secara ekonomi.
Peristiwa penangkapan Diponegoro |
Karena itulah, berbagai upaya lantas dilakukan untuk meredam perang ini. Sampai akhirnya di penghujung peristiwa besar itu, pihak Belanda berhasil menangkap Pangeran Diponegoro di Magelang, melalui sebuah tipu muslihat. Yang lantas menahannya di Batavia, sebelum akhirnya membuang sang tokoh ke wilayah Manado selama 3 tahun, dan kemudian dipindah ke Makasar hingga akhir hayatnya.
“Di tempat pembuangannya, Diponegoro tidak diberi tempat yang nyaman. Sebab penahanan ini adalah bagian dari upaya Belanda untuk menekan dia agar mau bekerjasama dengan Belanda. Tapi Diponegoro memilih untuk mempertahankan idealism dan kehormatan bangsanya. Hingga dia rela harus dipenjara di tempat yang pengap dan sempit di Benteng Roterdam, hingga lebih 22 tahun,” jelas BRM Kusumo Putro, SH, MH, salah seorang trah Diponegoro yang berada di Kota Solo.
Yang menarik, dalam penangkapan itu berbagai benda berharga milik Diponegoro juga dirampas. Salah satunya keris Kyai Naga Siluman, yang menjadi salah satu pusaka andalan sang tokoh. Dalam surat korespondensi antara De Secretaris van Staat dengan Directeur General van Het Department voor Waterstaat, Nationale Nijverheid en Colonies antara tanggal 11-15 Januari 1831, disebutkan bahwa keris itu dibawa utusan panglima militer Hindia Belanda, Letnan Gubernur Jenderal Hendrik Merkus Baron van De Kock, yaitu Kolonel Jan-Baptist Cleerens.
Keris milik Pangeran Diponegoro yang dikembalikan oleh Belanda |
Pusaka tersebut dibawa dengan menumpang kapal laut “Ons Genoegen” dari Batavia (Jakarta) ke Belanda pada 14 September 1830, dan tiba di Roadstead Texel, Amsterdam pada 29 Desember 1830. Lalu Cleerens menyerahkan keris itu ke Raja Belanda Willem I dan disimpan di Koninklijk Kabinet van Zeldzaamheden (KKVZ) atau Kabinet Kerajaan untuk Barang Antik.
Polemik
Sempat dipamerkan ke Amerika pada 1876, data terkait keris itu sempat hilang setelah KKVZ dibubarkan pada 1883. Sebab saat seluruh benda koleksi KKVZ dialihkan ke Museum Volkenkunde, banyak dokumen dari benda-benda itu yang hilang, termasuk keris Pangeran Diponegoro.
Karena itulah sempat muncul kesulitan dari para ahli saat mereka menemukan beberapa keris yang diduga milik Pangeran DIponegoro. Sampai akhrnya melalui proses penelitian mendalam selama beberapa waktu, yang didasarkan pada beberapa catatan sejarah, akhirnya diputuskan bahwa salah satu di antaranya adalah Keris Naga Siluman.
Meski sudah dipastikan keasliannya, namun hal itu tidak serta merta membuat sebagian pihak percaya begitu saja. Sebab selain terkait nilai pusaka yang begitu tinggi dan sangat diburu pasar, tentunya masih banyak pihak yang tidak bisa begitu saja percaya dengan bangsa Belanda. Terlebih setelah Ketua Sekretariat Nasional Keris Indonesia, Fadly Zon mengatakan dalam akun Twitter nya bahwa itu bukan keris Naga Siluman yang sebenarnya.
BRM. Kusumo Putro |
Karena itulah sebagai bagian dari trah Diponegoro, Kusumo menegaskan perlunya dilakukan verifikasi ulang. Sebab untuk bisa memastikan keaslian sebilah keris snagatlah mudah, bila yang melakukan para ahlinya. Jadi jangan sampai bangsa ini dibodohi.
“Kita memang harus menghargai sikap pemerintah Kerajaan Belanda yang mau mengembalikan pusaka milik Pangeran Diponegoro. Namun kita juga tidak boleh melupakan sifat licik Belanda yang pernah menjajah kita ratusan tahun. makanya kita tetap perlu menguji ulang keris itu dengan melibatkan para ahli, untuk bisa memastikan keasliannya. Sebab kalau dilihat dari wujudnya, sepertinya itu bukan keris Naga Siluman,” sambung Kusumo yang juga ketua Forum Budaya Mataram, saat ditemui Wartajoglo.com di kawasan Ronggowarsito, Kota Solo pada Rabu (11/3) siang.
Kusumo juga menjelaskan tentang keistimewaan dari keris Naga Siluman yang memang tidak dimiliki oleh sembarang orang. Sebab keris ini bersifat ageman para bangsawan, dan tidak dipakai untuk berperang.
Hal ini sejalan dengan penjelasan Empu Basuki Teguh Yuwono, Dosen Prodi Keris dan Senjata Tradisional, Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, dalam buku ‘Keris Naga’ yang ditulisnya. Yang mana dalam pandangan masyarakat Jawa, naga adalah sosok binatang mitologis yang memiliki banyak makna dan nilai secara simbolik. Sehingga hampir setiap bagian dari tubuhnya memiliki makna tertentu yang diyakini sangat identik dnegan konsep-konsep kekuasaan, kepemimpinan, kemakmuran, spiritualitas dan tatanan hidup yang lain.
Ternyata Begini Rahasia Menciptakan Keris Sakti
Keistimewaan-keistimewaan inilah yang kemudian membuat keris-keris dnegan dapur naga selalu menjadi pusaka-pusaka hebat di jamannya. Atau setidaknya dia akan mendapat keistimewaan tersendiri dibandingkan dnegan keris-keris yang lainnya. Karena itulah keris naga akan selalu dipakai sebagai pusaka utama atau pusaka andalan di kerajaan-kerajaan yang ada di tanah Jawa, yang mana hal itu tetap bertahan hingga sekarang.
“Bagi masyarakat secara luas, poin utamanya tetap terletak pada nilai spiritualnya. Karena itu, bagaimanapun bentuk keris naga itu, yang terpenting adalah makna filosofi di balik bentuk yang ada, yang tentunya disesuaikan dengan harapan serta tujuan hidup dari masing-masing orang,” jelas Empu Basuki dalam bukunya.
Nilai spiritual ini pula yang kemudian mendorong Kusumo untuk mengusulkan diadakannya pameran pusaka-pusaka milik para pahlawan bangsa. Pameran yang dibuat secara khusus ini nantinya diharapkan bisa membangkitkan semangat patriotism di kalangan anak muda. Yang saat ini seolah semakin luntur karena factor perkembangan jaman.
“Saya berharap pemerintah mau mengadakan pameran pusaka para pahlawan. Selain keris Pangeran Diponegoro, nanti juga ada rencongnya Teuku Umar, badiknya Sultan Hasanudin, dan yang lainnya. Pameran ini nantinya digelar berkeliling dari satu kota atau propinsi ke wilayah yang lain. supaya anak-anak bangsa yang saat ini mulai luntur rasa nasionalisme dan patriotismenya, bisa terinspirasi untuk semakin mencintai bangsa ini,” tegas Kusumo. //sik