POPULER

Krisis Pandemi Belum Usai. LAPAAN RI: Jangan Sampai Pemerintah Dianggap Gagal, Karena Tidak Bisa <i>Ngasih</i> Makan Warganya

Krisis Pandemi Belum Usai. LAPAAN RI: Jangan Sampai Pemerintah Dianggap Gagal, Karena Tidak Bisa Ngasih Makan Warganya


Persoalan distribusi bantuan masih terjadi di tengah masyarakat. Karenanya LAPAAN RI mendesak agar seluruh warga diberi bantuan, demi menekan praktik KKN yang menjadi pemicu kekacauan

WARTAJOGLO, Solo - Bermacam bantuan sudah disalurkan pemerintah maupun berbagai lembaga kepada warga yang terkena dampak Covid-19. Sehingga diharapkan bisa meringankan beban warga, dalam menghadapi masa pandemi.

Namun sayangnya seperti kasus yang sudah-sudah, persoalan distribusi tetap saja jadi masalah. Di mana banyak warga yang seharusnya dapat, tapi justru terlewatkan. Dan sebaliknya, banyak pihak yang tidak berhak, justru bisa menikmati bantuan itu.

Hal ini terutama menyangkut bantuan yang dari pemerintah, apakah itu Bantuan Langsung Tunai (BLT) ataupun yang lainnya. Sebab penyaluran bantuan dari pemerintah inilah yang kerap bermasalah, karena data warga penerima yang tidak diupdate.

Seperti diketahui bahwa melalui Permendes no 6 Tahun 2020, ditetapkan bahwa pemerintah memberikan sumbangan BLT yang diambilkan dari Dana Desa. Yang mana alokasinya per KK sebesar Rp. 600 ribu selama 3 bulan. Hanya saja di dalam aturan itu dicantumkan beberapa persyaratan, yang membatasi jumlah penerima bantuan. Padahal hal ini justru bisa memicu gejolak, karena akan banyak warga yang juga sama-sama terdampak, tapi tidak mendapat bantuan.

Maka dari itulah, demi mencegah terjadinya gejolak di masyarakat akibat permasalahan ini, berbagai kalangan menyarankan perlunya ada evaluasi dari pemerintah. Salah satunya disampaikan oleh Ketua Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara Republik Indonesia (LAPAAN RI), BRM Kusumo Putro SH.MH. Yang melihat bahwa pemerintah kurang serius dalam memberikan bantuan kepada warga.

"Kekacauan-kekacauan yang terjadi dalam distribusi bantuan itu, karena pemerintah kurang serius. Harusnya saat tahu ada kondisi seperti ini, pemerintah sudah melakukan pemutakhiran data. Sehingga bantuan itu bisa tepat sasaran," ujar Kusumo saat ditemui di rumahnya Komplek Perumahan Elit Griya Kuantan Gonilan Sukoharjo, Kamis ( 7/5 ) sore.
BRM Kusumo Putro SH.MH 
Tak cuma persoalan pemutakhiran data. Bagi Kusumo seharusnya pemerintah tak lagi pilih-pilih untuk menyalurkan bantuan. Karena dalam kondisi saat ini, semua orang pasti terdampak. Makanya dia menyarankan agar semua warga diberi bantuan. Demi memenuhi azas keadilan.

"Gejolak muncul karena ada rasa iri di antara warga. Kalau misal semua diberi bantuan, maka hal itu bisa menekan rasa iri di antara warga. Yang tentunya akan membuat situasi lebih kondusif," sambung Kusumo.

Dana Pemerintah Mencukupi

Pria yang juga seorang advokat ini menjabarkan bahwa pemerintah RI tidak akan mengalami kesulitan dana untuk melakukan pemerataan bantuan. Sebab Indonesia adalah negara yang kaya. Sehingga anggaran yang dimilikk akan cukup untuk menutupi kebutuhan warga yang terdampak corona.

"Kita hitung-hitungan sederhana saja. Kalau misal jumlah penduduk Indonesia ini total 260 juta, maka diperkirakan jumlah KK nya ada sekitar 100 juta. Nah dari 100 juta ini, berilah semua bantuan. Gak usah dibedakan apakah sudah terima PKH, Prakerja dan bantuan reguler yang lain. Semua diberi. Maka perkiraan dana yang dibutuhkan dalam sebulan hanya sekitar Rp 60 triliun. Dengan asumsi per bulan tiap KK diberi bantuan Rp. 600 ribu. Yang berarti bahwa dalam 3 bulan dibutuhkan Rp. 180 triliun.  Dana sejumlah itu terbilang kecil dibanding pendapatan pemerintah per tahun. Jadi jangan sampai pemerintah dianggap gagal, karena tidak bisa memberi makan warganya," tambah anggota PERADI Kota Surakarta ini.

Pendapatan negara dari cukai rokok dipandang cukup untuk mengcover kebutuhan pemberian bantuan sosial
Ya, Kusumo menegaskan bahwa dana sekitar Rp 180 triliun itu terbilang ringan, untuk penanganan bencana Covid-19 saat ini. Sebab harusnya berapapun besarnya, pemerintah tidak perlu ragu untuk menggelontorkan dana. Demi segera sirnanya wabah corona dari bumi Indonesia.

"Pada awal tahun kemarin, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, bahwa penerimaan negara dari bea cukai pada tahun 2019 mencapai Rp. 213,27 triliun.  Jumlah itu melampaui target yang dicanangkan, sebesar Rp 208,8 triliun. Itu baru dari satu departemen. Belum departemen-depargemen yang lain. Artinya bahwa negara ini masih punya dana besar, dan tidak akan jadi miskin hanya untuk disumbangkan ke rakyat," tegas pria yang sedang menempuh pendidikan doktoral ilmu hukum, di Unisula Semarang ini.

Kusumo juga menambahkan bahwa pandemi Covid-19 ini adalah saat yang tepat bagi pemerintah untuk menunjukkan kepeduliannya kepada rakyat. Dan hal itu diwujudkan dengan pemberian bantuan kepada seluruh warga yang berhak. Sehingga bisa meringankan beban warga di tengah krisis.

"Semua uang negara itu berasal dari rakyat. Didapat dari pajak yang dibayar rakyat. Makanya inilah saatnya uang itu dikembalikan lagi ke rakyat untuk meringankan beban di tengah pandemi. Dengan memberikan bantuan ke selurub warga yang berhak, hal itu merupakan implementasi sila ke 5 Pancasila. Dan yang pasti bisa menutup celah korupsi. Karena tidak ada lagi praktik pilih-pilih yang berpotensi KKN. Jadi segera bentuk tim independen untuk mengupdate data. Sehingga pemerintah pusat tahu, berapa alokasi anggaran yang harus dikucurkan untuk mengatasi masalah ini," pungkas tokoh pemuda yang kerap menggelar berbagai aksi sosial ini. //sik


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close