POPULER

Anak-anak Rentan Direkrut Jadi Anggota Teroris

Anak-anak Rentan Direkrut Jadi Anggota Teroris

WARTAJOGLO, Jakarta - Anak-anak disebut rentan dijadikan target untuk direkrut oleh kelompok teroris.

Penyebabnya karena anak-anak adalah sosok yang masih berusaha mencari jati diri dan emosinya belum stabil.

Tak hanya itu, anak-anak juga dianggap sebagai strategi jitu, karena tidak dicurigai oleh aparat keamanan.

Hal ini dikatakan oleh Asisten Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khusus pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Elvi Hendrani dalam siaran persnya, Rabu (16/2/2022).

Seorang anak anggota ISIS sedang berlatih menggunakan senapan

Elvi menyebut saat ini terjadi perubahan pola rekrutmen pelaku terorisme yang semula hanya menyasar pada orang dewasa, kini juga menyasar pada anak-anak.

"Fenomena permasalahan sosial yang banyak dihadapi berbagai negara, termasuk di Indonesia, adalah anak menjadi korban tindak pidana terorisme, hingga dijadikan kader oleh para teroris. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pergeseran terhadap pola rekrutmen pelaku terorisme yang tadinya hanya orang dewasa kini juga menyasar anak-anak," ujarnya.

Elvi menuturkan terorisme merupakan kejahatan luar biasa yang masuk dalam kategori bencana kemanusiaan karena memberikan dampak luar biasa secara fisik maupun psiki,s yakni memberikan trauma kepada yang mengalaminya, khususnya kepada anak.

"Radikalisme dan terorisme merupakan ancaman terhadap anak dari sisi keagamaan, kehidupan bermasyarakat, tumbuh kembang anak, karakter dan budi pekerti anak dan nilai-nilai nasionalisme dan cinta Tanah Air," ujarnya.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terus mendorong pencegahan dan perlindungan anak dari korban radikalisasi dan jaringan terorisme.

Caranya dengan  memberikan edukasi, perlindungan dan pemenuhan hak dasar, yakni pengasuhan, pendidikan, berpartisipasi dan juga bermain.

Pemerintah pusat, aparat penegak hukum dan pemerintah daerah diharapkan dapat berpartisipasi melindungi anak yang menjadi korban jaringan terorisme.

Disebutkannya bahwa Kemen PPA sudah melakukan kerja sama terkait penyusunan kebijakan melibatkan kementerian/lembaga, membentuk forum koordinasi dan melaksanakan dukungan psikososial bersama dengan Densus 88.

"Kami juga bekerja sama dengan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Riset Teknologi untuk melakukan kajian cepat terhadap intoleransi di satuan pendidikan," pungkasnya. //Lis

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close