POPULER

Pentingnya Komunikasi Intensif antara Apersi dengan Pemerintah Daerah

Pentingnya Komunikasi Intensif antara Apersi dengan Pemerintah Daerah

WARTAJOGLO, Solo - Komunikasi dengan pemerintah daerah, terkait regulasi dan perizinan yang menghambat atau merugikan pengembang, terutama pengembang rumah subsidi, harus terus dilakukan oleh Apersi (Asosiasi Perusahaan pengembang Perumahan Seluruh Indonesia).

Hal itu dikatakan ketua DPD Apersi Jateng-DIY Slamet Santosa ketika memberi sambutan saat melantik pengurus Apersi Soloraya periode 2022-2026 di Solo, Rabu 6 Desember 2022

Menurut Slamet Santoso, regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, seringkali tidak berpihak kepada pengembang rumah subsidi.

Pemberian penghargaan oleh Apersi kepada para pihak yang selama ini menjalin kerja sama

Contoh kebijakan soal LSD atau Lahan Sawah Dilindungi, yang diatur dalam Keputusan Menteri Agraria dan Tata ruang/Kepala BPN RI Nomor : 1589/SK-HK 02.01/XII/2021. 

Di dalam penetapan LSD di kota / kabupaten, sebagian besar tidak sesuai Perda RT/RW (Rencana Tata Ruang Wilayah).

Ketidak sesuaian itu, kata dia, pada akhirnya menimbulkan permasalahan dan hambatan dalam proses perizinan yang diajukan oleh para pengembang.

Misal, rekomendasi tata ruang sudah keluar dan sesuai zona untuk pemanfaatan perumahan. Tapi ketika dilaksanakan proses lebih lanjut, yaitu pertimbangan teknis pertanahan atau PTP, ternyata lokasi tersebut masuk dalam LSD, sehingga tidak bisa dibangun untuk perumahan.

Contoh lain, kata Slamet Santosa, objek yang dibeli oleh pengembang sudah berupa pekarangan, namun ketika diajukan izin lebih lanjut (PTP) ternyata masuk Peta LSD.

“Bahkan ada yang sertipikat sudah pecah dan dilanjutkan permohoan izin PBG (persetujuan Bangunan Gedung), tapi tidak bisa karena masuk Peta LSD,” kata Slamet Santosa.

Diakui, uuntuk menyelesaikan ketidaksesuaian Lahan Sawah Yang Dilindungi (LSD) dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, dikeluarkan Petunjuk Teknis Nomor 5/Juknis-HK.02/VI/2022 Tanggal 14 Juni 2022.

Namun demikian, lanjut Slamet, penyelesaian tersebut tidak serta merta, perlu peran aktif dari pelaku usaha dan pemerintah daerah untuk mengidentifikasi dan memverifikasi lahan-lahan LSD yang akan diusulkan untuk dikeluarkan dari Peta LSD di kementrian ATR/BPN.

Hal ini perlu segera dilaksanakan dengan maksud segera terbentuknya Peta Tata Ruang yang baku, selaras dengan tujuan pengembangan dan pemanfaatan tata ruang daerah di kabupaten/kota untuk kemajuan perekonomian daerah.

“Dengan catatan tetap melindungi lahan-lahan potensial tanaman pangan/sawah dan terjaganya kelestarian lingkungan tanaman pangan/sawah,” kata dia.

Selain itu, lanjut dia, Peta Tata Ruang baku juga menjamin kepastian hukum atas pemanfaatan lahan. Peta Tata Ruang yang baku juga menghindari konflik kepentingan, penyimpangan atas pengurusan perijinan dan pemanfaatan lahan non pertanian, khususnya permukiman atau hunian.

“Peta Tata Ruang yang baku juga mendukung pertumbuhan investasi dan ekonomi wilayah di kabupaten /kota,” kata Slamet Santosa. //Bang

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close