TfG6TUW8BUO7GSd6TpMoTSd7GA==
,, |

Headline News

Ajukan Pra Peradilan, Kuasa Hukum Tersangka Kasus Drainase Stadion Manahan Pertanyakan Legalitas Audit Kejaksaan

 

Bambang Ary Wibowo, SH, CPM pertanyakan legalitas audit kejaksaan atas kliennya dalam kasus normalisasi drainase kawasan Stadion Manahan Solo

WARTAJOGLO, Solo — Proses hukum kasus dugaan korupsi proyek normalisasi drainase kawasan Stadion Manahan Solo kembali mendapat sorotan. 

Salah satu tersangka, HMD, Direktur PT Kenanga Mulia selaku pelaksana proyek tahun anggaran 2019, melalui kuasa hukumnya mengajukan pra peradilan terhadap Kejaksaan Negeri Surakarta.

Langkah hukum tersebut diajukan oleh Kuasa Hukum terdakwa, Bambang Ary Wibowo, SH, CPM dari Firma Hukum Bambang Ary Wibowo & Associates. 

Dalam keterangannya pada Jumat, 17 Oktober 2025, Bambang menegaskan bahwa penetapan adanya kerugian negara dalam proyek tersebut tidak dilakukan oleh lembaga yang memiliki kewenangan audit investigatif.

Menurut Bambang, lembaga yang berwenang melakukan audit investigatif adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Inspektorat, sedangkan yang berwenang secara konstitusional menyatakan adanya kerugian negara hanyalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah satu-satunya lembaga yang berwenang menyatakan ada atau tidaknya kerugian negara secara konstitusional. Tidak kami temukan keterangan ataupun bukti dalam penetapan tersangka maupun rencana dakwaan yang menunjukkan adanya laporan resmi BPK,” ujar Bambang Ary dalam keterangan tertulis.

Ia menyoroti bahwa dasar yang digunakan Kejaksaan dalam menetapkan adanya kerugian negara hanyalah hasil audit internal Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Nomor: 09/LHP/M.3/7/Hkp.2/8/2024 tertanggal 12 Agustus 2024, yang menurutnya tidak sah karena kejaksaan bukan lembaga auditor negara.

Pihak Kejaksaan, lanjut Bambang, beralasan bahwa audit dari BPK maupun BPKP tidak dilakukan karena pandemi Covid-19 yang menghambat proses pemeriksaan. Namun, alasan tersebut dinilai tidak relevan.

“Pandemi Covid-19 bukanlah alasan pembenar. Apalagi penyelesaian proyek dilakukan menjelang akhir tahun 2019, sementara berdasarkan fakta, virus corona baru masuk ke Indonesia pada 2 Maret 2020 sebagaimana disampaikan oleh Presiden Joko Widodo,” tegasnya.

Bambang juga menambahkan, saat penyerahan proyek dari pelaksana kepada pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Surakarta, telah dilakukan pemeriksaan oleh kontraktor pengawas dan pihak dinas terkait, dan tidak ditemukan adanya pelanggaran atau ketidaksesuaian teknis.

“Semua proses pengerjaan dan hasilnya saat itu dinilai sesuai dengan perencanaan teknis bangunan maupun prosedur pembangunan yang berlaku,” ujarnya.

Dalam sidang pra peradilan ini, tim kuasa hukum HMD telah menyiapkan saksi ahli pidana korupsi, yaitu Dr. Riska Andi Fitriono, S.H., M.H., akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS).

Selain itu, mereka juga menyiapkan sejumlah bukti pendukung, termasuk putusan-putusan pra peradilan dari berbagai pengadilan negeri yang memutuskan bahwa penetapan tersangka tanpa adanya audit BPK atau BPKP tidak sah secara hukum.

“Terkait dengan tidak adanya Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN) dari BPKP maupun penetapan resmi dari BPK, maka tuduhan adanya tindak pidana korupsi dalam proyek drainase Manahan menjadi sumir dan tidak sah,” tegas Bambang.

Kasus ini berawal dari proyek normalisasi saluran drainase sisi selatan Stadion Manahan senilai Rp 4,5 miliar dari APBD Kota Surakarta tahun 2019. 

Kejaksaan menduga terjadi penyimpangan spesifikasi dan kekurangan volume pekerjaan, yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 2,5 miliar.

Sidang pokok perkara dijadwalkan digelar di Pengadilan Tipikor Semarang pada 7 Oktober 2025, sementara pra peradilan menjadi langkah awal bagi pihak HMD untuk menguji legalitas proses penyidikan dan penetapan tersangka oleh Kejari Surakarta. //Bang

Type above and press Enter to search.