POPULER

Ada Desa Hilang Secara Misterius di Gunung Lawu. Benarkah..?

Ada Desa Hilang Secara Misterius di Gunung Lawu. Benarkah..?


Sebuah pemukiman penduduk diyakini pernah ada di kawasan lereng Gunung Lawu. Namun karena sesuatu hal, pemukiman ini akhirnya menghilang secara misterius. Sehingga yang tersisa hanyalah benda-benda peninggalan warganya, yang kemudian banyak dicari pemburu harta karun melalui ritual penarikan gaib.


WARTAJOGLO, Karanganyar - Udara dingin berhembus menembus lebatnya hutan di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Mangkunagoro, yang berada di wilayah Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Dari kejauhan, sekelompok pria terlihat berjalan beriringan menyusuri jalan setapak yang membelah kawasan hutan tersebut. Lebatnya hutan yang didominasi tanaman pinus itu memang membuat kawasan ini terasa begitu asri. Sehingga tak salah bila kemudian banyak didatangi pengunjung yang ingin melepas penat di sela-sela aktifitas harian yang begitu padat. Pun demikian dengan rombongan pria asal Kota Solo tersebut.

Namun rombongan ini bukannya ingin menikmati keindahan alam hutan di lereng Gunung Lawu tersebut. Lebih dari itu, rombongan yang beberapa di antaranya adalah spiritualis tersebut sengaja datang ke hutan ini untuk berkunjung ke komplek Candi Cemoro Pogog. Salah satu tempat di komplek Tahura yang kerap didatangi mereka yang memiliki tujuan khusus, dalam konteks spiritual.

Dan rombongan yang berjumlah enam orang itu, juga berniat melakukan laku spiritual di komplek Candi Cemoro Pogog. Mereka berencana menginap semalam di tempat itu. Sebab ritual biasanya akan dilakukan saat hari menjelang tengah malam.

Ya, sebagai bagian dari kawasan lereng Gunung Lawu, di komplek Tahura memang masih tersimpan banyak situs-situs peninggalan bersejarah, yang selama ini dipandang keramat oleh masyarakat. Salah satu situs itu adalah Candi Cemoro Pogog.

Sisa susunan batu yang diduga peninggalan masyarakat jaman dulu

Tidak Terawat

Candi ini sendiri baru ditemukan beberapa tahun yang lalu. Dan kondisinya juga nyaris tak berbentuk. Yang tersisa hanya beberapa lempeng batu, yang merupakan bagian dari reruntuhan candi. Ada juga susunan batu menyerupai tangga yang diyakini sebagai pintu masuk candi tersebut.

Nama Cemoro Pogog sendiri disematkan, karena tepat di dekat candi tersebut terdapat sebatang pohon cemara yang pogog atau patah dalam bahasa Jawa. Hal itu biasa dilakukan oleh masyarakat guna mempermudah upaya mengingat tempat di mana candi itu ditemukan.

Kondisi yang hampir tak berbentuk memang menyulitkan siapapun yang datang ke tempat ini untuk melihat bentuk candi yang sebenarnya. Apalagi rimbunnya semak-semak yang emnutupi pondasi candi, membuatnya hanya terlihat bagaikan sebuah gundukan tanah yang sangat luas, di tengah jajaran pepohonan raksasa, yang tumbuh di sekitarnya.

Gunawan, Kepala Tahura mengatakan bahwa sejauh ini belum ada upaya dari dinas terkait untuk melakukan rekonstruksi terhadap temuan candi tersebut. Dia sendiri tidak berani melakukan upaya-upaya yang lebih, karena dikhawatirkan akan merusak bagian-bagian pentinmg dari bangunan tersebut.
“Sejauh ini upaya lami hanya sebatas melakukan penbersihan di sekitar lokasi candi. Kami belum berani melakukan penggalian atau apapun yang lebih jauh. Karena sudah ada pihak yang lebih berwenang (BPCB),” jelasnya saat ditemui Wartajoglo.com di kantor Tahura.

Karena kondisi yang nyaris terbengkalai itulah, maka lokasi candi ini lebih banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang memiliki tujuan tertentu, untuk melakukan semacam wisata spiritual. Di sini kerap ditemui beberapa orang tengah melakukan meditasi atau olah batin yang lain, dengan berbagai macam tujuan. Namun sebagian besar menurut Gunawan adalah melakukan upaya penarikan pusaka secara gaib. Sebab di tempat ini diyakini tersimpan banyak benda peninggalan purbakala, yang kemungkinan tersembunyi di alam gaib.

Upaya penarikan pusaka ini sendiri dilakukan karena di tempat ini memang kerap ditemukan berbagai benda peninggalan masa lalu. Baik itu berupa perhiasan maupun berbagai bentuk jimat atau pusaka. Yang terkadang juga muncul meski tanpa harus melakukan upaya spiritual.

Hal ini bisa terjadi karena diduga bahwa komplek Candi Cemoro Pogog dulunya adalah sebuah komplek pemukiman. Selain karena banyaknya temuan berbagai gerabah peralatan rumah tangga kuno, Hal ini diperkuat dnegan cerita tutur dari masyarakat setempat. Yang menyebutkan, kalau di tengah Tahura dulu pernah ada desa yang hilang.

Konon desa itu adalah desa pertama yang ada di lereng Gunung Lawu, dan merupakan pemukiman dari masyarakat yang membangun candi-candi di wilayah Gunung Lawu. Dugaan ini merujuk pada bentuk candi-candi tersebut yang masih relative sederhana. Yang menunjukkan bahwa bangunan-bangunan itu diduga dibangun jauh sebelum jaman Majapahit, seperti yang selama ini diyakini masyarakat. 

Artinya bahwa candi-candi tersebut dibangun oleh masyarakat yang jauh lebih dulu ada dari Majapahit. Sedangkan pihak Majapahit hanya sebatas menambahkan ornament-ornamen tertentu di beberapa bagian, sebagai bagian dari upaya melakukan rekonstruksi terhadap candi-candi tersebut. Dan hal itulah yang kemudian memunculkan pandangan bahwa candi-candi tersebut dibangun di era Majapahit.

Kawasan Cemara Pogog


Desa Yang Hilang

“Masyarakat sini yakin kalau dulu pernah ada sebuah pemukiman semacam desa yang ada di tengah hutan. Walaupun mereka tidak tahu di mana persisnya desa itu, namun semenjak ditemukannya Candi Cemoro Pogog, banyak yang meyakini kalau desa itu berada di sana. Apalagi dikuatkan dengan berbagai temuan benda kuno serta pengakuan orang-orang yang telah melakukan upaya spiritual, guna melakukan deteksi gaib terhadap tempat itu,” jelas Hariadi, salah seorang staff di kantor Tahura.

Cerita tentang desa yang hilang memang cukup kuat berkembang di kawasan Gunung Lawu, termasuk terkait dengan pasar setan yang konon ada di sekitar puncak Gunung Lawu. Yang mana diyakini bahwa para pelaku transaksi di pasar setan itu adalah warga dari desa yang hilang tersebut. Yang mana sebenarnya mereka masih ada, namun telah berada dalam dimensi yang berbeda. Sehingga tidak bisa melakukan kontak dengan manusia biasa. 

Hilangnya pemukiman itu sendiri diduga merupakan bagian dari misteri yang menyelimuti kawasan Gunung Lawu. Sebab sebagai tempat yang diyakini sebagai pusat kekuatan gaib tanah Jawa, banyak fenomena-fenomena ganjil yang kerap terjadi di kawasan ini. Termasuk munculnya sinar gaib dari Candi Sukuh yang membentuk semacam gerbang gaib menuju ke angkasa.

“Dulu katanya pada malam-malam tertentu, dari Candi Sukuh itu keluar sebuah sinar yang membentuk semacam pintu gerbang di langit. Meski tidak semua orang bisa menyaksikan, namun banyak yang pernah melihatnya. Yang mana hal itu diyakini sebagai pintu gerbang alam gaib, yang bisa membawa siapa saja memasuki dimensi lain dalam kehidupan ini. dan hal itu juga yang kemungkinan terjadi pada para penduduk di desa yang hilang itu,” ungkap Hariadi. 

Hariadi menceritakan tentang kondisi Cemara Pogog


Banyak warga yang meyakini bahwa penduduk desa yang hilang itu tersedot masuk kea lam lain melewati sinar misterius dari Candi Sukuh. Ada pula yang menyebutkan bahwa para penduduk itu sebenarnya memang dari bangsa mahluk gaib, yang mendapat tugas khusus membangun candi di Gunung Lawu. Sehingga saat turun ke bumi, wujud mereka benar-benar menjadi manusia biasa.

Dan begitu seluruh tugas selesai, mereka ditarik kembali ke alamnya semula. Beberapa benda yang pernah mereka gunakan selama hidup di bumi pun, ditinggalkan begitu saja. Yang kemudian ditemukan oleh masyarakat saat melintasi tempat di mana pemukiman itu berada.

“Biasanya kalau ada orang yang mau ritual, mereka akan menginap di sana. Kebetulan di tempat itu ada sebuah gubug yang dibangun oleh seorang pengunjung. Yang kemudian dijadikan tempat menginap bagi para pengunjung lain saat datang untuk ritual,” jelas Hariadi.
 

Dan selain mendapatkan beberapa benda yang diyakini peninggalan penduduk gaib tempat itu, tak jarang pula yang mengaku bertemu dengan sosok-sosok misterius. Seperti yang pernah dialami oleh Margo Saptono, salah seorang polisi hutan yang bertugas di Tahura ini.

“Saat itu saya tiba-tiba melihat seorang pria muda berpakaian seperti seorang bangsawan, lengkap dengan perhiasan yang bagus-bagus. Pria itu tersenyum saat menatap saya. Namun sebentar kemudian saat saya menoleh, ternyata dia sudah hilang. Mungkin dia adalah sosok raja atau tokoh masyarakat dari desa yang hilang itu. Yang sengaja masih ingin menunjukkan eksistensinya,” terangnya. //Rad

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close