Dengan berjualan kartu request seharga seribu rupiah, para kru radio Gapuro Klewer berjuang menghidupkan radio itu, di tengah kondisi darurat pasca kebakaran.
ALUNAN lagu Main Hati milik grup band Andra and The Backbone menggema dari sebuah speaker sederhana yang terpasang di atap-atap kios darurat Pasar Klewer Solo. Di tengah upaya penantian rejeki dari para pengunjung yang datang, alunan lagu-lagu yang diputar dari studio Radio Gapuro Klewer, memang sangat menghibur.
Ya, pasca musibah kebakaran yang melanda kawasan Pasar klewer pada 27 Desember 2014 lalu, memnag banyak penghuni pasar yang harus mengalami masa-masa sulit. Sebab pada umumnya mereka kehilangan hampir seluruh harta benda yang menjadi modal dasar untuk berdagang. Sehingga meski kemudian pemerintah Kota Surakarta tempat yang baru untuk pasar darurat, hal itu tidak serta merta membuat mereka bangkit.
Pun demikian dengan radio Gapuro Klewer yang selama ini selalu setia menemani para pedagang. Musibah kebakaran itu benar-benar melalap habis studio yang berada di tengah-tengah komplek Pasar Klewer. Akibatnya berbagai perlengkapan studio, komputer serta ratusan speaker yang terpasang di beberapa titik sudut pasar, ludes dilalap si jago merah.
Lusy di studio mini Radio Gapuro Klewer |
Kini meski harus tertatih-tatih dengan kondisi yang ada, para anggota Radio Gapuro Klewer berusaha bangkit. Berbekal idealisme, mereka terus berusaha untuk menghidupkan radio yang sudah sedemikian mendarah daging dengan para pedagang di pasar garmen terbesar di Jawa Tengah itu. Meski harus rela mengencangkan ikat pinggang rapat-rapat, demi menutupi biaya operasional sehari-hari.
“Untuk dua tahun ini, bisa dikatakan bahwa kita selalu merugi. Sehingga untuk operasional seringkali harus nomboki. Lha mau bagaimana lagi, namanya juga darurat. Untuk sementara memang semua harus tirakat. Yang terpenting kita tetap bisa eksis untuk ikut membantu mengembalikan semangat dan mental para pedagang, yang terimbas musibah kebakaran,” jelas Lusy Caritas, manager Radio Gapuro Klewer saat ditemui di studio darurat miliknya.
Dari studio berukuran 1,5 X 3 meter inilah, Lusy dan kawan-kawannya terus berjuang menyebarkan kalimat-kalmat motivasi, agar para pedagang Pasar Klewer bisa kembali pulih semangat hidupnya. Terlebih setelah banyak di antara para pedagang ini yang harus kehilangan pelanggan setelah pindah ke pasar darurat. Sehingga tak jarang harus menanggung kerugian cukup besar akibat dagangan yang kurang laku.
Dan melalui siaran Radio Gapuro Klewer inilah, satu persatu pedagang bisa kembali menemukan pelanggan baru. Sebab setiap saat para penyiar radio ini akan menginformasikan keberadaan kios-kios tertentu, memasang iklan di radio ini. Tapi jangan dibayangkan bahwa iklan yang dipasang berbiaya mahal. Sebab niatan awal untuk saling membantu di antara para pedagang serta manajemen radio, tentu memunculkan harga kekeluargaan untuk biaya pemasangan iklannya.
“Tidak bisa dipungkiri, bahwa bagaimanapun kita juga butuh dana operasional. Kita butuh makan, butuh bensin dan yang lainnya. Karena itulah, untuk penyampaian informasi khusus, memang dianggap sebagai iklan. Namun biayanya sangat jauh dari biaya iklan di radio konvensional. Hanya dengan biaya sekitar Rp.50 ribu, para pedagang bisa menginformasikan produk serta keberadaan kios miliknya,” sambung Lusy.
Kartu request |
Iklan dengan harga kekeluargaan memang cukup bisa membantu operasional para operator radio ini. Namun tentu hal itu tidak bisa dikatakan mengcover seluruh kebutuhan yang ada. Sebab iklan dari para pedagang belum tentu ada setiap hari. Sehingga bila tidak ada iklan sama sekali, tentu tidak ada pemasukan untuk menutupi biaya yang dibutuhkan.
Untuk itulah, demi menutupi biaya operasional yang ada, maka radio ini mengedarkan kartu reques ke para pedagang. Yang mana dengan kartu itu, para pedagang bisa mengajukan permintaan untuk diputarkan lagu tertentu yang disukainya. Dan untuk itu tiap satu kartu dihargai Rp. 1.000 rupiah.
Meski nilainya tidak terlalu besar, namun penjualan kartu request ini cukup membantu menutupi sebagian dari kebutuhan operasional. Setidaknya dalam satu hari antara pukul 9 pagi hingga 5 sore, ada lebih dari 100 request lagu yang datang. Sehingga bisa menambah cadangan dana operasional untuk radio ini.
“Dengan kartu reques ini, akan terjadi interaksi yang intens dengan para pedagang. Sehingga dnegan demikian, misi kita untuk bisa membangkitkan lagi semangat dan mental para pedagang, bisa tercapai,” tegas wanita yang telah puluhan tahun menjadi penyiar di beberapa radio di Kota Solo ini.
Lusy juga tak menampik kenyataan bahwa dia dan rekan-rekannya yang mengoperasikan Radio Gapuro Klewer juga harus dihadapkan pada tuntutan kebutuhan materi. Karena itulah, di saat penghasilan dari radio yang terbilang sangat kecil, tidak jarang bahwa mereka tertuntut untuk memutar otak agar kebutuhan sehari-hari bisa terpenuhi.
Jalinan hubungan baik dengan para pedagang terus dilakukan demi eksistensi Radio Gapuro Klewer |
“Jalinan hubungan selama puluhan tahun yang telah terbentuk di antara kami dan para pedagang, merupakan modal besar yang bisa dimanfaatkan. Karena itulah, demi menutupi kebutuhan sehari-hari, biasanya saya dan teman-teman akan ikut berjualan batik di rumah atau secara online, yang barangnya kita ambil dari para pedagang dengan system konsinyasi. Artinya bahwa barang yanmg diambil bisa dikembalikan saat tidak laku. Dan di sini kita memiliki banyak pilihan yang memudahkan kita untuk menjualnya sesuai keinginan konsumen,” papar Lusy.
Radio Gapuro Klewer sendiri memang sudah berusia tidak muda lagi. Sejak didirikan oleh para pensiunan penyiar radio di Solo pada tahun 1990 silam. Radio ini telah benar-benar menjadi bagian dari kehidupan para pedagang di Pasar Klewer. Yang mana bisa menjadi hiburan bagi para pedagang di tengah kesibukan mereka melayani para pembeli.
Dengan menggunakan jaringan kabel yang tersebar di setiap penjuru pasar, siaran radio ini bisa diterima dengan baik oleh setiap pedagang dan para pengunjung yang datang ke pasar ini. Sehingga kemudian menjadi sebuah media yang efektif untuk melakukan promosi.
Meski baru resmi berdiri sejak tahun 1990, cikal bakal radio ini sudah ada sejak tahun 1979. Yang mana saat itu, atas inisiatif dari anak-anak para pedagang Pasar Klewer, mereka membentuk sebuah radio komunitas untuk memberikan hiburan kepada para pedagang yang ada. Dan radio ini menjadi radio komunitas pertama di Indonesia
Hanya saja dalam operasionalnya, radio ini kurang berjalan dnegan baik. Sehingga akhirnya sempat vacuum. Sampai akhirnya Lusy bersama beberapa rekannya berinisiatif untuk menghidupkan lagi radio ini dan kemudian diberi nama Gapuro. Pemberian nama ini sendiri tak lepas dari studio radio ini yang berada di dekat gapura Pasar Klewer. Sehingga untuk memudahkan mengingatnya, akhirnya dipilihlah nama itu.
Dan seiring berjalannya waktu, Radio Gapuro Klewer benar-benar berkembang menjadi radio komunitas yang besar, hingga kemudian diikuti oleh beberapa kota yang lain. Namun sayang, di tengah eksistensinya yang semakin kuat karena menjadi satu-satunya media informasi di komplek Pasar Klewer, sebuah tragedy melanda. Tepat pada tanggal 27 Desember 2014 malam, diduga karena adanya hubungan pendek arus listrik, komplek Pasar Klewer terbakar. Di mana ratusan kios yang ada di pasar tersebut ludes terbakar, termasuk juga studio Radio Gapuro Klewer.
Karena itulah, di tengah keterpurukan akibat hancurnya studio Radio Gapuro Klewer, para pengelola radio ini lntas berusaha untuk menghidupkannya lagi. Permohonan bantuan kepada Pemerintah Kota Surakarta pun dikabulkan, sehingga para personil radio ini bisa mendapatkan sebuah studio darurat berdinding triplek di tengah komplek Pasar Klewer Darurat, yang berada di kawasan Alun-alun Utara Keraton Surakarta Hadiningrat.
“Di sini bisa dikatakan mulai dari nol lagi. Kami harus gencar menginformasikan kepada para pedagang, bahwa Radio Gapuro Klewer masih ada. Karena itu tak jarang kami harus turun langsung menyapa para pedagang di kios-kiosnya, untuk menyambung lagi jalinan hubungan yang terputus akibat musibah kebakaran,” pungkas Lusy. //sik