Kiprahnya sebagai seorang jurnalis yang ikut membakar semangat para pejuang, membawa Ruhana Kuddus mendapat gelar pahlawan nasional
WARTAJOGLO - Setelah tahun lalu namanya gagal ditetapkan sebagai pahlawan nasional, hari ini harapan masyarakat Sumatera Barat untuk mengangkat sosok Roehana Koeddoes (Ruhana Kuddus) pahlawan nasional terwujud. Sebab Presiden Joko Widodo melalui lembaga Tim Peneliti Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) Kementerian Sosial, memutuskan untuk menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Ruhana, pada Jumat 8 November 2019.
Pemberian gelar ini tentu taknhanya membanggakan masyarakat Sumatera Barat, tapi lebih dari itu juga membanggakan kaum wanita serta para jurnalis. Sebab kiprah Ruhana semasa hidupnya tak lepaa dari perjuangan untuk mengangkat derajat kaum wanita, sebagaimanna yang dilakukan RA Kartini. Dan cara itu dilakukan melalui aktifitaa jurnalistik yang ditekuninya.
Terlahir di Koto Gadang, Kabupaten Agam pada 20 Desember 1884, Ruhana terbilang seorang wanita yang aktif berjuang untuk mendapatkan akses pendidikan yang sama dengan laki-laki. Hingga akhirnya dengan pendidikan yang dimiliki, Ruhanna memutuskan untuk menekuni dunia jurnalistik. Diapun bergabung dengan surat kabar Poetri Hindia pada 1908. Selain menulis untuk media itu, dia juga rajin membuat artikel yang dikirimkan ke media lain.
Setelah dari Poetri Hindia, Ruhana bekerja sebagai pemimpin surat kabar Oetoesan Melajoe. Ruhana mendapatkan apresiasi dari pemilik Oetoesan Melajoe, Datoek Soetan Maharadja, untuk menerbitkan surat kabar sendiri.
Kariernya terus menanjak setelah menjadi pendiri surat kabar Soenting Melajoe, yang didirikan pada 1912. Surat kabar tersebut didirikannya atas dasar keinginan berbagi cerita tentang perjuangan memajukan pendidikan bagi kaum perempuan.
Surat kabar itu menjadi yang pertama dipimpin dan ditulis oleh perempuan. Dia juga menjadi pemimpin dia media lain, ia mengirim tulisan dengan tulisan tangan yang berisikan kegiatan-kegiatan wanita hingga peristiwa politik
Melalui tulisan-tulisannya, dia ikut mengobarkan semangat para pejuang untuk melawan penjajah. Sehingga berbagai perlawanan terus terjadi di tengah tekanan yang dilakukan penjajah pada penduduk pribumi.
Bahkan dia juga mencetuskan sebuah ide untuk melakukan penyelundupan senjata dari Kotogadang ke Bukittinggi melalui Ngarai Sianok. Yang mana caranya dengan menyembunyikannya dalam tumpukan sayuran dan buah-buahan, yang dikirim ke Payakumbuh dengan kereta api.
Jiwa seorang jurnalis yang sudah begitu kuat, membuatnya terus berjuang di jalan tersebut hingga akhir hayatnya. Bahkan saat merantau ke Lubuk Pakam dan Medan. Di sana dia mengajar dan memimpin surat kabar Perempuan Bergerak. Kembali ke Padang, ia menjadi redaktur surat kabar Radio yang diterbitkan Tionghoa-Melayu di Padang dan surat kabar Cahaya Sumatera.
Hingga akhirnya nama wanita yang meninggal di Jakarta pada 17 Agustus 1972 inipun diusulkan untuk mendapat gelar pahlawan nasional. Sebab, meski tidak melakukan perjuangan secara fisik dengan mengangkat senjata, namun kiprahnya di dunia jurnalistik dipandang ikut berperan besar dalam mendorong terwujudnya kemerdekaan. Tentunya melalui tulisan dan pemikiran-pemikirannya. //sik