POPULER

Pembodohan Publik di Balik Penolakan Terbentuknya DIS

Pembodohan Publik di Balik Penolakan Terbentuknya DIS



Demi kepentingan tertentu, warga Solo diberikan pemahaman yang salah terkait DIS. Yang berujung terjadinya penolakan terhadap pembentukan wilayah itu.

WARTAJOGLO, Solo - Sekitar Nopember 2012 lalu, pihak Keraton Surakarta Hadiningrat menggandeng sosok pengacara kondang Yusril Ihza Mahendra, untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, demi pengembalian status Daerah Istimewa Surakarta (DIS). Sejumlah data dan fakta pun dikumpulkan oleh pengacara yang juga mantan Menkumham di masa pemerintahan presiden KH Abdurrahman Wachid serta Megawati Soekarnoputri itu. Namun sayangnya sampai sekarang bagaimana kelanjutan dari proses hukum yang ditempuh oleh Yusril bersama keraton, belum ada kejelasan.

Keraton yang terkesan berjalan sendiri dipandang sebagai salah satu faktor mandegnya rencana ini. Sebab secara history, 'bubarnya' DIS tak lepas dari penolakan masyarakat atas dominasi keraton. Sehingga kemudian memicu munculnya berbagai gejolak dan konflik. Hingga akhirnya Sinuhun Paku Buwono XII mengembalikan status DIS ke pemerintah.

Ya. Banyaknya kelompok-kelompok yang saling berseberangan di Kota Solo saat awal-awal kemerdekaan, memang kerap memicu gesekan. Salah satunya adalah dari kelompok-kelompok berhaluan kiri seperti PKI, yang begitu gencar menentang feodalisme ala keraton. Sehingga kemudian memunculkan semangat perlawanan terhadap keraton. Yang ditandai dengan penjarahan lahan-lahan milik keraton.

DIS sendiri yang saat itu masih bernama Nagari Surakarta Hadiningrat sudah bergabung dengan Republik Indonesia pada 1 September 1945, berdasarkan maklumat dari Sinuhun Paku Buwono XII dan Mangkunegoro. Karena mereka memandang bahwa berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah kesinambungan sejarah dari peradaban masyarakat Jawa. Sehingga dipandang sebagai penerus cita-cita leluhur untuk mewujudkan sebuah negara yang besar.

Hanya saja kondisi saat itu berubah setelah terjadi serangkaian gejolak yang membuat situasi di Surakarta menjadi tidak aman. Hingga akhirnya status keistimewaan itu selanjutnya terpaksa 'dicabut' pemerintah, demi terciptanya kondisi yang lebih tenang di wilayah Surakarta. Dan pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno mengeluarkan Peraturan Pemerintah no 16/SD/1946 pada 15 Juli 1946. Yang mana pokok isinya terkait bentuk dan susunan pemerintahan di Surakarta dan Yogyakarta. Di mana salah satunya menyebut bahwa Daerah Istimewa Surakarta dijadikan karesidenan biasa di bawah pemerintah pusat.

Kini setelah sekian tahun berjalan dan situasi di Kota Surakarta sudah semakin kondusif, wacana untuk memunculkan kembali DIS terus mengemuka. Salah satunya dilontarkan oleh tokoh pemuda Kota Solo, BRM Kusumo Putro, SH, MH, yang menyebut bahwa sudah saatnya masyarakat membersihkan pikiran mereka dari stigma negatif terkait DIS. Karena sejatinya akan banyak keuntungan saat DIS benar-benar bisa diwujudkan kembali.

BRM Kusumo Putro, SH, MH

“Kondisi saat ini sudah berbeda dengan masa di awal DIS berdiri. Sehingga warga Solo dan sekitarnya tidak perlu lagi khawatir akan dominasi keraton bila pada akhirnya DIS ditetapkan. Karena tidak akan ada yang berubah dalam sistem pemerintahan yang ada. Bahkan pemimpin DIS sendiri nantinya juga akan tetap dipilih secara demokratis. Jadi nantinya DIS ini tak lebih dari sekedar pemekaran atau pebentukan propinsi baru, yang lepas dari Propinsi Jawa Tengah. Sehingga wilayah-wilayah yang masuk dalam DIS, bisa lebih mudah terjangkau dari sisi pelayanannya. Dan tentunya proses pembangunan di setiap wilayah bisa lebih optimal,” jelasnya saat ditemui Wartajoglo.combeberapa waktu lalu.

Kusumo juga mengatakan bahwa selama ini memang ada semacam kekuatan yang mencuci otak warga Solo dan sekitarnya, dengan menghembuskan ketakutan-ketakutan bila DIS berdiri. Hal ini terutama dilakukan oleh kelompok-kelompok yang merasa terancam kepentingan politik dan ekonominya, bila Surakarta berubah menjadi DIS.

“Jujur saja kalau ada yang mengatakan bahwa warga Solo menolak DIS, itu hoax. Karena sejatinya warga Solo butuh DIS untuk pembangunan yang lebih baik. Itu opini yang sengaja dibentuk oleh kelompok-kelompok tertentu yang menolak DIS. Dan saya tahu betul siapa-siapa pihak yang selama ini selalu menolak DIS. Sebab saya juga sempat termakan 'hasutan' mereka, hingga kemudian melakukan demo penolakan DIS di depan Gladag beberapa tahun lalu. Tapi setelah saya membaca-baca sejarah, merenung dan mendapat masukan dari para tokoh, akhirnya saya menyadari bahwa DIS bisa menjadi kunci percepatan pembangunan di wilayah Karesidenan Surakarta,” lanjutnya.

Karena itulah pengamat sosial dan poliik yang kerap dimintai masukan terkait proses pembangunan di Kota Solo ini berharap agar seluruh pihak terbuka pikiran dan mata hatinya, dengan meihat aspek positif dari DIS. Untuk itu dalam waktu dekat Kusumo akan melakukan hearing dengan DPRD Kota Surakarta. Yang kemudian akan dilanjut dengan mengadakan seminar atau sarasehan terkait wacana memunculkan kembali DIS.

“Salah satu yang takut kalau DIS muncul adalah politisi-politisi partai yqng kebetulan sudah punya kedudukan. Mereka takut akan terjadi perubahan sistem bila DIS diterapkan. Yang nantinya akan mempengaruhi kekuasaan mereka. Padahal sebenarnya tidak. Karena pada dasarnya DIS yang kita inginkan bukan DIS yang dikuasai keraton. Di mana yang jadi pemimpin adalah orang keraton, seperti yang terjadi di Yogyakarta. DIS yang kita usung adalah DIS yang demokratis. Yang memberi peluang pada siapa saja untuk menjadi pemimpin, melalui sebuah proses pemilihan yang demokratis juga. Makanya saya juga berencana melakukan hearing ke DPRD (Kota Surakarta) serta menggelar sarasehan dan polling, untuk mengetahui seberapa besar animo masyarakat terkat DIS,” tegas Kusumo.

Ada kegerahan tersendiri di hati Kusumo, hingga mendorongnya untuk memunculkan kembali wacana DIS. Hal ini terkait dengan anggaran seni dan budaya yang semakin menurun. Padahal itu sangat berhubungan erat dengan proses pembangunan mental dan spiritual masyarakat, yang berkaitan erat dengan kualitas dari SDM di masa mendatang. Karenanya dia berharap permasalahan itu bisa diselesaikan bila nantinya DIS bisa diwujudkan.

“Seperti halnya Yogyakarta, Solo ini juga dikenal sebagai kota seni dan budaya. Di sini ada dua keraton yang masih tetap hidup. Lalu banyak sekali hasil-hasil karya seni khas Solo yang menjadi kiblat dan rujukan para seniman di tempat lain, bahkan luar negeri. Tapi yang terjadi justru anggaran untuk seni dan budaya itu justru semakin menurun. Sehingga para seniman juga banyak yang mengeluh karena susah mendapat tempat dan kesempatan untuk berekspresi. Karena itulah saya yakin bila DIS benar-benar diterapkan, maka pemerintah yang memimpin nantinya, juga pasti akan memberi perhatian lebih pada aspek seni dan budaya ini. Sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Solo dan sekitarnya,” ungkap ketua umum Forum Budaya Mataram ini.

Kusumo sendiri menyadari bahwa langkahnya tidak mudah. Karena itu dirinya akan berusaha merangkul berbagai pihak, untuk sama-sama melangkah mengusung wacana pembentukan DIS. Karena wilayah Surakarta memang sudah sepantasnya menjadi DIS.

Rangkaian sejarah di awal kemerdekaan yang terjadi di wilayah Surakarta, hingga melahirkan tokoh-tokoh besar seperti Slamet Riyadi, Pangeran Samber Nyawa, Haji Samanhudi, Sinuhun Paku Buwono VI yang membantu perjuangan Pangeran Diponegoro serta Sinuhun Paku Buwono X yang membawa Keraton Surakarta dalam masa keemasan, juga dipandang sebagai salah satu alasan kelayakan Karesidenan Surakarta menjadi DIS. Karenanya tidak berlebihan bila kemudian warga Surakarta menginginkan diberi keistimewaan sebagaimana wilayah Yogyakarta maupun Aceh.

“Sejarah mencatat jasa-jasa besar masyarakat Surakarta dalam proses kemerdekaan. Sehingga tidak berlebihan kalau kemudian kita meminta status Daerah Istimewa yang pernah melekat, diberikan lagi. Dan semoga Presiden Jokowi yang juga berasal dari Solo, bisa mempertimbangkan harapan ini. Harapan orang-orang yang selama ini setia mendukungnya mulai dari saat jadi walikota hingga presiden,” pungkas pria yang mengetuai beberapa organisasi massa ini. //sik

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close