TfG6TUW8BUO7GSd6TpMoTSd7GA==
,, |

Headline News

Belajar dari Sang Garuda dalam Komik Raksasa 'Garudea'


Banyak teladan yang bisa dipetik dari perjalanan hidup Garuda, hingga dia ditetapkan sebagai lambang negara Indonesia


WARTAJOGLO, Yogyakarta - Sebagai lambang negara, burung Garuda memiliki arti tersendiri bagi bangsa Indonesia. Hanya saja selama ini tak banyak orang yang paham terkait sejarah dari burung garuda. Sebab pembahasan seringkali hanya berkutat pada sila-sila dalam Pancasila ataupun slogan Bhinneka Tunggal Ika.

Sebagai lambang negara, Garuda ditetapkan pada tanggal 11 Februari 1950. Sayangnya sejarah ini jarang terungkap, baik di kurikulum sekolah maupun di media. Sehingga sampai saat ini banyak masyarakat yang buta akan informasi yang satu ini. 

Adalah panitia lencana negara yang bekerja keras merancang sosok burung Garuda sebagai lambang negara. Mereka terdiri dari Mohammad Yamin, Ki Hajar Dewantara, Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka, M.A. Pallupessy dan Muhammad Natsir. Yang dikoordinir oleh Sultan Hamid II. Hingga akhirnya lahirlah sosok lambang negara seperti yang kita lihat saat ini.

Mencoba merefleksikan kembali nilai-nilai filosofi dari burung Garuda, serta memperingati kelahirannya sebagai lambang negara Indonesia, sebuah acara digelar di halaman Candi Prambanan, Yogyakarta. Bertajuk Festival Garuda, acara ini digelar di Lapangan Garuda Mandala, dari tanggal 8 - 11 Februari 2020. 

"Tujuan festival ini adalah untuk membangun jembatan, mengutuhkan lagi, bahwa ketika negarawan kita memilih garuda sebagai lambang negara, mestinya ada transformasi nilai-nilai filosofis. Sehingga sampai kapan pun generasi Indonesia adalah generasi garuda," kata Nanang R Hidayat, konseptor Festival Garuda.

Ada banyak rangkaian acara yang digelar dalam festival ini. Selain pertunjukkan seni, ada juga pameran beragam karya yang berkaitan dengan sosok Garuda. Salah satunya adalah komik raksasa, hasil karya Yudha Ariyanto yang berkolaborasi dengan Teguh AA (Teguh Arik Ardiansah).

Sosok Garuda di Candi Minak Jinggo Mojokerto

Yudha yang merupakan mahasiswa prodi DKV (Desain Komunikasi Visual) FSRD (Fakultas Seni Rupa dan Desain) Institut Seni Indonesia Surakarta ini, mengangkat cerita Garudea sebagai tema dalam komiknya.  

Dalam cerita yang diangkat dari Kitab Adiparwa itu diceritakan, bahwa burung Garuda melakukan pembebasan terhadap sosok bernama Winata, yang diperbudak oleh Kadru. Dari keberhasilan ini pula, akhirnya Garuda dipilih menjadi kendaraan Dewa Wisnu. 

Komik dibuat  dengan materi berupa MMT, berukuran 1 meter X 21 meter. Yang diharapkan bisa menginspirasi generasi muda, terutama para siswa untuk memiliki sifat-sifat ksatria seperti sosok Garuda. 

Selain dipamerkan, juga dilakukan diskusi Bedah Komik pada tanggal 10 Februari 2020, yang diselenggarakan oleh Rumah Garuda bekerjasama dengan Mataya Art Heritage. Dan yang tak kalah menarik, juga dilakukan  lelang edisi terbatas atas komik itu  Yang laku senilai Rp. 200 ribu, untuk satu eksemplar komik.

"Kelahiran komikus muda dari Prodi DKV FSRD ISI Surakarta ini, diharapkan mampu mengikuti jejak komikus Teguh Santosa, karena ilustrasi komik Garudea ini tampak juga bermain blok-blok pekat yang berdimensi dan berkarakter kuat, sebagaimana pada komik-komik Teguh Santosa. Meskipun begitu, keduanya perlu tetap menyerap energi dan spirit Majapahit yang telah diwariskan dan dengan mudah dijumpai baik artefak, candi, kitab, alam, maupun atmosfirnya di tlatah Mojokerto saat ini. Sebagai modal untuk menemukan karakteristik komik-komiknya," ungkap Asmoro Nurhadi Panindias, Kaprodi DKV FSRD ISI Surakarta. //bang

CULTURE

Type above and press Enter to search.