POPULER

Polemik Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan. Tokoh Pemuda  Solo, Desak DPR RI Panggil BPJS dan Gelar Sidang Terbuka <i>Live</i>

Polemik Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan. Tokoh Pemuda Solo, Desak DPR RI Panggil BPJS dan Gelar Sidang Terbuka Live


DPR RI didesak untuk memanggil direksi BPJS Kesehatan, agar bisa menjelaskan seputar rencana kenaikan iuran, yang harus harus dibayar masyarakat

WARTAJOGLO, Solo - Kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah masa pandemi, akhirnya berujung polemik. Selain dipandang tidak tepat, karena perekonomian rakyat sedang terpuruk. Kebijakan ini juga dipandang menabrak keputusan Mahkamah Agung. Yang mana sebelumnya telah menganulir Perpres no 75/2020 tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan. 

Karena itulah banyak pihak yang langsung bersuara lantang mengkritisi kebijakan ini. Salah satunya adalah tokoh pemuda berpengaruh di Kota Solo, BRM. Kusumo Putro SH, MH. Yang menilai bahwa kebijakan ini tidak sesuai dengan slogan, bahwa hukum tertinggi adalah keaehatan rakyat. 

Karena itulah, pria yang juga seorang lawyer ini meminta agar DPR RI segera bertindak. Dengan memanggil para petinggi BPJS Kesehatan, untuk menjelaskan alasan kenaikan iuran itu

"Saya mendesak DPR RI sebagaj representasi kedaulatan rakyat, untuk menolak perpres itu. Tak hanya itu, saya juga mendesak agar DPR memanggil para petinggi BPJS. Gelar sidang terbuka yang disiarkan secara langsung di seluruh stasiun televisi. Supaya masyarakat tahu, apa alasan dari BPJS menaikkan iuran. Serta kita juga tahu bagaimana perjuangan DPR untuk membela hak-hak rakyat, " ujarnya saat ditemui di rumahnya di kawasan perumahan elit Griya Kuantan Gonilan pada Sabtu (16/5) malam. 


Bagi anggota PERADI Kota Surakarta ini, sidang terbuka yang disiarkan secara langsung di televisi adalah bagian dari keterbukaaan informasi. Dan itu diatur oleh undang-undang. Karenanya demi transparansi manajerial di BPJS Kesehatan, Kusumo memandang bahwa DPR RI perlu mengadakan sidang khusus terkait masalah ini. 

Sebagai informasi, bahwa saat ini besaran iuran BPJS Kesehatan mengacu pada Pepres no 82 tahun 2018. Di mana besarnya iuran adalah untuk kelas I sebesar Rp. 80 ribu. Lalu kelas II Rp. 51 ribu dan kelas III Rp. 25.500. 

Tapi pada April 2020 lalu pemerintah mengeluarkan Perpres no 75/2020 yang mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Di mana ada kenaikan jumlah iuran, kelas I menjadi Rp. 160 ribu, kelas II jadi Rp 110 ribu dan kelas III jadi 42 ribu. 

Perpres ini lantas dibatalkan melalui putusan MA, karena dipandang tidak seharusnya dikeluarkan di tengah kondisi pandemi. Sehingga tarif iuran kembali ke skema awal sesuai Perpres no 82/2018.

Namun sayangnya, baru sekitar satu bulan berjalan, pemerintah mengeluarkan perpres lagi yang mengatur kenaikan jumlah iuran BPJS Kesehatan. Di mana dalam Perpres no 64/2020 ini tarif baru yang ditentukan pemerintah adalah. Kelas I jadi Rp. 150 ribu, atau turun 10 ribu dari kenaikan awal. Lalu kelas 2 jadi Rp. 100 ribu, yang berarti juga turun Rp 10 ribu dari kenaikan sebelumnya. Sedangkan kelas III baru akan naik pada Januari 2021,menjadi Rp. 35 ribu. 

Defisit anggaran disebut-sebut jadi alasan BPJS untuk menaikkan iuran. Yang mana justru menurut Kusumo hal ini tidak masuk akal. Karena selama ini BPJS hanya menampung uang para peserta, tanpa diimbangi dengan pelayanan maksimal. Sehingga kemudian banyak terjadi penunggakan pembayaran, yang akbirnya memicu defisit. 

"Benahi dulu semuanya. Karena bisa jadi defisit yang ada di BPJS karena ketidak beresan dalam manajemen. Sebab saat pelayanan yang diberikan buruk, maka maayarakat jadi enggan membayar. Dan hal inilah yang jadi pemicu defisit. Makanya yang terpenting adalah bagaimana BPJS bisa meningkatkan kembali minat bayar pesertanya. Karena kalau menaikkan iuran, justru bisa memperparah defisit, karena masyarakat bisa semakin enggan membayar," lanjut pria ynag kerap menggelar aksi demonstrasi untuk mengkritisi kebijakan publik ini. 

Karenanya pria yang tengah menyelesaikan program doktoral ilmu hukum di Unisula Semarang ini, berencana melakukan gugatan class action. Jika presiden tidak membatalkan kenaikan iuran BPJS. Baginya keadilan harus ditegakkan di tengah kondisi masyarakat yang sedang terpuruk karena pandemi. 

Ini kebijakan yang mencederai rasa keadilan. Karena itu saya berencana mengajukan class action, jika kenaikan ini tetap dijalankan," pungkas ketua Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara Republik Indonesia (LAPAAN RI) ini. //sik 




Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close