POPULER

Viral Foto Penampakan Harimau Jawa. Begini Mitos dan Fakta Terkait Keberadaannya

Viral Foto Penampakan Harimau Jawa. Begini Mitos dan Fakta Terkait Keberadaannya

WARTAJOGLO - Sebuah foto harimau yang diduga jenis harimau Jawa diposting di akun media sosial seorang peneliti Harimau Jawa, Didik Raharyono pada April 2020 lalu. 
 
Dan aktifis lingkungan dari Peduli Karnivor Jawa (PKJ) ini juga mengonfirmasi kebenaran foto tersebut. 

Kontan saja hal ini mengejutkan banyak pihak, yang meyakini bahwa raja rimba tanah Jawa itu sudah punah. 
 
Sehingga foto itupun sempat viral dan jadi buah bibir di kalangan para pecinta lingkungan dan masyarakat. 
Ilustrasi penampakan harimau Jawa di hutan Wonogiri

Didik sendiri bukanlah orang yang mengambil gambar itu. Dia mendapatkannya dari seseorang yang dirahasiakan identitasnya. 
 
Diceritakan bahwa orang tersebut mendapatkan foto dari kawasan hutan jati di dekat tempat tinggalnya. Namun untuk kepentingan riset, lokasi itu tidak akan dipublish. 

Dari keterangan Didik, foto itu diambil pada sekitar September 2018. Tapi Didik baru mendapatkannya pada Desember 2018. 

Didik sudah melakukan penelitian terkait harimau Jawa sejak tahun 1997. Dan dia yakin kalau kucing besar ini masih belum benar-benar punah. 
 
Makanya dia sangat antusias saat mendapat informasi dari foto itu.

"Saya sudah mencoba mengonfirmasi ke pemilik foto. Saya juga melakukan wawancara mendalam untuk mengidentifikasi informasi yang ada. Dan saya pastikan bahwa gambaran yang disampaikan oleh pemilik foto tersebut memang benar adanya. Sehingga saya juga berani memastikan bahwa harimau itu memang benar adanya," ujar Didik. 

Karena itulah, rencananya pada musim kemarau mendatang, Didik akan mendatangi lokasi hutan ynag dimaksud, untuk melakukan penelitian. Sedangkan foto itu sendiri sudah dilaporkan ke dinas terkait. 
Foto harimau yang berhasil diabadikan warga (Koleksi Peduli Karnivor Jawa) 

Didik berharap dengan adanya hasil foto mirip Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) ini, semua pihak dapat ikut andil menyelidiki dan meneliti keberadaannya. Juga selanjutnya untuk menyelamatkan dan melestarikannya. 

Mitos

Sosok harimau sebenarnya memang masih kerap dijumpai di kawasan hutan Jawa, salah satunya di wilayah Kabupaten Wonogiri. 
 
Di mana warga masih kerap menjumpai binatang ini berkeliaran di pinggiran hutan untuk mencari makan.

Bahkan di masyarakat pinggiran hutan Wonogiri kerap didengar cerita adanya harimau yang mengambil mayat dari komplek pemakaman. 
 
Ada yang meyakini bahwa yang dilakukan binatang itu adalah untuk mencari makan. Tapi banyak pula yang percaya bahwa apa yang terjadi adalah peristiwa gaib. 
 
Di mana harimau yang muncul adalah mahluk gaib yang datang untuk mengambil jenazah para pelaku pesugihan. 

Namun lepas dari itu, keberadaan kebun dan sawah yang berdekatan dengan hutan memang sangat memungkinkan bagi warga untuk bertemu dengan binatang-binatang liar, yang mulai turun saat hari menjelang malam. Termasuk harimau. 

Harimau-harimau itu umumnya akan turun ke wilayah desa guna mencari makan binatang ternak milik warga. 
 
Kebetulan warga sekitar hutan terbiasa menempatkan kandang kambing atau sapi milik mereka di tengah kebu,  yang jauh dari rumah. 
 
Sehingga tentu akan menjadi sasaran empuk bagi binatang buas liar penghuni hutan untuk memangsanya. 

Tak hanya itu. Dari cerita para perambah hutan atau mereka yang tengah berkemah di hutan, harimau-harimau tersebut kerap muncul untuk menghangatkan diri di dekat api unggun yang mereka buat. 
 
Namun sejauh ini mereka tidak sampai melakukan penyerangan dan melukai orang-orang itu. Sebab secara umum binatang-binatang ini tidak akan menyerang kalau dirinya tidak merasa terancam. 

Bukti lain disampaikan oleh Sugito, salah seorang perangkat Desa Girimulyo, Kecamatan Jatipurno bahwa harimau kerap memasuki wilayah desanya. 
 
Sugito sendiri tidak tahu pasti jenis harimau apa yang datang itu, namun dari laporan warganya, terkadang ukuran harimau itu sangat besar, sehingga dugaan mengarah pada jenis gembong atau harimau Jawa. 

Namun di luar itu, Sugito mengaku kerap bertemu dnegan harimau-harimau penghuni hutan di Wonogiri. Ini karena pria paruh baya ini gemar keluar masuk hutan untuk berburu. 
 
Bahkan dia berani memastikan bahwa jumlah harimau di wilayah hutan Wonogiri, yang berada di lereng Gunung Lawu bagian selatan masih banyak. 
 
Hanya saja sejauh ini dia belum pernah melihat jenis Gembong atau harimau Jawa. Kebanyakan yang dia saksikan adalah dari jenis macan tutul dan harimau kumbang (hitam). 

“Hampir tiap kali berburu saya pasti bertemu dengan harimau. Mereka bisa diketahui dari suara serta aromanya. Tapi sejauh ini mereka tidak sampai melukai karena saya juga tidak mengganggu mereka. Dan untuik jenisnya yang sering saya lihat adalah jenis tutul dan kumbang. Untuk yang loreng atau gembong saya memang belum pernah melihat, meskipun ada yang mengaku pernah melihatnya,” ungkapnya. 

Ada suara dan bau yang khas, yang menurut Sugito hanya bisa diketahui oleh mereka yang sudah terbisaa dan berpengalaman. 
 
Dan Sugito sendiri mengaku sudah sangat paham karena sejak masih remaja sudah kerap berburu dan bertemu dengan binatang buas itu. 
Perburuan harimau oleh masyarakat pada jaman dulu

Bahkan anggota Perbakin ini juga sangat paham tempat-tempat seperti apa yang sangat disukai oleh harimau. 
 
Sehingga dia akan menghindarinya saat berburu di hutan agar tidak mendapat masalah. Sebab secara alami harimau bersifat territorial. 
 
Yang berarti bahwa dia akan melindungi wilayah tempat tinggalnya dan akan menyerang siapa saja yang berani memasukinya. 

Untuk wilayah Jatipurno sendiri, Sugito menyebut bahwa kawasan hutan Plalar adalah daerah yang masih dihuni beberapa ekor harimau. 
 
Menurutnya, harimau-harimau itu dulunya kerap terlihat di sekitar Candi Singa yang memiliki vegetasi rimbun dengan pohon-pohon besar berdaun lebat. 

Candi Singa sebenarnya bukan benar-benar candi. Candi ini adalah bagian dari lereng pegunungan yang tersusun dari bebatuan keras membentuk gundukan. 
 
Bebatuan penyusun yang berbentuk lempengan mirip batu candi, menyebabkan warga sekitar menyamakannya dengan sebuah candi. 
 
Apalagi bila dilihat sepintas, wujudnya memang mirip sebuah reruntuhan candi. 

Sedangkan nama singa diambil dari keberadaan harimau yang dulu bersarang di tempat itu, yang konon pada waktu itu terbilang banyak, termasuk jenis harimau Jawa. 
 
Namun seiring perjalanan waktu, harimau-harimau itu kian tergeser keberadaannya, terlebih setelah sebuah bencana banjir bandang sempat melanda kawasan itu dan menyebabkan terjadinya perubahan struktur vegetasi di sana. 

Kini kawasan itu semakin terbuka sehingga membuat harimau-harimau yang ada memilih untuk pindah ke kawasan yang lebih tinggi dengan hutan yang lebih lebat. 
 
Namun demikian mereka masih kerap turun gunung, terutama bila kesulitan mendapatkan makanan di atas. 

“Binatang yang paling sering dimangsa sebenarnya justru anjing milik warga. Sebab secara naluri anjing-anjing itu akan berusaha menyerang harimau-harimnau itu. Sehingga akhirnya malah dibunuh dan dimangsa,” papar Sugito. 

Warga Girimulyo yang tinggal di pinggiran hutan memang banyak yang memelihara anjing untuk menjaga lahan perkebunan mereka dari serangan monyet. 
 
Ini karena lahan-lahan itu berada jauh dari desa dan berada di pinggiran hutan. Karena itulah kalau tidak dijaga akan jadi sasaran serangan monyet yang mencari makanan. 
 
Dengan keberadaan anjing penjaga, maka monyet-monyet itu tidak akan berani datang.

Selain di wilayah Jatipurno, harimau termasuk jenis harimau Jawa diduga masih hidup di wilayah hutan Wonogiri yang lain, terutama di wilayah perbatasan Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.  
 
Keberadaan goa-goa di tengah hutan serta masih lebatnya pepohonan yang tumbuh di kawasan ini diyakini menjadi habitat yang nyaman bagi harimau-harimau tersebut. 
 
Hanya saja setelah dikeluarkannya status punah pada tahun 1980an, pihak pemerintah sepertinya sudah lepas tangan untuk melakukan penelitian mendalam terkait keberadaan binatang ini. 

Padahal dari hasil penelitian para pemerhati satwa langka disebutkan bahwa harimau Jawa diduga masih ada dan belum punah. 
 
Dasar dari para peneliti ini adalah beberapa temuan berupa bekas tapak kaki harimau dnegan ukuran yang relative besar yang diyakini bekas tapak kaki harimau Jawa, serta kesaksian para penduduk di sekitar hutan. 

Salah satu data paling akurat adalah berita di sejumlah media massa terkait ditembaknya seekor harimau Jawa di wilayah hutan Kecamatan Kismantoro, Wonogiri setelah menerkam seorang warga, pada tahun 1985.

Tak hanya itu, dari kesaksian warga sekitar, selain seekor yang terbunuh, mereka sempat melihat ada harimau yang lain dengan beberapa ekor anaknya. 
 
Hal itu tentu saja bertolak belakang dengan keputusan pemerintah beberapa tahun sebelumnya, yang menetapkan binatang ini telah punah. //her

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close