TfG6TUW8BUO7GSd6TpMoTSd7GA==
,, |

Headline News

Korban Pembobolan Kartu Kredit Terus Ditagih. Pengacara Sesalkan Sikap Bank yang Tidak Menghargai Proses Hukum


Di tengah proses hukum yang sedang berjalan, korban pembobolan kartu kredit di Solo justru mendapat somasi dari bank. Hingga memantik reaksi keras dari tim pengacara korban. Dan menganggap pihak bank tidak menghargai proses hukum

WARTAJOGLO, Solo - Hampir tujuh bulan sudah, kasus pembobolan kartu kredit yang dialami LHT seorang warga Colomadu Kabupaten Karanganyar berjalan. Namun sampai saat ini seolah belum ada titik temu, akan penyelesaian kasus ini. Sebab pihak BNI 46 selaku penerbit kartu kredit masih bersikukuh bahwa tidak ada kasus pembobolan. Sehingga tetap melakukan penagihan pada LHT, yang nilainya cukup fantastis.

Seperti pernah diberitakan bahwa LHT mengaku bahwa kartu kredit miliknya dibobol dengan transasksi yang mencapai total ratusan juta rupiah. Padahal dirinya tidak pernah melakukan transasksi itu. Karena itulah dengan menggandeng pengacara dari Law Office Kusuma Putra SH, MH & Partners, LHT mengadukan kasus ini ke dua bank penerbit kartu kreditnya, yakni BCA dan BNI 46.

Tak hanya mengadu ke bank penerbit kartu kredit, tim kuasa hukum LHT yang dipimpin oleh BRM Kusumo Putro SH, MH juga membawa kasus ini ke Ditreskrimsus Polda Jateng. Agar bisa terungkap siapa pelaku pembobolan itu. Dan sampai kini kasusnya masih terus diproses dengan memanggil pihak-pihak yang terkait. 

"Pada 14 Februari 2020 kami melakukan pengaduan ke BNI 46 cabang Kota Solo. Dan katanya akan ditindaklanjuti dengan melaporkannya ke BNI pusat. Namun sampai sekarang kami belum pernah dipanggil untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Karena itulah, kami lantas membawa kasus ini ke Ditreskrimsus Polda Jateng untuk ditangani. Bahkan kami juga melaporkan masalah ini ke Bank Indonesia serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," jelas Kusumo di hadapan para wartawan pada Senin (3/8) siang. 

Dari serangkaian upaya mencari keadilan itu, sedikit titik terang sempat didapatkan LHT dari BCA. Yang mana saat ini telah menghentikan penagihan dan menutup kasus ini sejak bulan Mei lalu. 

Janggal

Namun tidak demikian dengan BNI 46. Salah satu bank BUMN ini seolah bersikukuh bahwa tidak ada yang salah dengan kartu kredit yang diterbitkannya. Sehingga tetap melakukan penagihan, baik melalui telepon, maupun debt collector

Tim kuasa hukum korban pembobolan kartu kredit saat mendatangi kantor BNI 46 Kota Solo (foto: istimewa) 
Hal inilah yang disesalkan oleh tim kuasa bukum LHT. Terlebih pada 3 Agustus 2020, sebuah surat berisi somasi dilayangkan pihak BNI 46 kepada LHT. Yang menyatakan agar LHT segera melaksanakan kewajibannya sebagai pemilik kartu kredit. Dengan disertai ancaman akan dilakukan proses hukum, bila LHT tidak memenuhi kewajiban itu. 

Surat somasi itu tentu saja memantik reaksi keras dari tim kuasa hukum LHT. Karenanya mereka langsung mendatangi kantor BNI cabang Solo. Untuk mempertanyakan maksud dari surat itu. 

Di kantor BNI rombongan ditemui bagian pengaduan atas nama Mul Hartono. Menurutnya sejauh ini pihak BNI juga sudah menjalani serangkaian proses hukum, termasuk memberikan keterangan di Polda Jateng. Dia juga menjelaskan bahwa ada tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk bisa mengeluarkan keputusan. Yang tentu tergantung kebijaksanaan dari pusat. 

"Karena itu kami diminta untuk menunggu sampai seluruh tahapan proses hukum selesai. Tapi sayangnya kenapa tagihan masih terus berjalan. Harusnya kalau nemang sedang dilakukan proses investigasi, tagihan dihentikan hingga ada keputusan hukum. Ini malah terus ditagih, bahkan malah pakai somasi segala. Yang tentu kami anggap sebagai tindakan main hakim sendiri dan tidak menghormati supremasi hukum,"urai pria yang juga anggota PERADI Kota Surakarta itu. 

Kusumo juga menjelaskan adanya kejanggalan dari sikap BNI. Di mana pada bulan Mei 2020 lalu, pihak BNI memanggil LHT dan memberikan tawaran penyelesaian hutang dengan hanya membayar pokok hutangnya, dicicil selama 36 bulan tanpa bunga. 

BRM Kusumo Putro SH,MH, menunjukkan surat tagihan yang diterima kliennya (foto: istimewa) 
"Bagi kami tawaran ini janggal. Karena kalau memang BNI merasa tidak bersalah, kenapa mereka memberi keringanan seperti itu. Padahal itu bukan bagian dari program relaksasi. Makanya kami curiga bahwa tawaran itu diajukan karena pihak BNI sebenarnya menyadari ada yang salah. Hanya saja mungkin mereka tidak mau rugi. Sehingga tetap membebankan hutang itu pada klien kami, yang pelunasannya bisa dengan cara diangsur," imbuh Kusumo. 

Bahkan Kusumo juga menjelaskan bahwa kliennya bersedia membayar seluruh tagihan yang ada. Kalau memang dirinya benar-benar terbukti melakukan transaksi, sesuai dengan nilai kerugian ynag dilaporkan. 

"Jangankan mencicil 36 bulan. Kalau memang akhirnya pihak BNI bisa membuktukan bahwa tidak ada pembobolan kartu kredit seperti yang dilaporkan. Maka dia bersedia melunaai seluruh jumlah hutang yang dimiliki. Dan bahkan akan menutup seluruh kartu kredit miliknya," tandas pria yang sedang menempuh program doktoral ilmu hukum di sebuah universitas di Kota Semarang itu. 

Karena itulah, Kusumo berharap agar kasus ini segera selesai. Dan para pelaku pembobol kartu kredit itu bisa terungkap. Sehinggaa tidak ada lagi korban-korban lain akibat kasus yang sama. 

"Supremasi hukum harus ditegakkan. Agar para korban dengan kasus yang sama tidak terus bertambah. Dan untuk pihak BNI saya juga berharap, agar menghormati proses hukum yang berjalan. Dan menghentikan tagihan hingga ada keputusan pengadilan," pungkasnya. //sik

CULTURE

Type above and press Enter to search.