POPULER

 Cake Batik di Tengah Minimnya Ikon Wisata Kota Solo

Cake Batik di Tengah Minimnya Ikon Wisata Kota Solo

WARTAJOGLO, Solo - Beragam aktifitas digelar masyarakat bersamaan dengan peringatan Hari Batik Nasional yang jatuh pada tanggal 2 Oktober. Salah satunya The Sunan Hotel Solo yang melaunching Cake Batik untuk bisa dinikmati di momen spesial perayaan ini. 

Cake Batik sendiri merupakan salah satu varian kue tart yang dihias dengan topping bermotif batik. Rasa yang lezat dengan dominasi coklat tentu menjadi andalan dari kue yang dibanderol Rp 400 ribu ini.

Cake Batik
GM The Sunan Hotel Solo, Retno Wulandari (kiri) saat mengenalkan Cake Batik

"Ini adalah hasil kreatifitas bersamaan dengan peringatan Hari Batik Nasional. Diameternya 30 cm dan bisa dipesan untuk hantaran atau dinikmati bersama orang-orang tercinta," jelas Retno Wulandari, General Manager The Sunan Hotel Solo saat memperkenalkan Cake Batik pada Jumat (1/10) sore.

Cake Batik mungkin bisa disebut sebagai salah satu daya tarik yang diciptakan managemen The Sunan Hotel Solo untuk bisa menarik tamu untuk datang. Sebab tidak bisa dipungkiri bahwa situasi pandemi memang cukup membuat dunia perhotelan dan pariwisata terimbas. Terlebih bila tidak memiliki satu daya tarik khusus yang berbeda, yang bisa membuat orang terpikat untuk datang.

Hal ini pula yang dibahas dalam acara Tea Talk usai pengenalan Cake Batik. Dalam acara itu dihadirkan Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Solo, Agung Setyodinoto, lalu Ketua Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies (ASITA) Solo, Pri Siswanto serta penyanyi dan penulis lagu Rindu Solo, Elizabeth Sudira.

Dari serangkaian diskusi santai yang berjalan ditemukan satu masalah utama yang menjadi penyebab masih rendahnya tingkat kunjungan wisata ke Kota Solo. Di antaranya kurang adanya pertunjukan-pertunjukan malam yang bisa dinikmati oleh pengunjung serta tidak adanya satu tempat ikonik yang bisa membuat pengunjung ingin datang kembali.

"Saat usai makan malam, biasanya para wisatawan yang berkunjung ke suatu tempat akan mencari hiburan. Tentunya yang khas dari tempat itu. Nah di Solo ini mereka tidak bisa menemukan hal itu. Jadi ujung-ujungnya habis makam malam ya nggak ngapa-ngapain lagi," ujar Agung.

Tea Talk
Elizabeth Sudira (baju kuning) memaparkan tentang minimnya ikon wisata di Kota Solo

Sementara Elizabeth Sudira lebih banyak memandang dari aspek seni dan budaya. Dia menyoroti minimnya hal-hal ikonik yang bisa membuat orang selalu terkenang akan Kota Solo dan ingin kembali lagi. 

"Kita punya gedung wayang orang Sriwedari yang selalu menampilkan pertunjukan. Hal seperti ini harusnya diperbanyak. Misalnya pertunjukan-pertunjukan kesenian malam lainnya yang membuat orang selalu ingin datang ke Solo. Bahkan kalau perlu di bandara juga diputar lagu-lagu terkait Kota Solo. Sehingga saat datang ke kota ini para pengunjung punya memori tersendiri," ungkapnya. 

Di penghujung diskusi disimpulkan bahwa perlu adanya keseriusan dari pihak-pihak terkait, dalam hal ini Dinas Pariwisata untuk melakukan gebrakan agar slogan Kota Solo sebagai Kota Seni dan Budaya bisa diwujudkan. Sehingga tidak tertinggal jauh dari Jogjakarta yang selalu banyak didatangi wisatawan. //Bang

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close