POPULER

Keras. Reaksi Paundrakarna Terkait Suksesi Pura Mangkunegaran

Keras. Reaksi Paundrakarna Terkait Suksesi Pura Mangkunegaran

WARTAJOGLO, Solo - Aroma perpecahan di Pura Mangkunegaran Solo semakin tercium, setelah Wedhana Satrio Pura Mangkunegaran KRMT Lilik Priarso Tirtodiningrat menyinggung pengganti KGPAA Mangkunegoro IX.

Lilik beberapa hari lalu menyebut, calon pengganti KGPAA Mangkunegoro IX mestinya putra laki-laki dari permaisuri. Dari pernyataan ini tentulah tidak ada lagi sosok dimaksud selain Gusti Pangeran Haryo (GPH) Bhre Cakrahutomo Wirasudjiwo. Yang menjadi putra mahkota.

Keputusan ini sontak memantik beragam reaksi, karena dipandang agak tergesa-gesa. Bahkan reaksi keras langsung datang dari salah satu kandidat penerus tahta Mangkunegaran juga, yakni GPH Paundrakarna Jiwasuryonagoro.

Pura Mangkunegaran

Paundra yang notabene putra tertua dari mendiang KGPAA Mangkunegoro IX selama ini banyak dijagokan menjadi penerus tahta. Dukungan terkuat tentu dari masyarakat luar keraton, yang melihat kiprah Paundra dalam hal seni budaya sudah tidak perlu diragukan lagi.

Namun karena urusan penerus tahta merupakan ranah domestik, yang pihak luar tidak bisa ikut campur, hal ini agaknya menyulitkan posisi Paundra. Terlebih dengan aturan bahwa yang menjadi penerus adalah putra dari permaisuri. Hal itu jelas menutup peluang Paundra untuk menduduki tahta Mangkunegaran.

Meski merupakan putra tertua dari mendiang Mangkunegoro IX, namun Paundra bukanlah putra dari permaisuri. Dia lahir sebelum sang ayah naik tahta, dan kebetulan juga saat itu ayah dan ibunya bercerai. Sehingga kemudian Mangkunegoro IX menikah lagi dengan GKP Prisca Marina Yogi Supardi, yang lantas diangkat sebagai permaisuri.

Reaksi keras dari Paundra terkait penunjukkan ini tertuang dalam komentarnya di akun instagram sebuah media pemberitaan di Kota Solo. Yang mengangkat tema sosok Bhre Cakrahutomo, sebagai pewaris tahta Mangkunegaran.

Di situ Paundra melalui akun @gphpaundrakarna1 mengungkapkan semua kekesalannya terkait keputusan ini. Bahkan dia juga menyebut sosok Bhre sebagai boneka dari sang ibu yang disebutnya mengalami post power syndrome.

"Karena Bhre adalah Boneka Ibunya dan juga Settingan Ibunya yang berambisi ingin berkuasa terus mba',Ibunya Bhre itu Post Power Syndrome, gila harta, gila hormat, gila kuasa, gila sembah dan lupa diri/ngga' sadar diri, Dia Bangsawan palsu, Sejarah asal-usul keluarganya tidak ada Bukti-Bukti/Fiktif,, Ibunya Bhre ngaku-ngaku trah dari Kraton HB Yogyakarta dan juga tidak ada Bukti-Bukti, Saya tidak bisa mendukung Bhre karena Bhre dimanfaatkan oleh  Ibunya dan Bhre dipengaruhi/ dikendalikan oleh Ibunya dan membuat saya makin membenci dan marah pada Ibunya Bhre karena Ibunya adalah pembuat ulah, perusak tatanan Mangkunegaran, trouble maker, disaster dan jelas-jelas bukanlah Ratu yang seharusnya dan bukan pula Pribadi yang baik, Tugas dia sebagai Ibu Tiri untuk saya dan adik saya saja sudah gagal Total," tulis Paundra.

Tangkapan layar komentar pedas Paundrakarna di instagram @solopos

Tak cuma menyinggung ibu tirinya, Paundra juga menyebut sosok yang disebutnya dengan nama 'Mo Lik', yang menuju pada sosok Wedhana Satrio, Lilik Priarso.

“Mo Lik’ yang baik,,saya minta janganlah Mo Lik mencampuri urusan Intern kami/keluarga Mangkunegoro nggih,, Lebih baik Mo Lik’ membuka semua Aibnya Ibu tiri saya yang selama ini Mo Lik’ simpan Bukti-Buktinya dan Mo Lik’ rahasiakan! Sekian,,”.

Di kolom komentar unggahan itu juga tampak ikut sosok ibunda Paundrakarna, Sukmawati Soekarnoputri. Melalui akun @sukmawatisukarnoputri dia menyebut bahwa Paundra adalah sosok yang direstui mendiang Presiden Soekarno.

"Yg direstui olh Alm Presiden Dr Ir Sukarno dan Alm MN VIII adalah GPH Paundrakarna putera pertama dan sangat menyatu dengan seni budaya MN dan Solo..”.

Terkait komentar pedas ini, dari pihak Bhre maupun Pura Mangkunegaran belum ada tanggapan.

Polemik di tubuh sebuah kerajaan jelang pergantian pemimpin memang kerap terjadi.

Di Kota Solo sendiri polemik yang berujung konflik berkepanjangan juga terjadi, yakni di Keraton Surakarta Hadiningrat. Bahkan konflik ini sudah berlangsung sejak 2004. Dan meski sekarang sudah relatif reda, namun pergolakan di dalamnya masih belum benar-benar hilang.

Karena itulah budayawan kota Solo, RMT Surodjo menyebut perlunya sebuah musyawarah dengan semua pihak dalam menyelesaikan permasalahan seperti ini.

"Sebelum masalah ini muncul, saya sudah pernah menyampaikan perlunya untuk merangkul semua pihak untuk bermusyawarah. Dalam hal ini adalah keluarga inti. Sehingga bisa diperoleh keputusan yang benar-benar baik untuk semua," jelasnya saat dihubungi Sabtu 22 Januari 2022.

Surodjo melihat bahwa apa yang dilakukan Paundra adalah reaksi yang muncul karena tidak adanya komunikasi yang baik di dalam tubuh Pura Mangkunegaran. Sehingga dia seperti merasa tidak pernah dilibatkan dalam penentuan keputusan ini.

"Saya pernah mengatakan jangan sampai tergesa-gesa menyebutkan bahwa nama penerus tahta Mangkunegaran sudah mengerucut pada satu sosok. Tapi sepertinya pihak Mangkunegaran sudah tergesa-gesa untuk segera mengumumkannya. Kalau sudah begini, bisa saja Paundra melakukan 'perlawanan'. Dan itu tidak baik untuk kelangsungan Pura (Mangkunegaran),"  lanjutnya.

Karena itu pria yang juga salah satu pengurus di Forum Budaya Mataram ini berharap agar masalah ini tidak berlarut-larut, dan bisa segera diselesaikan. Tentunya dengan musyawarah keluarga inti Pura Mangkunegaran. //Rad

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close