POPULER

Ngeri, Dijadikan Tumbal Pesugihan, Pria Ini Diserang Buto Ijo Hingga Lumpuh

Ngeri, Dijadikan Tumbal Pesugihan, Pria Ini Diserang Buto Ijo Hingga Lumpuh

WARTAJOGLO - Setelah disuruh mengambil sebuah benda di makam keramat. Wiryo (bukan nama sebenarnya) bermimpi didatangi mahluk gaib menyeramkan, yang kemudian menyiksanya hingga lumpuh.

Ya, sudah hampir tiga tahun ini pria paruh baya asal Sukodono, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah ini jadi bunga ranjang.

Penyakit lumpuh yang dideritanya, nyaris membuatnya tidak mampu melakukan aktifitas secara normal. Bahkan, jangankan bangkit dari tempat tidur, untuk sekedar menggerakkan bagian tubuhnya saja dia sudah kesulitan.

Oleh dokter, Wiryo divonis menderita gangguan syaraf serta stroke. Masalah tekanan darah tinggi yang sudah dideritanya sejak masih muda, disebut-sebut sebagai salah satu pemicu penderitaannya.

Ilustrasi ritual pesugihan

Sehingga akhirnya pembuluh darahnya yang mengarah ke otak pecah, dan memicu berbagai gangguan syaraf termasuk kelumpuhan total.

Namun di luar diagnosa medis tersebut, Wiryo meyakini bahwa penderitaan yang dialaminya justru terkait dengan sesuatu yang bersifat irrasional.

Dia menduga bahwa penyakitnya disebabkan oleh gangguan mahluk halus. Yakni Buto Ijo yang selama ini dipuja oleh majikannya.

Dugaan ini sendiri muncul karena terkait dengan perintah majikannya sebelum dirinya sakit. Saat itu tiba-tiba saja Toni, sang majikan menyuruhnya untuk mengambil sebuah bungkusan kain mori yang di dalamnya berisi tanah.

Benda itu sendiri sebelumnya sudah diletakkan Toni di sebuah makam di daerah Selogiri, Wonogiri. Dan kebetulan saat itu Wiryo lah yang mengantarkan Toni ke tempat itu. Sehingga kemudian dengan alasan kesibukan, akhirnya Toni menyuruh Wiryo mengambilnya.

Sebagai seorang pengusaha kain, Toni memang kerap menempuh langkah spiritual demi menunjang usahanya. Termasuk melakukan berbagai bentuk ritual di tempat-tempat keramat.

Dan untuk itu, Wiryo lah yang kerap menemaninya. Karena selama ini dia bekerja sebagai sopir pribadi Toni. Sehingga ke manapun Toni pergi, Wiryo selalu mengantarnya.

Pun termasuk saat mendatangi seorang paranormal asal Wonogiri yang menuntunnya, untuk memelihara Buto Ijo.

Kepada sang paranormal, saat itu Toni menginginkan agar usahanya cepat maju. Sebab belakangan persaingan semakin ketat, karena banyak pengusaha-pengusaha baru yang muncul.

“Saya tidak tahu bagaimana perintah dukun itu kepadanya (Toni). Yang pasti setelah pertemuan itu, beberapa hari kemudian saya diajak lagi ke Wonogiri, tepatnya di wilayah Sendang Ijo. Di situ Pak Toni tampak melakukan ritual di sebuah makam yang saya lupa namanya. Dan setelah hampir satu jam kemudian, dia keluar dan mengajak pulang,” kenang Wiryo seperti dikutip dari Majalah LIBERTY edisi Januari 2015.

Umpan Pesugihan

Selang tiga hari kemudian, saat hendak pulang kerja, tiba-tiba Toni memanggilnya. Toni menyuruhnya untuk datang lagi ke makam di Sendang Ijo, tempat di mana Toni melakukan ritual tiga hari lalu. Dan untuk itu, Toni memberikan uang transport Rp. 500 ribu.

“Sebenarnya saat itu saya agak kebeatan. Karena tempatnya jauh banget. Tapi karena Pak Toni memberi saya uang 500 ribu, akhirnya saya berangkat. Saya berpikir bahwa uang itu cukup banyak kalau hanya sebatas buat transport. Karena kalau dihitung-hitung, pergi ke sana pulang pergi paling banyak cuma habis bensin 3 liter,” jelas Wiryo.

Dengan sepeda motor miliknya, Wiryo berangkat ke makam tersebut. Dari tempat kerjanya, butuh waktu sekitar satu setengah jam untuk sampai di Sendang Ijo.

Karena itulah, saat sampai di sana hari sudah menjelang gelap. Dan bersamaan dengan berkumandangnya adzan Maghrib dari sebuah masjid di dekat makam, Wiryo pun masuk ke komplek makam tersebut.

“Saya disuruh mengambil sebuah bungkusan kain mori kecil, yang isinya saya sendiri tidak tahu. Tapi kalau dilihat sepintas, sepertinya isinya tanah. bungkusan itu adalah pemberian dari dukun Pak Toni, yang kemudin dirituali dan dikubur di dekat batu nisan makam. Jadi saat itu saya harus menggali tanah makam, untuk mengambil bungkusan itu. Untunglah benda itu dikubur tidak dalam. Sehingga saya bisa dengan mudah mengambilnya, hanya dengan menggali menggunakan tangan,” ungkap pria bertubuh gendut ini.

Usai mengambil bungkusan itu, Wiryo segera meninggalkan makam. Tapi dia tidak langsung pulang, melainkan menuju ke rumah Toni di Solo.

Karena sesuai permintaan Toni, bila bungkusan itu sudah diambil, maka dia menyuruh Wiryo untuk mengantarkan ke rumahnya.

Sampai di rumah sang juragan, di sana Toni sendiri yang menyambut kedatangan Wiryo. Mereka berdua lantas berbincang sebentar di serambi rumah Toni, yang penuh dengan ornament berbahan ukiran kayu jati.

Secangkir kopi susu serta beberapa macam makanan ringan, tampak tersaji di sebuah meja berbahan bonggol kayu jati. Dan setelah menghabiskan kopinya, Wiryo pun berpamitan pulang.

“Saat pulang itu Pak Toni juga sempat memberi saya oleh-oleh kue terang bulan dengan martabak telur. Katanya buat anak-anak di rumah. Saya sih senang-senang saja, dan berterima kasih banyak kepadanya. Karena meski sudah diberi imbalan, masih juga diberi oleh-oleh,” kenangnya.

Sampai di rumah, hari sudah semakin gelap. Jarum jam dinding sudah menunjukkan pukul 9 malam lebih. Bahkan Rani istri Wiryo pun sudah tidur saat dirinya datang.

Sehingga Titin, anak bungsunya lah yang membukakan pintu. Kebetulan Titin yang duduk di bangku sebuah SMK swasta di Sragen itu sedang ada ujian. Jadi dia belajar sampai malam.

Melihat ayahnya pulang sambil membawa bungkusan martabak dan kue terang bulan, tentu hati gadis manis inipun bersuka ria. Karena dia bisa makan sambil belajar materi ujian yang akan dihadapinya besok.

Di rumahnya yang sederhana, Wiryo memang hanya tinggal bersama istri dan anak bungsunya.

Dari pernikahannya dengan Rani, dia dikaruniai empat orang anak, dua laki-laki dan dua perempuan.

Kebetulan ketiga kakak Titin sudah menikah dan tidak lagi tinggal bersama dirinya. Sehingga kini hanya dia yang masih menemani kedua orang tuanya.

Sekotak martabak dan kue terang bulan sudah hampir habis dinikmati Wiryo bersama istri dan anaknya. Dan saat malam sudah semakin larut, ketiganyapun mulai beranjak tidur.

Wiryo dan Rani berangkat tidur lebih dulu, sedangkan Titin sekitar setengah jam kemudian.

Disiksa Buto Ijo

Malam terus merangkak menuju dini hari. Wiryo dan keluarganya sudah terlelap dan terbuai dengan mimpi masing-masing. Sampai saat tiba-tiba kelengangan suasana malam itu pecah oleh teriakan Wiryo.

Sebab tiba-tiba saja Wiryo berteriak merintih kesakitan sambil memegangi kepalanya.

Rani yang tidur di sebelahnyapun sontak kaget dan bertanya apa yang terjadi. Namun Wiryo tidak bisa menjawab apa-apa. Dia hanya terus memegangi kepalanya sambil merintih kesakitan.

Sampai kemudian dia merasa bahwa sakitnya agak reda, setelah istrinya memberinya obat sakit kepala. Wiryo pun lantas kembali tidur, dan semua sepertinya sudah kembali tenang.

Namun saat mentari pagi menyembulkan wajahnya, kepanikan di rumah Wiryo kembali terjadi. Sebab tiba-tiba saja WIryo tidak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali. Dia jadi lumpuh.

Dengan dibantu beberapa tetangganya, Wiryo kemudian dibawa ke rumah sakit Sragen. Pihak rumah sakit kemudian memvonis Wiryo menderita stroke dan harus menjalani perawatan.

Tapi, meski sudah dirawat beberapa hari dan menghabiskan banyak biaya, agaknya tidak ada perkembangan yang signifikan pada kondisi Wiryo.

Sehingga pihak keluarga memutuskan untuk membawanya pulang, untuk dilakukan rawat jalan.

Wiryo akhirnya memang lumpuh. Namun dia tidak putus asa. Beberapa upaya terapi alternatif ditempuhnya.

Dan dari salah seorang ahli terapi inilah, dia mendapatkan informasi terkait hubungan penyakitnya dengan laku pesugihan majikannya.

“Pada awalnya saya sempat tidak percaya dengan dugaan itu. Tapi setelah saya pikir-pikir, agaknya dugaan dari Pak Gono (ahli terapi) ada benarnya juga. Sebab tepat pada malam saya terserang penyakit itu, saya bermimpi sangat mengerikan. Saya merasa sedang didatangi sesosok mahluk bertubuh tinggi besar mirip gorilla, yang memaksa saya untuk ikut dengannya,” kenang Wiryo.

“Dan karena saya tidak mau, mahluk itu lantas memaksa saya. Saya dihajar hingga terjatuh. Lalu rambut saya dijambak dan tubuh saya diseret menuju ke sebuah tempat. Dan saat dijambak itulah saya merasakan kepala saya sakit sekali hingga akhirnya terbangun. Dan pukulan di sekujur tubuh yang saya dapatkan, memang membuat tubuh saya lemas tak berdaya. Yang ternyata akibatnya adalah saya jadi lumpuh,” lanjutnya.

Meski mulai menyadari kalau dirinya kemungkinan adalah tumbal dari pesugihan sang majikan. Namun hal itu tidak membuat dirinya menuntut Toni.

Sebab dirinya tidak memiliki bukti apapun terkait hal ini. Apalagi selama menjalani perawatan di rumah sakit, seluruh biaya perawatan ditanggung oleh Toni.

Bahkan dalam kondisi lumpuh dan tidak bekerja, seperti saat ini, Toni tetap tidak memecatnya. Sehingga tiap bulan dia masih mendapatkan gaji pokok, meski jumlahnya hanya sedikit.

“Kalau dari aturan perusahaan, setahun lagi saya sudah masuk masa pensiun. Jadi kemungkinan Pak Toni memang sengaja tidak memecat saya sampai saat pensiun nanti. Apalagi saya sudah bekerja di sana sejak masih dipimpin Ayahnya Pak Toni. Jadi mungkin sudah hampir 40 tahun. Makanya kemudian saya tetap ditanggung perusahaan,”  jelasnya.

Kini dengan kondisi yang dialami, Wiryo berharap agar bisa segera sembuh dari penyakitnya.

Selain itu dia juga berharap agar Toni segera sadar dan meninggalkan ritual pesugihan yang dijalaninya. Sebab bukan tidak mungkin, suatu saat dia sendiri yang akan jadi korban dari mahluk gaib pesugihan itu.

“Saya sudah pernah mengingatkan, kalau bisa jangan mencari pesugihan. Sebab resikonya sangat besar. Dan bukan tidak mungkin akan menimpa dia sendiri dan keluarganya. Tapi sepertinya dia sudah gelap mata. sehingga nasihat saya seperti tidak didengarkan lagi. Dan bahkan sepertinya saya sendiri yang akhirnya ditumbalkan,” pungkas Wiryo.//Rad

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close