WARTAJOGLO, Solo - Puluhan santriwan dan santriwati dari berbagai pondok pesantren di wilayah Kota Solo dan sekitarnya mengikuti upacara bendera pada puncak Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2022 yang jatuh pada tanggal 22 Oktober 2022, di halaman Balai Kota Siurakarta.
Mereka berbaur dengan para tokoh masyarakat yang termasuk Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka.
Sebuah pesan mendalam disampaikan Gibran dalam akun Twitternya pada peringatan hari santri tahun ini.
"Dalam memperingati Hari Santri Nasional, mari kita jadikan momentum ini sebagai upaya untuk lebih mengingat, mengenang, dan meneladani para santri dalam menegakkan kemerdekaan Indonesia yang bersama-sama berjuang untuk mempertahankan NKRI," tulisnya.
Upacara peringatan Hari Santri kali ini mengangkat tema "Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan", yang maksudnya santri dalam kesejarahannya senantiasa selalu terlibat aktif dalam
setiap fase perjalanan bangsa Indonesia.
Upacara peringatan Hari Santri di halaman Balai Kota Surakarta |
"Ketika Indonesia memanggil, santri tidak pernah mengatakan tidak. Santri dengan berbagai latar belakangnya siap sedia mendharma baktikan hidupnya untuk bangsa dan negara Indonesia," jelas H. Ahmad Faruq, M.Hi, selaku sekretaris PCNU Kota Surakarta.
Dalam upacara tersebut. bertindak selaku inspektur upacara, adalah Ketua FKUB sekaligus Ketua PCNU Kota Surakarta, HM. Mashuri.
Selain melakukan pengibaran bendera merah putih, dalam upacara tersebut dilakukan pembacaan ikrar santri.
"Penetapan 22 Oktober tersebut merujuk pada tercetusnya "Resolusi Jihad" yang berisi fatwa kewajiban berjihad demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia," ujar Mashuri dalam amanatnya yang membacakan pesan tertulis dari Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas.
Resolusi Jihad kemudian melahirkan peristiwa heroik tanggal 10 Nopember 1945 yang diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Penetapan Hari Santri sendiri merujuk pada Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 yang menetapkan
tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri.
Dan sejak ditetapkan pada tahun 2015, setiap tahun para santri rutin menyelenggarakan peringatan Hari Santri secara serentak, yang diisi dengan berbagai acara.
Dalam amanat tertulisnya, Menteri Agama juga banyak menjabarkan terkait sejarah kiprah santri di tanah air.
"Saat Indonesia masih dijajah, santri turun ke medan laga berperang melawan penjajah menggunakan senjata bambu runcing yang terlebih dahulu didoakan oleh Kyai Subchi Parakan Temanggung, sehingga membuat santri tak gentar melawan musuh," ungkapnya.
Di Surabaya, Resolusi Jihad yang digelorakan Hadratusyech KH.Hasyim Asy'ari membakar semangat pemuda pemuda Surabaya melawan Belanda.
Di Semarang, ketika pecah pertempuran lima hari, para santri juga turut berada di garda depan perjuangan. Di tempat lainnya juga sama, selalu terlibat aktif dalam peperangan melawan penjajah.
Pada masa ketika Indonesia sudah memproklamirkan diri sebagai negara yang merdeka, santri juga tidak pernah absen.
"KH. Wahid Hasyim, ayah dari KH Abdurrahman Wahid merupakan salah satu santri yang terlibat aktif dalam pemerintahan di awal kemerdekaan. Bersama santri santri yang lain dan tokoh tokoh agama, KH.Wahid Hasyim turut memperjuangkan kemaslahatan umat di Indonesia," lanjutnya.
Pasca kemerdekaan Indonesia, santri lebih semangat memenuhi panggilan ibu pertiwi. Mereka tidak asyik dengan dirinya sendiri, namun aktif juga di dunia perpolitikan, pendidikan, sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan dan agama.
Catatan tersebut menunjukkan, bahwa santri dengan segala kemampuannya bisa menjadi apa saja. Oleh karena itu mengasosiasikan santri hanya dengan bidang ilmu agama saja tentunya tidaklah tepat.
Santri telah merambah ke berbagai bidang profesi. Memiliki keahlian bermacam macam, bahkan juga menjadi pemimpin negara.
Meski bisa menjadi apa saja, santri tidak melupakan tugas utamanya yakni, menjaga agama itu sendiri. Santri selalu mengedepankan nilai-nilai agama dalam setiap perilakunya.
Sebab bagi para santri, agama adalah mata air yang selalu mengalirkan inspirasi-inspirasi untuk menjaga dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan.
Menjaga martabat kemanusiaan adalah salah satu tujuan diturunkannya agama di muka bumi. Sebab tidak ada satu pun agama yang menyuruh pemeluknya untuk melakukan tindakan yang merusak harkat dan martabat manusia.
Sebagai insan yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai agama, santri selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Santri senantiasa berprinsip bahwa menjaga martabat kemanusiaan adalah esensi ajaran agama. Apalagi di tengah kehidupan Indonesia yang sangat majemuk.
"Bagi santri, menjaga martabat kemanusiaan juga berarti menjaga Indonesia," tandasnya. //Her