TfG6TUW8BUO7GSd6TpMoTSd7GA==
,, |

Breaking News

"Transitory Nature of Earthly Joy", Refleksi Ketidakkekalan Alam Semesta dalam Karya Seni Albert Yonathan Setyawan

WARTAJOGLO, Solo - Ketidakkekalan alam semesta telah lama menjadi inspirasi bagi banyak seniman, termasuk Albert Yonathan Setyawan. 

Mengambil inspirasi dari konsep ini, Yonathan menuangkannya dalam sebuah karya seni bertema "Transitory Nature of Earthly Joy". 

Melalui proyek terbarunya di Tumurun Museum Kota Solo, Yonathan mengeksplorasi gagasan tentang transisi, transformasi, ketidakkekalan, dan materialitas tanah liat.

Yonathan dengan salah satu karyanya yang dipamerkan di Tumurun Museum Solo

"Saya melihat bahwa ketidakkekalan yang menyebabkan terjadinya perubahan bentuk itu merupakan sebuah karya seni tersendiri. Dan saya coba mewujudkan hal itu mellaui karya-karya saya," jelas Yonathan dalam pembukaan pameran tunggalnya di Tumurun Museum Solo pada Jumat 7 Juni 2024.

Pameran ini berlangsung dari tanggal 8 Juni 2024 hingga 12 Januari 2025, menampilkan 12 karya. 

Dari jumlah tersebut, 9 karya merupakan instalasi yang terbuat dari tanah liat mentah, tanah kompos, benih, tanaman, dan bahan organik lainnya. Sedangkan 3 karya lainnya adalah instalasi keramik (terakota). 

Judul pameran ini mengacu pada konsep perubahan bentuk yang dipengaruhi oleh kondisi alam, yang pada akhirnya mengubah wujud dari keadaan awal, menjadi sesuatu yang kurang permanen dan tidak dapat diprediksi.

Instalasi tanah liat mentah dan bahan organik dalam pameran ini menonjolkan sifat ketidakkekalan. 

Sebab karya-karya tersebut secara perlahan berubah bentuk, mencerminkan sifat sementara dan fana dari material organik. 

Hal ini sangat kontras dengan tujuan pembuatan keramik yang biasanya mengarah pada kualitas bahan yang 'permanen' baik dari segi teknis maupun estetika.

"Saya memang mencoba berpikir out of the box dari pandangan yang selama ini dipegang oleh para seniman, yang berorientasi pada hasil akhir yang sempurna. Yang mana di sini kita tidak pernah tahu bagaimana hasil akhir yang akan kita dapatkan. Karena itulah jangka waktu pameran ini sangat panjang, sehingga pengunung bisa melihat perkembangan yang terjadi dari waktu ke waktu," ungkapnya.

Proyek ini bermula pada tahun 2016 ketika Yonathan mulai bereksperimen dengan menanam benih di dalam tanah liat mentah yang belum dibakar, dengan menambahkan tanah kompos dan bahan organik lainnya. 

Dalam karya ini, benda-benda yang biasanya dibuat agar tahan lama disandingkan dengan bahan-bahan yang tidak akan bertahan lama dan akan terus berubah seiring berjalannya waktu. 

Meski dalam kondisi yang tidak alamiah, beberapa benih bertunas dan tumbuh, mengubah bentuk obyek secara tidak terduga. 

Yonathan terkesima dengan hasil yang tidak dapat diprediksi ini, yang juga mencerminkan ketegangan yang dialami banyak seniman mono-material dalam berinteraksi dengan medium mereka.

Dalam proyek ini, Yonathan mengurangi keterlibatannya dan meminimalkan kendalinya atas bentuk akhir karyanya. 

Keadaan final dari instalasi tersebut sulit ditentukan, karena sebagian benih dan tanaman mungkin akan terus tumbuh dan berubah bentuk, sedangkan sebagian lainnya mungkin akan mati dan membusuk. Ini menciptakan perubahan bertahap selama pameran enam bulan.

"Seiring berjalannya waktu tanaman yang tumbuh akan terus berkembang. Hal ini akhirnya akan menciptakan perubahan bentuk di mana akar tanaman akan membuat tanah liat retak, atau bahkan ada pula tanaman yang justru mati," terang Yonathan.

Obyek-obyek yang ditampilkan merupakan replika dari benda-benda yang berkaitan dengan praktik mendirikan altar yang biasa ditemukan di kuil atau candi Buddha. 

Beberapa di antaranya adalah replika guci yang digunakan untuk menyimpan abu jenazah setelah proses kremasi. 

Yonathan memilih benda-benda ini karena mereka melambangkan kepercayaan akan akhirat dan hubungan antara dunia kita dengan dunia nenek moyang atau roh.

"Salah satu benda berbentuk guci penyimpanan abu jenazah. Ini terinspirasi dari tempat penyimpanan abu jenasah ibu saya. Di mana di situ ada pelajaran bahwa proses meninggalnya mahluk hidup hingga kemudian dikremasi menjadi abu, merupakan wujud dari ketidakkekalan yang terjadi di alam semesta," kenang Yonathan.

Tema "Transitory Nature of Earthly Joy" mencerminkan kontras antara ketahanan abadi dan kefanaan.

Dan pameran ini merupakan refleksi puitis tentang hakikat keberadaan manusia melalui eksplorasi materialitas tanah liat. 

Dengan memadukan benda-benda yang melambangkan keabadian dengan bahan-bahan yang fana, Yonathan mengajak kita merenungkan ketidakkekalan kehidupan dan transformasi yang terus-menerus terjadi di alam semesta. 

Melalui karyanya, Yonathan berhasil menangkap esensi ketidakkekalan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari eksistensi kita di dunia ini. //Sik

Type above and press Enter to search.