Cover Lontar Sritanjung |
WARTAJOGLO, Banyuwangi - Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) telah menetapkan Naskah Lontar Sritanjung sebagai Ingatan Kolektif Nasional (Ikon), sebuah pengakuan penting yang menegaskan bahwa naskah ini merupakan bagian dari peradaban bangsa yang harus dilestarikan.
Naskah ini berisi kisah legendaris tentang Sri Tanjung, sosok yang melegenda di wilayah Banyuwangi, Jawa Timur.
Keputusan ini menempatkan Lontar Sritanjung dalam posisi sentral di antara karya-karya sastra Nusantara yang kaya akan nilai-nilai budaya dan sejarah.
Lontar Sritanjung sendiri bukan sekadar karya sastra biasa, melainkan sebuah puisi liris yang tersusun dalam bentuk tembang atau lagu tradisional, yang dahulu sering dilantunkan dalam berbagai ritual adat.
Isi naskahnya memuat cerita mengenai Sri Tanjung, seorang wanita yang diabadikan dalam legenda masyarakat Banyuwangi.
Kisah ini sarat akan pesan moral, kesetiaan, dan keadilan, serta menyimpan makna filosofis yang dalam.
Naskah ini diyakini telah diwariskan secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya di kalangan masyarakat Banyuwangi, menjadikannya salah satu bentuk warisan budaya takbenda yang hidup hingga kini.
Menurut para peneliti, lontar ini tidak hanya merepresentasikan budaya Banyuwangi atau Jawa saja, tetapi juga memperlihatkan adanya interaksi antarbudaya, seperti pengaruh Bali dan berbagai budaya lain di Indonesia.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran Lontar Sritanjung dalam menyatukan berbagai aspek budaya Nusantara.
Sebagai naskah sastra, Lontar Sritanjung pernah memiliki peran penting dalam ritual pelantunan tembang di tengah masyarakat tradisional Banyuwangi.
Tembang ini bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari prosesi sakral yang menghubungkan masyarakat dengan nilai-nilai luhur dan keyakinan mereka.
Dalam tradisi Jawa dan Bali, naskah-naskah lontar seperti ini sering dijadikan panduan spiritual dan moral, di mana setiap kata dan larik puisi memiliki makna simbolis yang mendalam.
Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara, Agus Suyoto, menegaskan pentingnya aktualisasi naskah Lontar Sritanjung setelah penetapannya sebagai Ikon.
Lontar Sritanjung, Warisan Sastra Banyuwangi yang Diakui sebagai Ingatan Kolektif Nasional https://t.co/mRZwdU0ov6
— 🇼🇦🇷🇹🇦🇯🇴🇬🇱🇴 (@wartajoglo) September 20, 2024
Menurutnya, langkah ini penting agar naskah tersebut tidak hanya diingat sebagai artefak sejarah, tetapi juga tetap hidup dalam ingatan masyarakat.
"Jika orang mendengar nama Banyuwangi, mereka akan teringat dengan cerita-ceritanya," ungkap Agus dalam keterangannya di Banyuwangi.
Penetapan Naskah Lontar Sritanjung sebagai bagian dari Ikon bukanlah akhir dari proses pelestarian.
Sebaliknya, hal ini menjadi awal dari upaya lebih lanjut untuk mengaktualisasikan naskah tersebut dalam kehidupan masyarakat modern.
Tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana naskah ini dapat tetap relevan dan melekat di ingatan masyarakat, terutama generasi muda yang semakin jauh dari tradisi lisan dan tulisan kuno.
Langkah-langkah seperti digitalisasi, pementasan cerita Sri Tanjung dalam bentuk seni pertunjukan modern, atau bahkan adaptasi dalam bentuk media populer seperti film atau animasi, dapat menjadi cara yang efektif untuk memperkenalkan kembali kisah ini kepada masyarakat luas.
Selain itu, perlu ada upaya edukasi yang berkelanjutan, baik di sekolah-sekolah maupun melalui kegiatan budaya, untuk memastikan bahwa warisan ini tidak hilang di tengah arus globalisasi.
Lontar Sritanjung mengandung berbagai nilai budaya yang penting untuk dipahami.
Pertama, cerita ini merupakan refleksi dari konsep kesetiaan dan keadilan dalam budaya Jawa.
Sri Tanjung, yang difitnah oleh pihak-pihak yang iri dan curiga, tetap teguh pada prinsip moralnya hingga akhirnya kebenaran terungkap melalui simbol air yang harum.
Hal ini mengajarkan tentang kebenaran yang pada akhirnya akan selalu muncul, meski terkadang harus melewati proses yang menyakitkan.
Kedua, naskah ini juga mencerminkan hubungan antarbudaya yang ada di Nusantara, khususnya antara Jawa dan Bali.
Pengaruh Bali dapat terlihat dalam beberapa aspek gaya sastra dan tembang yang digunakan dalam lontar ini.
Di sisi lain, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya juga memperlihatkan adanya pengaruh Hindu dan Buddha yang kuat dalam kehidupan spiritual masyarakat pada masa itu. //Rad