TfG6TUW8BUO7GSd6TpMoTSd7GA==
,, |

Headline News

Mengungkap Makna Hari Raya Galungan dan Tradisi yang Menyertainya

Perayaan Galungan oleh umat Hindu Bali

WARTAJOGLO - Hari ini Rabu 25 September 2024, umat Hindu terutama di Bali merayakan Hari Raya Galungan.

Hari Raya Galungan bukan hanya sekadar perayaan agama, tetapi juga menjadi momen penting dalam menjaga harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan. 

Galungan dirayakan setiap 210 hari sekali, berdasarkan kalender pawukon Bali, dan memperingati kemenangan Dharma (kebaikan) atas Adharma (kejahatan). 

Selama perayaan ini, umat Hindu melakukan berbagai ritual dan tradisi yang memiliki makna spiritual mendalam. 

Tradisi seperti Penjor, Mekotek, Penyucian Diri, dan Ngejot memperkaya makna spiritual perayaan ini, sekaligus menjadi cerminan nilai-nilai sosial dan budaya yang masih dijaga oleh masyarakat Bali hingga saat ini. 

Berikut adalah beberapa tradisi utama yang dilakukan selama Hari Raya Galungan, beserta makna dan tujuan dari masing-masing tradisi:

Penjor: Simbol Kemakmuran dan Syukur

Penjor adalah tiang bambu besar yang dihias dengan janur, buah-buahan, bunga, dan hasil bumi. Tiang ini dipasang di depan rumah-rumah umat Hindu selama Galungan. 

Penjor memiliki makna sebagai simbol Gunung Agung, yang dianggap sebagai sumber kehidupan dan kekuatan spiritual di Bali. 

Hiasan-hiasan yang dipasang di penjor melambangkan rasa syukur atas rezeki yang diberikan oleh Sang Hyang Widhi (Tuhan).

Tradisi ini melambangkan kesejahteraan dan berkat Tuhan serta sebagai wujud persembahan untuk alam dan Sang Hyang Widhi atas hasil bumi yang melimpah.

Ritual Melukat: Penyucian Diri

Sebelum Galungan, umat Hindu menjalani ritual melukat atau penyucian diri dengan air suci di pura atau mata air. 

Ritual ini memiliki makna pembersihan jiwa dan raga dari segala dosa dan hal-hal negatif. Proses penyucian diri ini dianggap penting untuk menyiapkan diri secara spiritual dalam menyambut Galungan.

Tujuan dari ritual ini adalah untuk menghilangkan kotoran spiritual, membersihkan pikiran, dan mempersiapkan diri untuk menerima berkah selama Galungan.

Hari Penyekeban, Penyajaan, dan Penampahan: Persiapan Spiritual dan Material

Beberapa hari sebelum Galungan dikenal dengan istilah Hari Penyekeban, Penyajaan, dan Penampahan, yang masing-masing memiliki makna tersendiri:

- Hari Penyekeban (3 hari sebelum Galungan) adalah waktu untuk merendam pisang yang akan digunakan sebagai persembahan, melambangkan kesabaran dan kesederhanaan.

- Hari Penyajaan (2 hari sebelum Galungan) adalah hari di mana umat mulai membuat kue dan makanan sebagai sesajen.

- Hari Penampahan (1 hari sebelum Galungan) adalah hari penyembelihan hewan, seperti babi atau ayam, yang kemudian digunakan untuk memasak makanan persembahan.

Rangkaian ini bertujuan mempersiapkan sesajen dan makanan untuk persembahan serta menciptakan suasana suci menjelang Galungan.

Persembahyangan di Pura: Mendekatkan Diri pada Tuhan dan Leluhur

Pada Hari Galungan, umat Hindu mengunjungi pura untuk melakukan persembahyangan dan mempersembahkan sesajen kepada para dewa dan leluhur. 

Persembahyangan ini merupakan wujud rasa syukur atas perlindungan yang diberikan oleh para leluhur dan Sang Hyang Widhi.

Mereka memohon berkah, perlindungan, dan kesejahteraan, serta menyatukan diri dengan Sang Pencipta dan leluhur.

Ngaturang Canang: Wujud Syukur di Rumah

Selain sembahyang di pura, umat Hindu juga melakukan tradisi Ngaturang Canang di rumah masing-masing. 

Canang adalah sesajen kecil yang terbuat dari janur dan bunga, dipersembahkan di tempat suci di rumah sebagai bentuk rasa syukur.

Tradisi ini merupakan wujud rasa terima kasih kepada Tuhan dan leluhur atas perlindungan dan rezeki yang telah diberikan.

Mekotek: Simbol Kekuatan dan Persatuan

Tradisi Mekotek, juga dikenal sebagai **Ngerebeg**, adalah salah satu tradisi unik yang hanya dilakukan di Desa Munggu, Bali, selama perayaan Galungan. 

Mekotek dilakukan dengan mengarak tongkat-tongkat bambu panjang yang kemudian diadu dengan bambu lainnya. 

Para peserta tradisi, yang umumnya adalah laki-laki, berkumpul dan membentuk formasi dengan bambu mereka hingga menyerupai piramida.

Tradisi ini awalnya merupakan simbol kemenangan prajurit Bali melawan pasukan Kerajaan Blambangan di Jawa Timur pada abad ke-17. 

Selain itu, Mekotek juga dipercaya untuk menolak bala atau gangguan roh jahat, serta menjaga keselamatan desa.

Tradisi ini mencerminkan semangat kebersamaan, persatuan, dan keberanian dalam melawan kejahatan. Mekotek juga menjadi lambang kekuatan spiritual dan fisik dari para peserta.

Ngejot: Tradisi Berbagi dan Kebersamaan

Ngejot adalah tradisi berbagi makanan dengan tetangga dan kerabat pada hari Galungan. 

Makanan seperti lawar, sate, dan kue-kue tradisional dibagikan sebagai simbol persaudaraan dan kebersamaan. 

Tradisi ini mempererat tali persaudaraan dan sebagai wujud rasa syukur dengan berbagi rezeki kepada sesama.

Perayaan Kuningan: Menghormati Para Leluhur

Sepuluh hari setelah Galungan, umat Hindu merayakan Hari Raya Kuningan sebagai penutupan rangkaian perayaan. 

Pada hari ini, umat melakukan persembahyangan di pura dan rumah untuk memberikan penghormatan terakhir kepada para leluhur yang telah "berkunjung" selama Galungan. //Bbs

Type above and press Enter to search.