![]() |
Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta melalui Program Pengabdian kepada Masyarakat Tematik menggelar kegiatan pendampingan produksi karya seni rupa Edible Art |
WARTAJOGLO, Solo - Saeca Café di Surakarta semakin memantapkan langkahnya sebagai ruang kreatif kuliner yang menghubungkan kreativitas dan inovasi pangan berbasis sejarah rempah Nusantara.
Dalam upaya mendukung pengembangan tersebut, Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta melalui Program Pengabdian kepada Masyarakat Tematik menggelar kegiatan pendampingan produksi karya seni rupa.
Diberi nama Mooi Indie, karya seni ini dalam bentuk Edible Art, sebagai strategi inovasi pemasaran warisan rempah Nusantara.
Program ini berlangsung dari Juli hingga Oktober 2024, dengan hasil kreasinya dipublikasikan dalam sebuah acara bertajuk "Sawah Rempah, Gunung Berbumbu" pada 24 Agustus 2024 di Saeca Café.
Kegiatan yang berlangsung selama beberapa bulan ini terdiri dari tiga tahapan pendampingan, yang masing-masing difasilitasi oleh pakar di bidang seni dan sejarah rempah.
Tahapan pertama adalah pelatihan Interpretasi Tradisi yang dipandu oleh Albertus Rusputranto, M.Hum, seorang penulis yang mendalami simbolisme dalam seni rupa terkait sejarah Nusantara.
Tahapan berikutnya adalah eksplorasi pengalaman sensori sejarah rempah, yang difasilitasi oleh Nerfita Primadewi, M.Sn, seorang peneliti sejarah rempah Nusantara yang mendalami kompleksitas poskolonialisme.
Proses terakhir melibatkan pelatihan pengembangan keterampilan visual, yang difasilitasi oleh Dessy Rachma M.Sn, seorang seniman dengan pendekatan multidisiplin yang menggabungkan seni rupa, teknologi informasi, kebijakan pendidikan, dan metafisika.
Para peserta program ini terdiri dari lima pelaku kreatif dari tim internal Saeca Café, yakni Fe, Naufal, Mirza, Tiwi, dan Wibi, yang memiliki latar belakang beragam di bidang seni dan kuliner.
Kolaborasi ini menghasilkan karya-karya seni yang memperkaya menu kuliner Saeca Café dengan sentuhan visual yang menonjolkan warisan rempah Nusantara.
Diskusi dan proses penciptaan karya diperkaya oleh masukan dari para pengamat estetika kuliner seperti Angga Baktif, seorang peneliti sejarah sekaligus ahli masak dan peracik minuman.
Acara peluncuran hasil karya, yang diadakan pada 24 Agustus 2024, memperkenalkan kepada publik konsep edible art yang mengangkat tema "Sawah Rempah, Gunung Berbumbu."
"Sawah Rempah, Gunung Berbumbu", Kolaborasi Kuliner dan Seni Rupa dalam Merangkai Sejarah Rempah Nusantara https://t.co/qjxEUL2mfL
— 🇼🇦🇷🇹🇦🇯🇴🇬🇱🇴 (@wartajoglo) October 18, 2024
Konsep ini tidak hanya menghadirkan sajian yang menggugah selera tetapi juga sarat makna estetika, sejarah, dan budaya.
Dessy Rachma Waryanti, M.Sn, fasilitator kegiatan ini, berharap agar inovasi kuliner ini tidak hanya mengolah rasa dan estetika sajian, tetapi juga menjadi langkah strategis dalam mendukung keberlanjutan budaya dan sejarah rempah Nusantara.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara seni rupa dan pangan dalam memperkuat warisan budaya melalui pendekatan kreatif yang berkelanjutan.
Dessy juga menambahkan bahwa jika konsep ini dilakukan secara berkesinambungan, inovasi pangan berbasis rempah Nusantara dapat turut mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya tujuan ke-12, yaitu implementasi pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.
Dengan langkah ini, Saeca Café tidak hanya menjadi tempat kuliner, tetapi juga ruang kreatif yang mendukung pelestarian dan inovasi warisan kuliner Nusantara. Sekaligus menjadi pelopor dalam menghubungkan seni rupa dengan pangan dalam konteks keberlanjutan. //Hum