![]() |
Ketua PHRI Boyolali, Prasetyo Adi (kiri) dan Supriyono selaku Sekretaris PHRI Boyolali, saat menjelaskan terkait ide untuk mewujudkan "Boyolali Tersenyum" |
WARTAJOGLO, Boyolali - Di tengah kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang menciptakan berbagai kesulitan di masyarakat, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Boyolali bertekad untuk menghidupkan kembali slogan "Boyolali Tersenyum".
Slogan ini bukan sekadar kata-kata, melainkan memiliki makna mendalam: Tertib, Elok, Rapi, Sehat, dan Nyaman untuk masyarakat.
Lebih dari itu, "tersenyum" dimaknai sebagai keadaan di mana masyarakat merasa bahagia karena sejahtera.
Untuk mewujudkan hal ini, PHRI Boyolali merencanakan serangkaian program dan event yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk seniman, pelaku UMKM, dan sektor pariwisata.
"Wilayah Kabupaten Boyolali sebenarnya secara infrastruktur kotanya sudah jadi. Kita tinggal memoles sedikit dengan serangkaian event agar ke depannya bisa memberi manfaat besar bagi masyarakat," ujar Ketua PHRI Boyolali, Prasetyo Adi Setyawan, dalam acara bagi-bagi takjil dan buka puasa bersama anggota PHRI di Hotel Ataya Adi Soemarmo, Boyolali, Selasa 18 Maret 2025.
Meski belum merinci secara detail, Adi mengungkapkan bahwa rencana ini telah mendapat sambutan positif dari Bupati Boyolali, Agus Irawan.
"Terkait detail dan konsep acaranya, biar nanti dijabarkan langsung oleh Pak Bupati. Bagi kami, yang terpenting adalah ide dan gagasan ini disetujui dan siap dilaksanakan," tandas Adi.
Event tersebut rencananya akan digelar selama sebulan di kawasan Patung Kuda hingga Tugu Susu Tumpah.
"Melalui event ini, kami berharap bisa mengembalikan slogan 'Boyolali Tersenyum', yang selanjutnya akan diikuti dengan penyelenggaraan berbagai event lain untuk memajukan Boyolali," tambah Adi.
Ide ini muncul sebagai respons terhadap situasi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, terutama bagi pelaku industri perhotelan.
Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah telah berdampak signifikan pada okupansi hotel-hotel di Boyolali.
"Kalau biasanya okupansi bisa lebih dari 50 persen, kini per hari rata-rata hanya 4 atau 5 kamar saja," tutur Adi.
Adi mengaku heran mengapa kebijakan yang sebenarnya ditujukan untuk pemerintahan juga berdampak pada hotel-hotel yang tidak berhubungan dengan pemerintah.
"Efek dari kebijakan ini luar biasa. Hotel-hotel yang tidak pernah digunakan untuk kegiatan pemerintahan pun ikut sepi. Saya sendiri belum tahu kenapa bisa begitu," lanjutnya.
Ia menduga bahwa kebijakan efisiensi ini memengaruhi keputusan masyarakat untuk menahan diri dalam mengalokasikan anggaran untuk hal-hal yang bukan kebutuhan pokok. Akibatnya, sektor perhotelan yang dianggap sebagai kebutuhan tersier ikut terdampak.
Menghadapi situasi ini, Adi dan anggota PHRI Boyolali terus berupaya melakukan inovasi untuk keluar dari kondisi kritis.
"Situasi seperti ini tidak bisa kita biarkan berlarut-larut. Karena itulah, kami telah menyampaikan gagasan kepada pemerintah Kabupaten Boyolali untuk menggagas sebuah event yang nantinya diharapkan bisa meningkatkan okupansi hotel dan membangkitkan sektor UMKM," tandas Adi.
Inovasi PHRI Boyolali Mewujudkan "Boyolali Tersenyum", di Tengah Tantangan Kebijakan Efisiensi https://t.co/uKljIuXCvS
— 🇼🇦🇷🇹🇦🇯🇴🇬🇱🇴 (@wartajoglo) March 19, 2025
Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, PHRI Boyolali berharap dapat mengembalikan senyum masyarakat Boyolali melalui serangkaian kegiatan yang tidak hanya memajukan pariwisata, tetapi juga memberdayakan ekonomi lokal.
"Kami yakin, dengan kerja sama semua pihak, Boyolali akan kembali tersenyum," pungkas Adi optimis. //Her