![]() |
KPH. Eddy S. Wirabhumi, Ketua Eksekutif Bagian Hukum Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta Hadiningrat |
WARTAJOGLO, Solo - Wacana pengembalian status Daerah Istimewa Surakarta (DIS) kembali mengemuka di tengah masyarakat.
Munculnya kembali diskusi ini menunjukkan bahwa hasrat kolektif warga untuk menghidupkan kembali status keistimewaan Surakarta masih sangat kuat, meskipun perjuangan menuju ke sana penuh tantangan dan jalan berliku.
Sejarah kemunculan DIS diawali pada 1 September 1945 saat dua kerajaan besar—Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kadipaten Mangkunegaran—secara resmi menyatakan bergabung ke dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal ini ditandai dengan maklumat dari Paku Buwono (PB) XII dan Mangkunegara (MN) VIII.
Bergabungnya dua kerajaan ini bukan semata keputusan politis, tetapi juga refleksi dari pandangan para raja bahwa kemerdekaan Indonesia adalah kelanjutan dari peradaban Jawa yang agung.
Mereka melihat Republik sebagai penerus cita-cita leluhur untuk mewujudkan negara besar yang berbudaya tinggi.
Status keistimewaan yang diberikan pada wilayah Surakarta kala itu menjadi bentuk penghormatan terhadap sejarah panjang dan kontribusi besar kedua kerajaan. Sayangnya, harapan itu tidak berlangsung lama.
Rangkaian gejolak sosial dan ketidakstabilan keamanan yang melanda Surakarta pascakemerdekaan membuat pemerintah pusat mengambil langkah drastis.
Melalui Peraturan Pemerintah No. 16/SD/1946, Presiden Soekarno secara resmi menghapus status keistimewaan Surakarta dan mengubahnya menjadi karesidenan biasa.
Langkah ini dilakukan dengan pertimbangan menciptakan kondisi yang lebih aman dan terkendali di wilayah tersebut.
Sejak saat itu, status Surakarta sebagai daerah istimewa praktis hilang dari peta administratif Indonesia.
Meskipun DIS telah lama dicabut, semangat untuk menghidupkannya kembali tak pernah benar-benar padam.
Salah satu tokoh yang konsisten menggaungkan wacana ini adalah KPH Eddy S. Wirabhumi, Ketua Eksekutif Bagian Hukum Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta Hadiningrat.
Eddy bahkan pernah mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi dengan menggandeng pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, sebagai saksi ahli.
Namun sayangnya, upaya tersebut kandas karena Mahkamah menilai Eddy tidak memiliki legal standing yang kuat untuk mengajukan permohonan tersebut.
Meski begitu, Eddy tidak menyerah. Dalam wawancara yang dilakukan pada 21 Mei 2025, ia menegaskan bahwa gagasan pengembalian DIS sudah menjadi perhatian sejak lama, bahkan sejak masa PB XII.
"Dulu mendiang Sinuhun Paku Buwono XII juga sudah melakukan loby-loby ke pusat untuk bisa mengembalikan status DIS. Bahkan saya juga ditugasi untuk berkeliling menggelar seminar terkait hal ini. Tapi sepertinya pemerintah belum merespon positif," katanya
Dalam disertasi S3-nya di Universitas Diponegoro Semarang, Eddy melakukan pendalaman akademis terhadap isu DIS.
Ia menyampaikan bahwa keistimewaan Surakarta seharusnya dipahami bukan sebagai bentuk kemunduran, melainkan sebagai langkah strategis yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi leluhur, tetapi dengan orientasi masa depan.
Ia mencontohkan model monarki konstitusional modern seperti Jepang, yang sukses mempertahankan identitas budayanya sembari maju dalam pembangunan.
"Saya berpandangan bahwa DIS nanti gambarannya seperti negara-negara monarki modern contohnya Jepang. Di mana dia tetap menjaga dengan baik nilai-nilai tradisi dan budaya leluhurnya, tapi kemajuan negaranya juga luar biasa," ungkapnya.
Menurutnya, konsep serupa bisa diterapkan di Surakarta untuk mewujudkan tata pemerintahan yang unik namun efisien.
Eddy juga menyampaikan keyakinannya bahwa wilayah Solo Raya secara ekonomi sangat mampu untuk menjalankan roda pemerintahan sendiri jika DIS dikembalikan. Hal ini tentu akan mempercepat pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Permasalahan utama dalam pemekaran daerah adalah ketidakmampuan secara ekonomi. Tapi untuk Solo Raya, saya yakin tidak akan mengalami kesulitan itu,” tegasnya.
Karena itu pula Eddy menanggapi dengan santai saat ada orang yang mengaku sebagai pengususng DIS.
Baginya siapapun bisa mengusulkan hal ini. Tapi yang lebih penting adalah langkah kongkrit dan kemampuannya.
Ada yang Mengaku sebagai Pengusung DIS, KPH Eddy S Wirabhumi: Yang Penting Langkah Kongkrit dan Kemampuannya https://t.co/PEfxzl8O01
— 🇼🇦🇷🇹🇦🇯🇴🇬🇱🇴 (@wartajoglo) May 22, 2025
"Selama negara ini masih memberlakukan UUD 1945, selama itu pula kita memiliki hak untuk mengajukan. Yang terpenting adalah bagaimana kita memahami mekanisme hukum yang harus dijalankan untuk mewujudkan itu. Dan langkah kongkrit yang dilakukan. Tapi kalau cuma sebatas omongan, ya saya anggap hanya sebatas niat positif aja," pungkasnya. //Sik