![]() |
Warga Solo melakukan ritual wilujengan Suro dengan menyediakan Sego Kocar Kacir di PAdepokan Ojo Lali |
WARTAJOGLO, Solo – Dalam suasana hening malam pergantian tahun Jawa, tepatnya malam 1 Suro yang jatuh pada Kamis, 26 Juni 2025, budayawan perempuan asal Solo, Dewi Sri Sapawi, menggelar ritual yang disebut dengan Wilujengan Suro.
Ritual ini merupakan upacara spiritual yang sarat dengan simbol dan harapan untuk negeri ini yang tengah dilanda berbagai keruwetan.
Dikenal sebagai sosok yang kerap menjalani laku spiritual, Sri Sapawi melaksanakan ritual ini dengan penuh khidmat.
Pimpinan Padepokan Ojo Lali Solo ini berharap, lewat Wilujengan Suro, segala bentuk persoalan dan kekacauan yang tengah membelit bangsa dapat mulai terurai di tahun baru Jawa yang akan datang.
“Momen pergantian tahun ini menjadi saat yang tepat bagi kita semua untuk memohon pertolongan kepada Sang Pencipta. Agar di tahun yang akan datang senantiasa diberi keberkahan,” ungkap Sri Sapawi di hadapan para warga yang hadir.
Ritual yang digelar Sri Sapawi ini sejatinya sederhana, namun sarat makna.
Dimulai dengan doa bersama yang dipanjatkan bersama sejumlah warga dan abdi dalem Keraton Surakarta Hadiningrat, prosesi dilanjutkan dengan pembagian makanan khas bernama Sego Kocar Kacir.
Sego Kocar Kacir merupakan nasi bungkus berisi lauk sederhana seperti potongan telur dadar, ikan asin (gereh), kentang goreng, bihun, serundeng, dan sambal—semuanya dibungkus daun pisang.
Bukan sekadar hidangan, menu ini dipercaya memiliki makna simbolik mendalam.
“Sego kocar kacir ini saya ciptakan setelah mendapat petunjuk dalam laku spiritual. Semua isinya adalah doa,” jelasnya.
Ikan asin atau gereh, menurut Sri Sapawi, melambangkan seger lan sareh, yaitu harapan akan kesehatan dan ketenangan.
Serundeng sendiri merupakan akronim dari serune diendeng-endeng, yang berarti kemeriahan dan kebahagiaan.
Nama "kocar kacir" pun dipilih dengan penuh kesengajaan sebagai cerminan kondisi negara saat ini yang tengah semrawut, dengan harapan bahwa dari kekacauan itu bisa lahir harapan dan solusi.
“Negara ini sedang kocar kacir dengan berbagai permasalahan yang ada. Kita berharap, masalah-masalah itu segera terselesaikan, dan negara kita menjadi kuat dan semakin maju,” tegasnya lagi.
Puncak ritual Wilujengan ditandai dengan prosesi udik-udikan, yaitu tradisi menebar uang bersama aneka biji-bijian kepada warga yang hadir.
Dalam suasana penuh antusiasme, puluhan warga pun langsung merangsek untuk berebut berkah yang ditebar.
“Dalam udik-udikan kita menyebar berbagai biji yang merupakan hasil bumi. Harapannya agar biji-bijian itu bisa menjadi berkah bagi seluruh alam semesta,” pungkas Sri Sapawi.
Sego Kocar Kacir, Simbol Harapan Kebaikan dalam Wilujengan Suro Padepokan Ojo Lali Solo https://t.co/tNxtiFGZka
— 🇼🇦🇷🇹🇦🇯🇴🇬🇱🇴 (@wartajoglo) June 27, 2025
Ritual Wilujengan Suro ini menjadi gambaran unik bagaimana kearifan lokal dan spiritualitas Jawa mampu menjadi medium refleksi sekaligus doa bagi kondisi bangsa.
Lewat kesederhanaan dan filosofi makanan rakyat, Sri Sapawi mengajarkan bahwa solusi kadang tidak harus rumit—cukup dengan niat baik, doa, dan tindakan penuh makna. //Sik