TfG6TUW8BUO7GSd6TpMoTSd7GA==
,, |

Headline News

Usung Pasar Jebres Jadi Model, Gita Pertiwi Dorong Replikasi “Pasar Minim Sampah” di Kota Solo

Yayasan Gita Pertiwi menggandeng berbagai pemangku kepentingan Kota Surakarta untuk duduk bersama dalam diskusi multi-pihak guna mencari solusi atas tantangan pengelolaan sampah di pasar tradisional

WARTAJOGLO, Solo – Di tengah meningkatnya volume sampah kota yang kian menjadi perhatian, Yayasan Gita Pertiwi menggandeng berbagai pemangku kepentingan Kota Surakarta untuk duduk bersama dalam diskusi multi-pihak guna mencari solusi atas tantangan pengelolaan sampah di pasar tradisional.

Diskusi ini melibatkan instansi penting seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Perdagangan, BAPPEDA, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Kesehatan, hingga komunitas masyarakat, paguyuban pedagang pasar, dan dosen dari Universitas Slamet Riyadi (UNISRI). 

Dalam pertemuan tersebut, mereka membahas praktik pengelolaan sampah berbasis kawasan dan menyoroti keberhasilan program “Pasar Minim Sampah” di Pasar Jebres.

Menurut data riset Kota Kita, pasar tradisional menyumbang sekitar 33% dari total sampah yang dikirim ke TPA Putri Cempo. 

Bahkan, rata-rata volume sampah harian di Kota Surakarta kini mencapai 419 ton per hari (2024). Ironisnya, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang seharusnya meringankan beban TPA belum optimal. 

DLH mengungkapkan bahwa PLTSa justru mengelola sampah dari Bali, bukan sampah dari Solo itu sendiri.

Hal ini memperkuat urgensi untuk melakukan pengelolaan sampah sejak dari sumber, termasuk dari pasar-pasar tradisional yang selama ini menjadi kontributor besar.

Program “Pasar Minim Sampah” yang diinisiasi oleh Gita Pertiwi bersama Dinas Perdagangan membuahkan hasil nyata di Pasar Jebres. 

Dari data riset yang dilakukan bersama Aliansi Zero Waste, diketahui bahwa satu pedagang di pasar ini menggunakan rata-rata 83 plastik sekali pakai setiap hari. 

Selain itu, lebih dari 50% sampah yang dihasilkan merupakan sampah organik, seperti sayuran, buah, dan lauk-pauk.

Namun, berkat intervensi selama Desember 2024 – Juni 2025, penggunaan plastik sekali pakai berhasil ditekan menjadi 71 buah per pedagang per hari. 

Tak hanya itu, program ini juga berhasil menyelamatkan rata-rata 28 kg pangan berlebih per hari untuk didonasikan ke panti, komunitas sosial, dan para pemulung.

“Kolaborasi ini luar biasa. Kami berharap praktik baik ini bisa berlanjut dan dikembangkan ke pasar-pasar lain,” ujar Joko Sartono, Kepala Bidang Sarana Distribusi Perdagangan, Dinas Perdagangan Kota Surakarta.

Kesuksesan di Pasar Jebres mendorong Pasar Gede untuk mengikuti jejak serupa di Kota Solo. 

Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Gede, Jumadi, mengungkapkan bahwa mereka menghadapi tumpukan sampah yang kian mengganggu kenyamanan lingkungan, terutama saat musim buah.

“Sampah selalu menumpuk, bahkan bisa sampai dua truk per hari. Kami berharap pendekatan seperti di Pasar Jebres bisa diterapkan di sini juga,” ucap Jumadi.

Diskusi multi-pihak ini menghasilkan sejumlah langkah konkret:

  • Penyusunan Perwali Pengurangan Plastik Sekali Pakai: Pemerintah kota berencana menyusun regulasi pembatasan PSP untuk diberlakukan pada 2026.
  • Pengembangan Kawasan Tertib Sampah (KTSa): Pasar Jebres diusulkan sebagai nominator KTSa pertama di Solo.
  • Tanggung Jawab Produsen: Diusulkan agar produsen turut bertanggung jawab atas sampah kemasan mereka melalui skema CSR.
  • Forum Berkelanjutan: Usulan agar forum lintas sektor ini dijadikan agenda rutin untuk mengawal pelaksanaan kebijakan.
  • Replikasi Program: Praktik baik dari Pasar Jebres akan direplikasi ke Pasar Legi, Pasar Gede, dan pasar lainnya.

Kolaborasi antara Gita Pertiwi, instansi pemerintah, komunitas pasar, dan akademisi ini menjadi angin segar dalam upaya menciptakan Kota Solo yang lebih bersih dan berkelanjutan. 

Dengan menjadikan Pasar Jebres sebagai model, Kota Solo kini berada di jalur yang tepat untuk membangun sistem pengelolaan sampah yang efektif, ramah lingkungan, dan melibatkan semua pihak.

“Kami tidak bisa menyelesaikan persoalan sampah sendiri. Tapi dengan kerja sama lintas sektor seperti ini, solusi berkelanjutan menjadi mungkin,” pungkas perwakilan Gita Pertiwi. //Bang

Type above and press Enter to search.