Abdi dalem pengrawit memainkan gending-gending sakral dengan gamelan pusaka di perayaan Sekaten |
WARTAJOGLO, Solo - Ratusan warga memadati kawasan Masjid Gede Keraton Surakarta Hadiningrat pada Jumat siang, 29 Agustus 2025.
Mereka berkerumun di depan pagongan atau serambi masjid, menantikan saat-saat sakral ketika gamelan sekaten ditabuh oleh para abdi dalem pengrawit.
Suara pertama dari gamelan Kyai Guntur Madu diyakini membawa berkah. Tak heran, sejak pagi masyarakat dari berbagai daerah di sekitar Solo sudah berbondong-bondong datang demi merasakan atmosfer sakral tradisi yang telah berlangsung berabad-abad.
Dalam tradisi sekaten, memainkan sepasang gamelan peninggalan para wali di serambi masjid bukan sekadar hiburan, melainkan bagian utama dari prosesi itu sendiri.
Sejak awal, gamelan sekaten digunakan sebagai media dakwah Islam oleh para wali di tanah Jawa.
Namun, perayaan tahun ini memiliki makna khusus. Tahun 2025 bertepatan dengan Tahun Dal dalam kalender Jawa, sebuah momen yang diyakini membawa keistimewaan tersendiri.
Tahun Dal merupakan tahun kelima dalam siklus windu (8 tahunan). Dalam keyakinan Jawa, tahun ini kerap dikaitkan dengan peristiwa besar, seperti perubahan politik atau lahirnya tokoh penting.
Karena itu, prosesi sekaten di Tahun Dal selalu disertai upacara tambahan yang sarat makna.
“Karena ini masuk Tahun Dal, maka setelah grebeg akan ada tradisi adang sego atau memasak nasi menggunakan pusaka dandang Kyai Dudo. Nasi itu kemudian digunakan dalam prosesi Kembul Bujono, yakni makan bersama Sinuhun, kerabat, dan abdi dalem,” jelas GKR Koes Moertiyah (Gusti Moeng), Ketua Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta Hadiningrat, saat ditemui pada Jumat 29 Agustus 2025.
![]() |
GKR Koes Moertiyah atau Gusti Moeng |
Prosesi memasak nasi dengan Kyai Dudo bukanlah hal sepele. Sejarah mencatat, kondisi nasi yang dimasak kerap dianggap sebagai pertanda bagi perjalanan negeri.
“Pada Tahun Dal sebelumnya, 2017, katanya nasi yang dimasak ngletis (tidak matang sempurna) dan warnanya kecoklatan. Kita tahu sendiri delapan tahun terakhir kondisi keraton memang banyak masalah. Maka tahun ini, kita berharap segalanya berjalan dengan baik,” ungkap Gusti Moeng.
Prosesi adang sego ini juga memiliki tata cara khusus. Bahan yang digunakan diambil dari tempat-tempat yang dianggap sakral oleh Keraton Surakarta.
Air diambil dari Pengging, Boyolali. Sementara tanah diambil dari Grobogan, Masjid Demak, Makam Ki Ageng Selo, Ki Ageng Tarub, hingga Sunan Tembayat Klaten.
Tanah tersebut digunakan untuk membuat pawon atau tungku, sedangkan air tidak hanya dipakai untuk memasak, tetapi juga untuk menjamas dandang Kyai Dudo sebelum dipergunakan.
Rangkaian prosesi dimulai sejak 6 Agustus 2025, saat pusaka dikeluarkan untuk dijamas. Dan puncaknya berlangsung pada 8 Agustus 2025, ketika nasi hasil masakan dandang Kyai Dudo disantap bersama dalam Kembul Bujono di Kajogan, salah satu ruang dalam keraton.
Masuk Tahun Dal, Begini Rangkaian Prosesi Sakral dalam Sekaten 2025 yang Bikin Merinding https://t.co/K1YeJ6lKrY
— 🇼🇦🇷🇹🇦🇯🇴🇬🇱🇴 (@wartajoglo) August 30, 2025
“Kembul Bujono ini semacam syukuran. Sinuhun, para kerabat, dan abdi dalem duduk bersama, menyantap nasi dari Kyai Dudo dengan penuh rasa syukur,” jelas Gusti Moeng yang juga adik Sinuhun Paku Buwono XIII.
Sebagai penutup, seluruh benda yang terkait dalam prosesi Sekaten dan Kembul Bujono selanjutnya dilarung ke Laut Selatan sebagai simbol penyucian.
“Doa utama dari seluruh rangkaian prosesi ini adalah agar kebaikan selalu menyertai kita semua,” pungkas Gusti Moeng dengan penuh harap. //Sik