![]() |
Pasangan Ahmad Luthfi (kanan) dan Taj Yasin dipandang sebagai pemimpin yang substansial, namun kurang populer |
WARTAJOGLO, Semarang – Hasil survei Litbang Kompas (20/8/2025) tentang kinerja Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, dan Wakil Gubernur Taj Yasin Maimoen, menghadirkan paradoks menarik.
Meski tingkat kepuasan publik terhadap keduanya cukup tinggi dan citra positif melekat, popularitas tetap rendah.
Bahkan, delapan dari sepuluh responden menilai kepemimpinan mereka baik, namun banyak warga belum hafal nama gubernurnya.
Fenomena ini mengundang beragam tafsir. Ketua Tim Percepatan Pembangunan Daerah Jateng, Zulkifli Gayo, menilai Luthfi dan Taj Yasin merupakan tipikal pemimpin substansial, yakni pemimpin yang lebih memilih bekerja nyata daripada sibuk membangun panggung popularitas.
“Mereka tidak sibuk dengan pencitraan, tetapi memastikan kebijakan berdampak langsung pada masyarakat. Setelah itu, penilaian diserahkan pada publik,” kata Zulkifli.
Dalam literatur kepemimpinan, model ini dikenal sebagai substantive leadership. Pemimpin substansial bukan sekadar menukar janji politik dengan dukungan, melainkan fokus pada substansi kebijakan jangka panjang yang berkelanjutan.
“Pemimpin substansial biasanya rendah hati, tetapi bertekad kuat secara profesional. Mereka tidak menonjolkan diri, melainkan menghadirkan manfaat nyata yang bisa dirasakan masyarakat,” jelas Wahidin Hasan, penulis dan pemerhati kebijakan publik pada Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PWM Jawa Tengah.
Wahidin menambahkan, gaya kepemimpinan ini memang memiliki tantangan tersendiri.
“Kelemahannya, mereka sering kali tampak jauh dari rakyat karena kurang komunikatif. Akibatnya, substansi berjalan, tapi popularitas tetap rendah,” ujarnya.
Meski popularitas rendah, sejumlah capaian dalam enam bulan pertama pemerintahan menunjukkan arah kebijakan yang konkret.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menurunkan tarif Trans Jateng menjadi Rp1.000 bagi buruh, pelajar, veteran, dan lansia.
Program pengentasan kemiskinan berhasil menekan angka hingga 9,48 persen, serta perbaikan 17 ribu unit rumah tak layak huni, tertinggi di Indonesia.
Di bidang sosial, insentif diberikan kepada 570 penghafal Al-Qur’an dan lebih dari 230 ribu guru keagamaan.
Sementara di bidang ekonomi, investasi padat karya berhasil menciptakan lebih dari 220 ribu lapangan kerja baru.
Kendati demikian, survei Kompas juga mencatat dua pekerjaan rumah besar: perbaikan infrastruktur jalan dan ketersediaan lapangan kerja.
Menurut Wahidin, keduanya menjadi isu strategis yang menentukan legitimasi kepemimpinan.
“Dalam politik demokratis, substansi tanpa legitimasi publik bisa kehilangan daya dukung. Karena itu, komunikasi publik harus diperkuat agar rakyat tidak hanya merasakan manfaat kebijakan, tetapi juga tahu siapa yang bekerja di baliknya,” kata Wahidin.
Paradoks Kepemimpinan Ahmad Luthfi - Taj Yasin, Substansi Kuat tapi Polularitas Rendah https://t.co/jIVcaNU9jN
— 🇼🇦🇷🇹🇦🇯🇴🇬🇱🇴 (@wartajoglo) August 22, 2025
Jawa Tengah, menurut Wahidin, kini menjadi laboratorium menarik untuk menguji tesis, apakah pemimpin substansial mampu bertahan dalam iklim politik yang sering mengutamakan popularitas.
“Luthfi–Taj Yasin punya modal substansi yang kuat. Tantangan ke depan adalah bagaimana menyinergikan substansi dengan legitimasi, agar kepercayaan publik tumbuh, bukan hanya sekadar popularitas nama,” pungkasnya. //Sik