TfG6TUW8BUO7GSd6TpMoTSd7GA==
,, |

Headline News

Dari Angkringan ke Dapur Bergizi, Kisah Para Pekerja di Balik Program Makan Bergizi Gratis

Petugas SPPG Jati Kudus sedang menyiapkan menu MBG

WARTAJOGLO, Kudus — Suara denting panci dan aroma masakan tercium dari dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Jalan Pattimura, Desa Jepangpakis, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus. 

Di tengah kesibukan itu, Tri Sugianto (58) tampak sigap mengawasi jalannya proses memasak makan siang untuk ribuan penerima program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Dulu, Tri berprofesi sebagai pedagang angkringan di sekitar GOR. Kini, ia menjadi salah satu pengawas dapur MBG yang bertugas memastikan setiap porsi makanan siap tepat waktu.

“Saya dulu jualan angkringan, menunya kopi dan makanan ringan. Lalu ada teman yang menawari kerja di dapur MBG, dan saya mulai sejak April,” ujarnya, Selasa 14 Oktober 2025.

Menurut Tri, bekerja di dapur MBG bukan sekadar mencari nafkah. 

“Rasanya ringan, Mas. Yang paling saya suka, suasananya penuh kekeluargaan. Kami semua seperti keluarga,” katanya sambil tersenyum.

Sebagai pengawas, Tri memastikan seluruh proses penyajian selesai sebelum pukul 11.00. 

“Kadang dikejar waktu, tapi karena dikerjakan bersama, semuanya terasa ringan,” ujarnya.

Sebelum bekerja di dapur MBG, penghasilan Tri bergantung pada angkringan kecilnya. Kini, pekerjaan di dapur membuat perekonomiannya jauh lebih stabil.

“Anak saya dulu masih kuliah, jadi bisa bantu biaya kos dan kebutuhan lain. Sekarang Alhamdulillah, kehidupan cukup dan bisa menabung,” tuturnya.

Tri mengaku, sebagian besar penghasilan tambahan digunakan untuk kebutuhan rumah tangga dan persiapan masa depan. 

“Kita masih punya anak gadis, jadi disiapkan buat nikahan dan perbaikan rumah,” katanya bersyukur.

Lebih jauh, ia menilai program MBG memberi dampak ganda — tidak hanya menyediakan makanan bergizi untuk siswa, tetapi juga membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.

“Banyak pekerja di dapur ini warga sekitar Jepangpakis dan Karangpakis. Jadi program ini membantu banyak orang,” ungkapnya.

Kisah serupa datang dari Nurwati (52), salah satu karyawan bagian pengemasan makanan di dapur yang sama. Ia merasa bersyukur bisa bekerja di SPPG setelah diajak oleh temannya.

“Awalnya ditawari teman. Alhamdulillah bisa kerja di sini, bisa bantu keluarga buat bayar sekolah dan kebutuhan harian,” katanya.

Nurwati yang bekerja mulai pukul 04.00 hingga 12.00 siang mengaku tetap punya waktu untuk keluarga. 

“Masih bisa ngurus rumah dan anak. Suasana kerja juga enak, semua saling bantu. Rasanya seperti keluarga,” ujarnya tersenyum.

Sebagai pekerja dapur, disiplin menjaga kebersihan menjadi hal utama. “Kami wajib pakai sarung tangan, masker, dan hairnet. Kalau pilek, enggak boleh masuk. Semua demi keamanan makanan,” jelasnya.

Bagi Nurwati yang menjadi tulang punggung keluarga setelah suaminya meninggal, pekerjaan ini membawa berkah tersendiri. 

“Sangat membantu. Bisa mencukupi kebutuhan anak dan sekolahnya,” ujarnya haru.

Kepala SPPG Jati Kudus, Maulidhina Mahardika, mengatakan, ada 47 karyawan yang terlibat dalam produksi makanan setiap hari, seluruhnya warga sekitar.

“Kami memproduksi sekitar 3.700 porsi makanan per hari untuk 15 sekolah dan posyandu ibu hamil serta menyusui,” ujarnya.

Distribusi makanan dilakukan secara terjadwal dari pukul 07.00 untuk TK dan SD, pukul 10.00 untuk SMP, dan pukul 11.00 untuk SMA. 

Semua proses dilakukan sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang ditetapkan Badan Gizi Nasional (BGN).

“Karyawan wajib berganti pakaian, menggunakan alas kaki bersih, penutup kepala, masker, dan sarung tangan sebelum masuk dapur. Kami memastikan tidak ada kontaminasi selama proses produksi,” tegas Maulidhina.

Selain memastikan kehigienisan makanan, SPPG Jati juga mendengarkan masukan dari siswa penerima MBG. 

"Anak-anak sering kirim permintaan menu, seperti burger. Kami modifikasi agar tetap sehat, misalnya isiannya diganti ayam katsu atau telur ceplok dengan sayur segar,” katanya.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Yunita Dyah Suminar, meminta seluruh SPPG segera mengurus Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) sesuai instruksi Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi.

“Ahli gizi di setiap SPPG berperan sebagai pengendali mutu, mulai dari pemilihan bahan, proses masak, hingga distribusi,” jelas Yunita.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga membuka sejumlah hotline pengaduan MBG untuk memastikan pelaksanaan program berjalan aman dan transparan. 

Layanan aduan utama dapat diakses melalui nomor 0811-2622-000 dan sejumlah call center di kabupaten/kota. //Sik

Type above and press Enter to search.