![]() |
| Taufik Mulyadi, guru SMN 2 Karanganyar menunjukkan aplikasi buatannya |
WARTAJOGLO, Karanganyar - Maraknya kasus keracunan makanan di lingkungan sekolah menjadi keprihatinan banyak pihak.
Namun, di tengah kekhawatiran itu, muncul sebuah inovasi menarik dari seorang guru ekonomi di SMA Negeri 2 Karanganyar, Taufik Mulyadi.
Ia menciptakan aplikasi Android bernama “Save Eat Smandakara”, yang mampu mendeteksi kelayakan makanan secara visual sebelum dikonsumsi.
Secara teknis, Save Eat Smandakara memanfaatkan teknologi pengenalan citra (image recognition) untuk menganalisis foto makanan.
Begitu pengguna memotret atau mengunggah gambar makanan ke aplikasi, sistem akan melakukan pemindaian visual dengan membandingkan pola warna, tekstur, dan bentuk makanan terhadap basis data (dataset) yang telah dilatih untuk mengenali tanda-tanda makanan yang rusak.
Beberapa indikator yang diproses antara lain, perubahan warna yang tidak wajar (misalnya kecokelatan atau kehijauan pada nasi, sayur, atau lauk).
Lalu tekstur makanan yang tampak berlendir atau mengkilap tidak alami, indikasi adanya pembusukan, dan kemunculan bintik atau bercak yang bisa menandakan kontaminasi jamur.
Dari hasil analisis visual tersebut, aplikasi memberikan ulasan otomatis beserta tingkat kelayakan makanan dalam kategori seperti aman dikonsumsi, perlu diuji ulang, atau tidak layak makan.
“Aplikasi ini berfungsi untuk mendeteksi kelayakan makanan secara visual. Harapannya, peristiwa keracunan makanan dapat dihindari sebelum makanan dikonsumsi,” jelas Taufik, Selasa 14 Oktober 2025.
Keunggulan utama Save Eat Smandakara adalah kemampuannya memberikan penilaian cepat tanpa kontak langsung dengan makanan.
Dalam konteks program Makan Bergizi Gratis (MBG), fitur ini sangat penting karena dapat meminimalisasi risiko penyebaran bakteri atau kontaminasi silang, terutama di dapur besar yang melayani ratusan siswa.
Pengguna tidak perlu mencicipi atau menyentuh makanan yang mencurigakan. Cukup ambil foto, unggah ke aplikasi, dan hasil rekomendasi muncul dalam hitungan detik.
Jika aplikasi mendeteksi ketidakwajaran, sistem akan memberi peringatan “Tidak Layak Konsumsi”, yang kemudian dapat dijadikan dasar bagi pihak sekolah atau penyedia katering untuk menunda distribusi makanan.
“Kalau rekomendasi aplikasi tidak layak makan, maka tim akan berkoordinasi apakah program makan itu dilanjutkan atau tidak,” terang Taufik.
Didesain dengan antarmuka sederhana, Save Eat Smandakara mudah digunakan bahkan oleh pengguna non-teknis seperti guru, petugas dapur, atau siswa.
Aplikasi ini juga memiliki potensi untuk dikembangkan dengan fitur tambahan seperti:
- Integrasi kamera real-time, untuk memantau kondisi makanan secara langsung di dapur SPPG.
- Peringatan otomatis via notifikasi, jika ditemukan indikasi makanan rusak dalam jumlah besar.
- Database lokal, agar setiap sekolah dapat memantau tren kualitas makanan dari waktu ke waktu.
Dengan pengembangan lebih lanjut, Save Eat Smandakara bisa menjadi alat bantu standar dalam pengawasan mutu makanan sekolah, terutama di wilayah pelaksana program MBG.
“Save Eat Smandakara”, Inovasi Deteksi Dini Makanan Tak Layak Konsumsi dari Guru SMAN 2 Karanganyar https://t.co/18gBBROTxG
— 🇼🇦🇷🇹🇦🇯🇴🇬🇱🇴 (@wartajoglo) October 15, 2025
Inovasi ini hadir di tengah upaya serius Pemerintah Provinsi Jawa Tengah di bawah Gubernur Ahmad Luthfi dan Wakil Gubernur Taj Yasin Maimoen (Gus Yasin).
Keduanya yang mendorong agar seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) serta membentuk posko penanganan KLB MBG dengan hotline pengaduan terbuka. //Bang
