POPULER

Potret Damai Pedesaan dalam Seni Boneka Liping

Potret Damai Pedesaan dalam Seni Boneka Liping






Beragam karakter dalam seni boneka liping diyakini bisa menciptakan imajinasi bagi kolektornya. Yang bisa mengingatkan damainya kehidupan di pedesaan.




Seolah tak menghiraukan lalu lalang orang yang lewat di sekitarnya, Bahen terus saja menggergaji batangan-batangan stik bekas es krim, untuk dibentuk menjadi tulisan, sesuai dengan pesanan seorang pelanggannya. Dan meski tanpa membuat sketsa terlebih dahulu, tangan pria asal Desa Wirun, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah ini seolah tak mengalami kesulitan sedikitpun untuk membentuk kayu-kayu itu menjadi susunan huruf yang indah.
Dan benar, tak sampai 15 menit, pria 35 tahun ini sudah berhasil membuat tulisan ‘Happy Aniversary yang ke -3’ dari bahan lempengan kayu bekas gagang es krim itu. Tulisan berbentuk huruf bersambung itu terlihat begitu indah. Apalagi saat disandingkan dengan sebuah boneka kayu kecil, berbentuk sepasang pria dan wanita yang tengah naik sepeda.
Rupanya sang pemesan ingin mengabadikan hari jadi mereka dalam bentuk sebuah boneka kayu, yang menggambarkan kemesraan mereka. Sehingga kemudian dia memesan secara khusus benda ini, tepat di hari jadi mereka.
“Kebetulan hari ini tepat 3 tahun kami berpacaran. Dan semoga dengan boneka liping ini, bisa menjadi kenang-kenangan sebelum kami menikah nanti,” jelas Rudi kepada wartajoglo.com sembari menerima boneka pesanannya dari tangan Bahen.
Boneka Liping atau seni liping. Ya, begitulah hasil karya Bahen disebut. Istilah liping sendiri konon adalah plesetan dari kata living dalam bahasa Inggris, yang berarti kehidupan. Kata liping digunakan karena seni ini menggunakan obyek kehidupan masyarakat Jawa sebagai inspirasinya. Sehingga pengucapan kata living kemudian disesuaikan dnegan lidah orang Jawa menjadi kata liping.
Sedangkan pandangan lain menyebut bahwa kata liping juga bisa diartikan sebagai buah bibir. Sebab liping disebut disebut berasal dari kata lips yang berarti bibir, yang mendapat akhiran ing. Sehingga kemudian mengandung makna sebagai aktifitas dari bibir, yang dalam hal ini adalah obrolan. Dan obrolan yang dimaksud dalam hal ini adalah obrolan tentang kehidupan sehari-hari.
Karena itulah bentuk-bentuk boneka liping ini kemudian mengambil bentuk aktifitas kehidupan masyarakat sehari-hari. Ada yang berbentuk orang yang sedang bermain congklak, orang menimba air, orang lagi menumbuk padi, menggendong kayu, menebang pohon dan bahkan orang yang sedang berpacaran, seperti yang dipesan Rudi.


“Seni Liping sebenarnya salah satu bentuk action figure khas Indonesia, yang mana di dalamnya mengganbarkan kondisi kehidupan di masyarakat. dari karya seni ini, kita bisa melihat miniature aktifitas masyarakat di sekitar kita, terutama yang di pedesaan ataui di kampung,” jelas Bahen.
Bahen sendiri sudah sudah mulai menciptakan seni liping sejak awal 2000an. Berawal dari pekerjaannya sebagai pembuat tulisan dari kayu, suatu saat banyak sisa kayu pinus yang terbuang di rumahnya. Yang kemudian setelah diutak-atik ternyata bisa dibentuk menjadi boneka-boneka yang unik.
Bahen mulai mencoba membuat karya lebih banyak, setelah hasil karya buatannya ternyata banyak diminati masyarakat. melalui berbagai pameran dan bazaar yang kerap diikutinya, akhirnya membuat pesanan yang datang kepadanya semakin banyak. Dan selama ini yang paling banyak adalah untuk souvenir seperti pernikahan atau acara-acara lainnya.
“Awalnya seni ini memang saya kenalkan dari pameran ke pameran. Tapi lama kelamaan semakin banyak yang tahu, hingga akhirnya pesanan juga semakin banyak, dan untuk pesanan, terbanyak memang dipakai sebagai souvenir. Sehingga biasanya akan dilengkapi dnegan tulisan serta bungkus mika,” terangnya.
Tak hanya untuk souvenir, banyak juga orang yang membeli hasil karya Bahen karena ingin menciptakan suasana tertentu di dalam rumah mereka. Sebab dnegan mengamati dnegan seksama boneka-boneka tersebut, hal itu seperti membuka memori kenangan masa-masa di kampung dengan suasana yang penuh rasa kekeluargaan.
“Banyak orang yang rindu dengan masa-masa di mana dia saat masih di desa. Mereka rindu suasana saat angon (memelihara) bebek, atau menumbuk padi, menimba air di sumur atau yang lainnya, yang saat ini sudah tidak pernah ditemui di kota. Karena itu biasanya mereka tidak hanya membeli satu karakter saja. Karena seluruh karakter yang ada bila digabungkan, bisa membentuk sebuah cerita suasana pedesaan yang asri dan damai,” lanjutnya.

Pesanan Meningkat
Pada awalnya Bahen memang sempat mengalami kesulitan untuk melayani pesanan yang semakin banyak. Namun dari waktu ke waktu seiring bertambahnya pengalaman, membuat Bahen tidak lagi merasa kesulitan dalam menciptakan karya-karyanya. Apalagi dia juga dibantu oleh salah seorang saudaranya. Sehingga pesanan yang begitu banyak bisa ditangani dnegan cepat.


Untuk saat ini, dalam sehari Bahen mengaku bisa membuat boneka liping antara 5 – 6 buah dnegan berbagai karakter. Itu berarti dalam satu bulan dia bisa membuat sedikitnya 150 buah boneka. Dan untuk bahannya sejauh ini dia tidak pernah merasa kesulitan, karena pasokan bahan kayu pinus bisa didap[atkan dnegan mudah.
Kayu pinus digunakan karena jenis kayu yang satu ini memiliki banyak kelebihan. Selain ringan dan cenderung lunak, kayu pinus juga memiliki serat yang padat sehingga tidak berpori. Hal ini sangat baik untuk pembuatan karya seni boneka liping yang mengutamakan detail karakter dalam ukuran yang sangat mini.
Selain itu kayu pinus juga terbilang lebih murah dibandingkan dengan jenis kayu lain. Sehingga limbahnya juga tentu akan sangat murah untuk dibeli. Yang tentu bisa mendatangkan keuntungan besar saat sudah dibentuk menjadi karya-karya seni boneka liping.
“Kayu pinus itu seratnya sangat halus sehingga hampir tidak berpori.sehingga saat kita warnai, hasilnya juga sangat halus dan tidak tampak berlubang-lubang, seperti jenis kayu lain,” jelas Bahen.
Dengan harga per buah minimal Rp. 50 ribu, Bahen setidaknya bisa meraup keuntungan jutaan rupiah per bulan. Apalagi saat ini dia sudah memiliki jaringan pasar yang luas hingga ke luar pulau. Sehingga tentu keuntungan yang diperoleh dari seni limbah kayu pinus ini sangat menjanjikan.
“Selama ini pesanan terbanyak datang dari Jakarta dan Bali. Dan dari sana barang saya ini dikirim lagi ke berbagai tempat termasuk luar negeri. Sehingga semakin banyak orang yang mulai mengenal seni liping,” pungkas Bahen. //

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close