Ratusan situs purbakala diyakini tersebar di kawasan Gunung Lawu. Karena itu desakan untuk menetapkannya sebagai kawasan cagar budaya terus didengungkan oleh masyarakat
WARTAJOGLO, Karanganyar - Kabut tebal terus turun dari puncak Gunung Lawu dan menyelimuti kawasan Bukit Mongkrang yang berada di lerengnya. Hal cukup menyulitkan rombongan tim dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah, bersama para penggiat budaya yang mendaki bukit tersebut. Sebab sejurus kemudian, tiba-tiba hujan turun dengan lebat. Sehingga anggota tim terpaksa harus berteduh di gubuk-gubuk yang ada di beberapa sudut lereng bukit.
Ekspedisi Brawijaya, demikian para pegiat budaya yang dipelopori oleh Dewan Pemerhati dan Pelestari Seni Budaya Indonesia (DPPSBI) menamakan kegiatan itu. Nama ini diambil menyusul adanya informasi dari warga di sekitar lereng Gunung Lawu yang mengatakan ada banyak benda yang diduga merupakan situs purbakala. Yang diduga memiliki kaitan dengan sejarah perjalanan Prabu Brawijaya dari Majapahit, di Gunung Lawu. Dan salah satunya ada di Bukit Mongkrang, yang berada di wilayah Dusun Tlogodringo, Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar.
Disebutkan bahwa di puncak bukit berketinggian 2194 mdpl itu terdapat susunan batu berdimensi sekitar 10 x 10 meter. Hanya saja susunan batu itu sudah tidak beraturan karena aktifitas pendakian. Sehingga yang tersisa hanya beberapa sisi saja. Itupun sudah hampir rata dengan tanah.
Petugas BPCB Harun Al Rasyid memeriksa puncak Bukit Mongkrang yang diinformasikan terdapat situs cagar budaya |
Susunan batu yang diduga bagian dari badan candi itu juga yang menjadikan puncak bukit Mongkrang disebut puncak candi. Ada tiga puncak yang masing-masing diberi nama puncak candi 1, 2 dan 3. Tapi susunan batu andesit seperti bagian candi hanya ditemukan di puncak pertama. Sedangkan di puncak ke dua hanya ditemukan sisa-sisa pecahan tembikar yang diduga juga peninggalan bersejarah. Dan untuk puncak ke tiga terdapat sebuah pepunden yang dipagari dengan bilah-bilah bambu. Yang mana di tengahnya tumbuh sebatang pohon beringin putih, dengan aneka macam sesaji di bagian bawahnya.
Dari informasi itulah, lantas pihak DPPSBI mencoba melaporkannya ke BPCB. Hal ini sebagai bagian dari upaya untuk menjaga benda-benda peninggalan bersejarah, agar tidak sampai rusak. Terlebih selain tingginya aktifitas pendakian yang dilakukan warga, belakangan isu pengrusakan alam kawasan Gunung Lawu untuk obyek wisata, juga sedang jadi perbincangan hangat.
Observasi Khusus
Mendapati laporan itu, pihak BPCB pun langsung menerjunkan tim khusus. Apalagi dalam laporan itu disebutkan ada banyak titik lain di kawasan Gunung Lawu, yang diduga merupakan peninggalan bersejarah. Sehingga hal itu harus segera ditindak lanjuti untuk mencegah kerusakan akibat ulah tangan-tangan tak bertanggung jawab.
"Kedatangan kami untuk menindak lanjuti laporan dari Pak Kusumo selaku ketua DPPSBI. Dan sesuai dengan tupoksi BPCB yaitu perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan, maka kami menilai perlu untuk segera melakukan observasi terhadap obyek yang dilaporkan. Untuk selanjutnya akan kita kaji dan analisa, sebelum bisa ditetapkan sebagai sebuah benda cagar budaya," jelas Harun Al Rasyid, salah satu anggota tim BPCB, jelang pendakian ke Bukit Mongkrang, Kamis (6/2) siang.
Sementara BRM. Kusumo Putro, SH, MH selaku ketua DPPSBI menyebutkan bahwa lembaganya melaporkan ada banyak obyek yang diduga sebagai benda cagar budaya. Pihaknya sangat berkepentingan karena tak ingin keberadaan benda-benda purbakala itu nantinya terusik oleh aktifitas warga, sehingga rusak atau hilang. Yang tentu berdampak pada perkembangan peradaban masyarakat.
Kusumo (kaos putih) saat memaparkan temuannya di hadapan tim BPCB |
“Di Gunung Lawu ini banyak situs peninggalan sejarah yang menjadi petunjuk tentang perkembangan peradaban masyarakat Jawa. Sehingga bila tidak segera dilindungi, dikhawatirkan akan mengubah tradisi dan adat istiadat atau kearifan lokal yang selama ini dipegang teguh oleh masyarakat sekitar,” jelas Kusumo kepada WARTAJOGLO.com
Dari serangkaian temuan yang didapatkan itu pula, Kusumo berharap agar Gunung Lawu bisa ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya. Sebab dengan penetapan itu, tentu tidak akan ada lagi pihak-pihak yang akan melakukan pengrusakan alam Gunung Lawu. Yang akhirnya bisa mengusik atau bahkan merusak situs-situs bersejarah di kawasan itu.
“Di Gunung Lawu tersimpan kekayaan budaya yang sangat besar. Yang mana hal itu rentan terganggu berbagai aktifitas manusia. Karenanya, demi mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan, kami lantas mendaftarkannya ke BPCB, untuk ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya. Agar kawasan Gunung Lawu senantiasa terlindungi dari upaya pengrusakan,” sambung Kusumo.
Menuntut Kepedulian Bupati
Terkait hal ini Eri Budiarto, salah satu anggota tim BPCB yang lain menjelaskan bahwa usulan itu sangat mungkin bisa terwujud. Mengingat di kawasan Gunung Lawu memang banyak bertebaran situs-situs bersejarah, mulai dari Candi Cetho, Sukuh, Planggatan dan yang lainnya. Karena itu, dia berharap agar Kabupaten Karanganyar dalam hal ini Bupati segera membentuk Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) untuk segera mengkaji usulan itu.
"Yang jadi masalah, dari sekian banyak daerah yang memiliki situs-situs cagar budaya, Kabupaten Karanganyar adalah salah satu yang belum memiliki TACB. Padahal Kota Solo saja punya. Yang mana tugas tim ini nantinya akan melakukan kajian mendalam terhadap serangkaian peninggalan bersejarah di satu kawasan, untuk bisa memastikan apakah kawasan itu bisa ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya atau tidak," jelas Eri yang juga Kapokja Pemugaran BPCB ini.
Tim Ekspedisi Brawijaya saat akan mendaki ke Bukit Mongkrang |
Ketika ditanya apakah hal itu berarti Bupati Karanganyar tidak peduli dengan pelestarian cagar budaya? Dengan diplomatis Eri menjawab bahwa dalam memutuskan sesuatu, seorang bupati tentu memiliki beragam pertimbangan dan skala prioritas. Dan bisa jadi untuk saat ini ada hal lain yang lebih diprioritaskan demi kemajuan Kabupaten Karanganyar.
Sedangkan terkait hasil Ekspedisi Brawijaya bersama para penggiat budaya, Eri menyebut bahwa hasil temuan dalam observasi yang dilakukan akan dikaji lebih dalam bersama tim ahli. Sehingga nanti bisa diputuskan apakah temuan di Bukit Mongkrang masuk dalam kategori cagar budaya.
"Dari perjalanan kita ke sini tentu ada banyak hal yang sudah kita dapatkan. Baik data maupun dokumentasi foto. Hasil itu nantinya akan kita kaji dengan tim ahli untuk memastikan apakah temuan hari ini bisa dikategorikan sebagai benda cagar budaya," sambung Eri yang mengaku kerap mengalami peristiwa gaib saat melakukan pemugaran situs-situs purbakala.
Data-data pendukung yang valid memang sangat dibutuhkan oleh pihak BPCB untuk memberi label cagar budaya. Karena itulah, pihak BPCB juga meminta DPPSBI untuk melakukan ploting terhadap titik-titik lain yang diduga sebagai benda cagar budaya. Yang mana dalam ploting ini diupayakan diperoleh data dokumentasi terkait dimensi ukuran benda serta koordinat posisinya. Sehingga bisa memudahkan tim BPCB untuk melakukan kajian yang lebih mendalam terhadap benda-benda itu.
DPPSBI sendiri sudah mencatat setidaknya ada belasan titik di sekitar puncak Gunung Lawu yang diduga sebagai benda cagar budaya. Di sana ada tempat yang dinamakan Pawon Sewu, Jambangan, Bumi Arum, Kaputren, Kasatriyan, Kapanditan, Kepatihan Tengen, Kepatihan Kiwo, Khayangan, dan masih banyak lagi. Yang diharapkan bisa segera ditetapkan sebagai situs cagar budaya.
"Kami sangat mengapresiasi tindakan dari BPCB yang langsung melakukan observasi. Untuk ke depannya, kami akan membentuk tim khusus untuk melakukan ploting, terhadap beberapa temuan yang lain. Seperti yang disarankan oleh BPCB," pungkas Kusumo yang harus berkali-kali terpeleset dan jatuh saat mendaki lereng Bukit Mongkrang yang licin karena hujan. //sik