POPULER

Tingkatkan Partisipasi dalam Pemilu dengan Film

Tingkatkan Partisipasi dalam Pemilu dengan Film

 

Salah satu adegan di film Suara April

WARTAJOGLO - Pilkada serentak sudah di depan mata. Setidaknya dua hari lagi, tepatnya pada 9 Desember 2020 nanti setidaknya 9 provinsi, 37 kota serta 224 kabupaten di seluruh Indonesia menggelar pilkada. namun demikian, tingkat partisipasi warga yang akan menggunakan hak pilihnya, diduga akan turun. Selain karena faktor pandemi, factor ketidak pedulian warga akan hajatan politik ini, cukup berperan besar.

 

Karena itulah pada gelaran pemilu 2019 lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sempat membuat sebuah film berjudul Suara April. Film ini sedianya diputar di berbagai daerah dengan format layar tancap. Tujuannya supaya bisa dilihat banyak orang. Dan tentunya membangkitkan kembali kesadaran masyarakat agar mau berpartisipasi dan tidak golput.

 

Film Suara April bisa jadi merupakan film fiksi pertama, atau bahkan satu-satunya film resmi yang dirilis oleh KPU, sebagai media sosialisasi. Namun demikian film-film bertema pemilu sudah cukup banyak beredar di masyarakat. Meski pembuatannya lebih berorientasi komersial, daripada sebatas berbagi pesan moral akan pentingnya pemilu.

 

Ada beberapa judul film yang pernah beredar dengan latar belakang tema pemilu. Hanya saja mungkin karena tema ini tidak terlalu menarik, sehingga kurang mendapat respon positif dari para penonton. Sehingga secara komersial kurang laku. Di antaranya adalah film Kentut, lalu Yang Ketu7uh dan 2014: Siapa di Atas Presiden.

 

Kentut (2011)

Dirilis pada awal Juni 2011, judul film ini mungkin tidak akan menyiratkan adanya kaitan dnegan peristiwa pemilu. Namun ada tagline yang diusung, yang berbunyi “Di Negeri Ini Kebenaran dan Kebetulan Tipis Bedanya”. Dari tagline ini dapat terlihat bahwa Aria Kusumadewa sang sutradara memiliki pesan khusus yang ingin disampaikan ke para penonton.

 

Akting Deddy Mizwar dalam film Kentut
 

Dibintangi oleh Deddy Mizwar serta Ira Wibowo, film ini bercerita tentang situasi jelang pemilihan kepala daerah (pilkada) di sebuah wilayah yang bernama Kabupaten Kuncup Mekar. Dua orang calon kepala yang bernama Patiwa dan Jasmera bersaing untuk menjadi bupati.

 

Dalam perjalanan ceritanya, Patiwa yang diperankan oleh Keke Soerjo tiba-tiba ditembak oleh orang tak dikenal saat kampanye. Untunglah dia segera mendapat pertolongan hingga nyawanya terselamatkan. Meski demikian masalah muncul ketika dokter mengatakan kesehatannya terganggu jika ia tidak kentut setelah operasi.

 

Mendengar hal tersebut, Jasmera yang dperankan oleh Deddy Mizwar menagkap adanya peluang untuk menang. Karenanya dia melakukan segala macam cara agar lawannya itu tidak bisa kentut. Dipakailah jasa paranormal, untuk emmbuat Patiwa tidak bisa kentut. Sehingga tidak bisa lagi mengikuti proses pemilihan.

 

Dibalut dnegan adegan-adegan komedi, film Kentut menjadi tontonan yang cukup menghibur saat itu. Apalagi keterlibatan sosok Deddy Mizwar, semakin menegaskan adanya pesan moral tertentu di balik jalan cerita yang ditampilkan. Yang mana membawa para penonton untuk memahami, betapa banyaknya dinamika yang terjadi dalam sebuah proses pemilu.

 

Yang Ketu7uh (2014)

Berbeda dengan film Kentut yang merupakan cerita fiksi, film Yang Ketu7uh lebih bersifat dokumenter. Di mana film yang diproduksi oleh WatchdoC ini lebih menyoroti bagaimana rakyat melihat adanya peluang dan harapan lewat ajang pemilihan umum yang dilakukan setiap lima tahun tersebut. Masyarakat yang tampil dalam dokumenter ini pun dipilih secara acak dan tersebar di berbagai wilayah mulai dari Indramayu, Tangerang, Jakarta, Ende, hingga Samarinda

 


Melibatkan 19 jurnalis dan videografer, film Yang Ketu7uh mencoba mengangkat kisah pemilu lewat kacamata orang biasa. Proses produksi film ini dilakukan pada awal tahun 2014.. Bahkan beberapa bahan pun sudah ada yang dikumpulkan sejak Pemilu 2009.

 

Dalam film ini ditampilkan bagaiamana keseharian dari para tokoh. Misalnya Nita, perempuan 60 tahun, yang harus menghidupi lima anaknya, setelah sang suami meninggal dunia. Karena keterbatasan ketrampilan dan pendidikan, ia hanya bisa bekerja sebagai buruh cuci dan pembantu rumah tangga di Tangerang, Banten. Ada dua prioritas dalam hidupnya: memenuhi kebutuhan sembako keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya.

 

Selain Nita, ada pula Amin Jalalen, seorang petani penggarap tanah milik negara yang berdomisili di Indramayu, Jawa Barat. Beberapa tahun belakangan ini, ia terpaksa memberanikan diri menggarap tanah milik negara untuk menyambung hidup. Namun, Amin tak menggarap lahan milik negara dengan cuma-cuma karena ia harus membayar sewa tanah.

 

Tak hanya Nita dan Amin Jalalen, beberapa tokoh yang lain juga ditampilkan lengkap dnegan lika liku kehidupan mereka. Yang selanjutnya kisah perjalanan mereka bermuara dalam satu tujuan untuk berharap adanya perubahan yang lebih baik pada kehidupannya, melalui pemilu 2014.

 

2014: Siapa di Atas Presiden (2015)

Disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan Rahabi Mandra film ‘2014: Siapa di Atas Presiden’ dirilis pada 26 Februari 2015. Beberapa aktor dan aktris ternama ikut terlibat dalam pembuatan film yang juga dilatar belakangi peristiwa politik ini. di antaranya ada Ray Sahetapy, Deddy Sutomo, Donna Harun, Atiqah Hasiholan, Rio Dewanto, Maudy Ayunda serta Risky Nazar.

 

Film ini menceritakan tentang Ricky Bagaskoro (Rizky Nazar) yang berusaha menelusuri penyebab Bagas Notolegowo (Ray Sahetapy) ayahnya, tiba-tiba dijebak dan dipenjara. Bagas yang diperankan oleh Ray Sahetapy, diceritakan tengah mencalonkan diri sebagai presiden. Sehingga kuat dugaan hal itu dilakukan oleh lawan-lawan politiknya.

 

Namun kondisi menjadi aneh karena ternyata lawan politik snag ayah juga ditembak hingga tewas oleh orang tak dikenal. Bahkan Ricky sendiri juga diserang. Karenanya dia kemudian berusaha untuk mengungkap semuanya dengan melakukan demonstrasi sembari mengumpulkan dukungan lewat media sosial.

 

Dalam film ini sutradara seperti ingin menunjukkan, bahwa bagaimana pengaruh media sosial saat itu sudah sedemikian kuat di masyarakat. Karenanya bersama beberapa temannya Ricky mencoba melakukan penyelidikan, meski harus banyak mendapatkan masalah, karena berhadapan dengan sebuah kekuatan besar.

 

Sosok Ricky yang digambarkan sebagai seorang pelajar SMA juga dipandang mewakili sosok kelompok milenial yang peduli dnegan dinamika politik. Sehingga dari film yang diproduksi oleh Mahaka Picture itu diharapkan bisa menarik minat generasi muda untuk berpartisipasi dalam pemilu. //Sik/bbs

 

 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close