
Perlunya Gasifikasi Batubara untuk Pengembangan City Gas
WARTAJOGLO, Jakarta - Demi mengalihkan penggunaan LPG di kalangan rumah tangga yang terus meningkat, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong pemerintah membentuk jaringan city gas (kota gas). Caranya dengan memaksimalkan gasifikasi batubara.
Hal ini penting karena Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, konsumsi LPG nasional pada tahun 2019 mencapai 7,76 juta ton. Sementara, produksi nasional hanya mentok di 1,96 juta ton. Sisanya sekitar 5,71 juta ton LPG harus dipenuhi melalui impor.
![]() |
Proses distribusi gas LPG oleh petugas Pertamina |
Para pakar gasifikasi batubara yang hadir antara lain, Hery Apriyanto, Dodi Ngakan Miharjana, Musrizal, Nasruddin, Antho.
Perlunya Gasifikasi Batubara untuk Pengembangan City Gas https://t.co/YBYdJ9kWYK
— WARTAJOGLO (@wartajoglo) March 15, 2021
Pria yang akrab disapa Bamsoet ini menjelaskan, proyek gasifikasi batubara sebagai bagian dari hilirisasi industri batubara, sudah digagas sejak dua puluh tahun lalu. Namun realisasinya belum maksimal. Hingga akhirnya Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020. Yang memasukan gasifikasi batubara di Tanjung Enim, Sumatera Selatan sebagai bagian dari proyek strategis nasional.
"Hilirisasi batubara melalui gasifikasi merupakan keniscayaan. Mengingat deposit batubara di Indonesia sangat besar. Menurut kajian Badan Geologi Kementerian ESDM, per Desember 2019 jumlahnya mencapai 37,6 miliar ton," jelas Bamsoet.
Ditambahkan pula bahwa tidak semua batubara yang dihasilkan berkalori tinggi. Sebanyak 20 miliar ton di antaranya berkalori rendah yang kurang diminati pasar ekspor.
"Di sisi lain, permintaan internasional untuk batubara berkalori tinggi juga terus menurun. Sampai dengan November 2020, Kementerian ESDM mencatat volume ekspor batubara hanya sebesar 364 juta ton. Turun 13 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai 418 juta ton," terangnya.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menambahkan, per tahunnya, minimal keberadaan satu pabrik hilirisasi batubara bisa mengolah 6 juta ton batubara berkalori rendah menjadi 1,4 juta ton dimethyl ether (DME). Yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti LPG.
"Harga jual DME bisa sekitar USD 420 per ton. Jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata harga LPG sekitar USD 568 per ton. Kehadiran DME, menurut perhitungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, bisa menghemat pengeluaran negara untuk subsidi LPG 3 Kg mencapai Rp 8,7 triliun. Karenanya tak ada alasan untuk menunda proyek gasifikasi batubara," pungkas Bamsoet.//Ril