WARTAJOGLO, Jakarta - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengajak masyarakat tidak termakan provokasi yang dilakukan berbagai pihak, baik dalam bentuk ujaran kebencian, hasutan, maupun mural, dan berbagai bentuk ekspresi lainnya. Fokus bangsa Indonesia saat ini adalah bagaimana bisa keluar secepat mungkin dari pandemi Covid-19. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, semua elemen bangsa patut mendukung berbagai langkah pemerintah yang sedang bekerja keras mengatasi pandemi sekaligus memulihkan perekonomian nasional.
"Setelah berhasil mencapai target penyuntikan vaksin Covid-19 sebanyak 2 juta dosis per hari, kini pemerintah meningkatkannya menjadi 2,3 juta suntikan per hari. Per 30 Agustus 2021, tercatat dunia sudah menyuntikan 5,29 miliar dosis vaksin Covid-19. Tiongkok Daratan menempati peringkat pertama karena telah menyuntikan 2,04 miliar dosis vaksin. Sementara Indonesia berada di peringkat ketujuh dengan telah menyuntikan 98,1 juta dosis vaksin covid-19," ujar Bamsoet dalam pelantikan pergantian antar waktu (PAW) anggota MPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional Ibnu Mahmud di Gedung Parlemen Jakarta, Rabu (1/9).
Pelantikan PAW Anggota MPR RI |
Bamsoet menambahkan bahwa seiring dengan gencarnya vaksinasi Covid-19 yang dilakukan pemerintah, MPR RI juga terus gencar melaksanakan vaksinasi ideologi melalui Sosialisasi Empat Pilar MPR RI. Berupa internalisasi nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika kepada berbagai kelompok masyarakat.
"Sebagaimana vaksinasi Covid-19, dalam melakukan vaksinasi ideologi pun terdapat berbagai tantangan yang dihadapi. Harus diakui, masih sering terjadi keteledoran, ketidaktaatan, dan penyelewengan atas nilai nilai Pancasila oleh bangsa sendiri. Terutama oleh para penyelenggara negara yang membuat bintang penuntun itu pun secara perlahan seakan akan meredup ditelan bumi," jelasnya.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menambahkan, kalangan masyarakat, terutama kaum milenial, menyaksikan ideologi-ideologi lain telah berkembang sebagai sistem pemikiran yang koheren dan atraktif. Sementara, Pancasila sendiri belum sungguh-sungguh didalami dan kembangkan ke dalam kerangka konseptual, kerangka normatif, dan kerangka operatif. Pancasila masih diekspresikan sebatas klaim kehebatan dalam berbagai pernyataan dan pidato, atau diajarkan sebatas hafalan sejumlah butir moralitas.
"Untuk itu, MPR terus mengembangkan berbagai metode internalisasi dengan contoh nyata yang mudah dipahami dan mudah di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. MPR harus mampu membumikan Pancasila. Menjadikan Pancasila sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara," tandasnya.
Bamsoet juga menyoroti rencana MPR RI sejak dua periode MPR RI 2009-2014 dan 2014-2019 lalu menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Keberadaan PPHN jelas berbeda dengan Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Kalaupun PPHN tetap dianggap sebagai romantisme masa lalu, maka semua pihak harus memiliki kelapangan kesadaran, bahwa masa lalu itu tidak pernah sepenuhnya gelap dan tidak pernah sepenuhnya terang. Perkembangan sejarah bangsa yang sehat harus bisa memiliki kedewasaan untuk meneruskan yang terang dan meninggalkan yang gelap.
"Sebuah bangsa yang tidak bisa melihat sisi gelap dari masa lalu terancam dihukum mengulangi kesalahan yang sama. Sebaliknya, sebuah bangsa yang tidak bisa melihat sisi-sisi terang dari masa lalu tidak memiliki jangkar untuk menambatkan visi ke depan," tegasnya.
Bamsoet mengakui, amandemen UUD Tahun 1945 yang dilakukan di awal Era Reformasi membuat lembaga MPR ini tidak lagi menjadi lembaga tertinggi meski demikian, disebut MPR masih mempunyai kewenangan tertinggi, “seperti mengamandemen UUD, melantik dan memberhentikan presiden dan wakil presiden, sesuai mekanisme yang telah ditetapkan dalam konstitusi atau UUD NRI 1945," tuturnya.
Lebih dari itu, tambah Bamsoet, diskursus amandemen terbatas untuk menghadirkan PPHN yang kemudian banyak “dipelintir” dan "digoreng" sebagai upaya perubahan periodesasi presiden menjadi 3 kali atau upaya perpanjangan masa jabatan presiden serta isu-isu lain serta kecurigaan yang tidak masuk akal, menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki beragam pikiran dan pendapat.
“Sebagai rumah kebangsaan, MPR sangat terbuka bagi siapa saja untuk menyampaikan saran maupun kritik. Karena saya yakin dan percaya, semua yang disampaikan ujungnya adalah untuk kepentingan bangsa agar Indonesia maju dan tumbuh," ujar Bamsoet.
Ditekankan bahwa visi kebangsaan merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan, dan sarana untuk memperjuangkannya adalah melalui pembangunan. Hakikat pembangunan adalah proses kolektif menuju kemajuan yang membutuhkan pedoman atau haluan, agar seluruh pemangku kepentingan mempunyai persepsi dan perspektif yang sama. Kesamaaan pandangan ini penting, mengingat Indonesia memiliki tingkat heterogenitas yang luar biasa dari berbagai sudut pandang, baik latar belakang ekonomi, sosial, politik, serta adat istiadat dan budaya.
"PPHN dihadirkan untuk menjamin kesinambungan visi Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tanpa menghilangkan ruang kreatifitas presiden dan wakil presiden dalam menyusun visi, misi, dan program pembangunannya," pungkas Bamsoet. //Ril