WARTAJOGLO, Jakarta - Busan International Film Festival kembali mengumumkan seleksinya, dan tiga film Indonesia terseleksi masuk ke dalamnya. Tiga film ini akan ditayangkan di Busan International Film Festival (BIFF), yang digelar di Busan, Korea Selatan pada 6-15 Oktober 2021. Ketiga film itu adalah Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas; Yuni; dan film pendek Laut Memanggilku.
Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas adalah sebuah film adaptasi novel Eka Kurniawan yang disutradarai oleh Edwin dan sebelumnya telah berhasil meraih Golden Leopard di Locarno International Film Festival Agustus lalu. Yuni adalah karya sutradara Kamila Andini, dan film ini telah terpilih untuk berkompetisi di Toronto International Film Festival yang diadakan September ini.
Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas dan Yuni terseleksi masuk ke program A Window on Asian Cinema. Sementara film pendek Laut Memanggilku adalah besutan Tumpal Tampubolon, yang terseleksi masuk ke kompetisi film pendek di BIFF dalam program Wide Angle. Bagi Laut Memanggilku, BIFF akan menjadi world premiere.
“Saya selalu mencari-cari alasan untuk bisa kembali ke Busan International Film Festival yang sudah saya anggap sebagai ‘rumah’ untuk saya. Jadi, senang sekali tahun ini Yuni bisa Asian Premiere di Busan,” tutur Ifa Isfansyah, produser dari film Yuni.
Sementara produser Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas, Meiske Taurisia mengaku dengan masuk ke BIFF hal itu menjadi nostalgia tersendiri baginya. Sebab pada tahun 2008 dia juga berhasil membawa salah satu filmnya ke ajang tersebut.
“Busan akan selalu menempati tempat yang spesial karena film pertama kami, Babi Buta Yang Ingin Terbang, 2008, sutradara Edwin dan saya sebagai produser, berkompetisi dalam program New Currents, sebuah program kompetisi untuk film pertama dan kedua yang didedikasikan untuk new discovery sutradara-sutradara muda Asia,” tutur Meiske Taurisia.
Nada serupa juga disampaikan oleh Mandy Marahimin, produser film pendek Laut Memanggilku. Yang memandang bahwa BIFF adalah sebuah festival bergengsi yang mendukung perkembangan film-film di Asia.
“Busan International Film Festival adalah sebuah festival film yang secara konsisten mendukung film-film Asia, dan kami merasa bangga bisa terpilih untuk berkompetisi di sana,” ujarnya.
Ketiga film ini secara bersama menampilkan kisah manusia Indonesia walau masing-masing menuturkannya dengan latar belakang (dan waktu) yang berbeda. Laut Memanggilku bertutur tentang kerinduan seorang anak kecil, Yuni bicara tentang mimpi dan batasan yang dialami perempuan di Indonesia, sementara Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas bercerita tentang toxic masculinity dan budaya pop.
“Bisakah saya membuat film yang mendefinisikan ulang dampak dari budaya populer sambil juga mengkritik ide toxic masculinity? Saya selalu mempertanyakan di mana tempat bagi para manusia sensitif di Indonesia, yang mengagungkan machismo dan kerap menggunakan ‘bahasa kekerasan’ sebagai ekspresi kesehariannya,” terang Edwin menjelaskan motivasinya menyutradarai film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas.
Sedangkan Film Yuni terinspirasi dari salah satu puisi terkenal karya Sapardi Djoko Damono berjudul ‘Hujan di Bulan Juni’. Hujan yang jatuh di musim yang tidak tepat.
"Saya membangun karakter Yuni sebagai seorang remaja yang dipaksa untuk dewasa tidak pada waktunya. Seorang remaja yang penuh mimpi, dengan media sosial saat ini yang menunjukkan dunia ada di genggamannya, tetapi yang harus dipikirkannya adalah menghadapi lamaran dan menikah. Saya mendengar begitu banyak cerita tentang gadis remaja yang punya potensi dan prestasi tapi harus gagal karena pernikahan, dan saya merasa perlu untuk membicarakan isu ini,” ungkap Kamila Andini.
Sementara bagi Tumpal, film Laut Memanggilku lahir dari rasa kehilangan akan hal-hal sederhana yang telah dirampas oleh pandemi, seperti jabat erat, rangkulan, pelukan, ciuman.
"Melalui film ini saya memikirkan ulang makna dari sentuhan, bagaimana selama ini sentuhan dari orang-orang dan makhluk hidup lainnya, telah membentuk, merawat, mengobati, dan menemani saya. Saya belajar bahwa saya tidak sendirian,” katamya.
Bagi Ifa, tidak ada yang lebih menyenangkan selain merayakan kesuksesan bersama teman-teman pembuat film di Indonesia.
"Kebahagiaan tersendiri, justru di masa krisis ini banyak film Indonesia memperoleh pencapaian yang membanggakan. Dan tahun ini ada empat film Indonesia yang diputar di BIFF,” ujar Ifa.
Selain ketiga film ini ada juga film Penyalin Cahaya karya Wregas Bhanuteja yang sebelumnya telah diumumkan terseleksi masuk ke Busan International Film Festival program New Currents. Film Penyalin Cahaya menjadi wakil film Indonesia ketiga yang lolos setelah Edwin (Babi Buta Yang Ingin Terbang) pada 2008 dan Kamila Andini (The Mirror Never Lies) pada 2011 berkompetisi di program yang sama.
Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas diperkirakan akan tayang di bioskop-bioskop di Indonesia pada akhir 2021, sementara Yuni direncanakan akan tayang pada 2022.
TENTANG BUSAN INTERNATIONAL FILM FESTIVAL
Busan International Film Festival (BIFF) adalah festival film terbesar di Asia, dan tahun ini akan diadakan pada tanggal 6-15 Oktober 2021. Pelaksanaan BIFF tahun ini adalah pelaksanaan ke-26.
Festival ini memiliki beberapa program, di antaranya:
1. A Window on Asian Cinema:
Puncak dari berbagai gaya dan visi dalam sinema Asia, menyoroti film-film dari pembuat film Asia paling berbakat tahun ini serta karya sutradara yang sudah mapan dalam industri ini.
2. New Currents:
Sebuah kompetisi antara fiksi panjang pertama atau kedua pembuat film Asia yang sedang naik daun yang menganugerahkan dua film dengan Penghargaan Arus Baru. Semua film harus disajikan sebagai World atau International Premiere.
3. Wide Angle:
Bagian yang didedikasikan untuk menampilkan film pendek yang luar biasa, film dokumenter yang menawarkan sudut pandang sinematik yang luas dan visi yang berbeda.
Dari beberapa program di atas, terdapat pemberian hadiah berupa:
1. New Currents Award:
New Currents Award diberikan kepada dua film fiksi panjang terbaik yang dipilih dari film pertama atau kedua sutradara Asia baru yang diperkenalkan di bagian New Currents (bagian kompetitif BIFF untuk film Asia).
2. BIFF Mecenat Award:
BIFF Mecenat Award diberikan kepada film dokumenter terbaik dari Korea dan Asia dalam kategori kompetisi Wide Angle.
3. Sonje Award:
Penghargaan Sonje diberikan kepada film pendek Korea dan Asia terbaik di bagian Wide Angle. //Lis