WARTAJOGLO, Jakarta - Dalam 16th Session of the Intergovernmental Committee for the Safeguarding of Intangible Cultural Heritage di Paris, Prancis beberapa waktu lalu, UNESCO meresmikan songket sebagai Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural Heritage) asal Malaysia. Pengumuman itupun dimuat dalam situs resmi UNESCO https://ich.unesco.org/en/RL/songket-01505.
Dalam keterangan di situs tersebut disebutkan bahwa songket adalah kain tenun tangan tradisional Malaysia yang dibuat oleh wanita di Semenanjung Malaya dan Sarawak. Sementara istilah songket mengacu pada teknik tenun dekoratif yang digunakan untuk membuat kain, yang melibatkan penyisipan benang emas atau perak di antara benang dasar. Akibatnya, benang ekstra tampak melayang di atas latar belakang anyaman warna-warni untuk menciptakan efek ornamen.
Kain songket |
UNESCO menyebut bahwa Songket merupakan teknik menenun dengan menggunakan alat tradisional yang disebut kek, dan sudah ada sejak abad ke-16. Tradisi pembuatan songket juga disebutkan diturunkan dari generasi ke generasi.
Dijelaskan pula bahwa gaya songket dapat dikenali dari pola desain yang menggunakan bentuk geometris dan elemen organik, seperti bunga, burung, dan serangga. Sedangkan bahan songket secara tradisional hanya dikenakan oleh bangsawan dan keluarga mereka. Namun, kini digunakan oleh orang Melayu di seluruh negeri dalam pakaian upacara tradisional, untuk instalasi kerajaan, pernikahan, kelahiran, acara-acara perayaan dan acara resmi negara.
Pengumuman ini tentu saja memunculkan kekecewaan tersendiri di hati masyarakat Indonesia. Pasalnya selama ini kain Songket justru dikenal sebagai salah satu kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia. Terutama di masyarakat Melayu yang tersebar di wilayah Sumatera dan Kalimantan.
Tangkapan layar pengumuman UNESCO tentang Songket |
Bahkan kain songket sendiri secara historis sudah ada sejak jaman Kerajaan Sriwijaya. Di mana kata songket konon berasal dari kata tusuk dan cukit, yang disingkat sukit dan berubah menjadi songket. Hal ini karena merujuk pada cara pembuatannya.
Indonesia dan Malaysia sendiri memang memiliki rumpun sejarah yang hampir sama. Jadi potensi klaim atas tradisi budaya tertentu memang akan kerap terjadi. Karena seperti dikutip dari Kompas.com, anggota Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan, olahraga dan sejarah, Abdul Fikri Fawih menyebut perlu ada pembicaraan bersama antara Indonesia dan Malaysia terkait adanya kesamaan budaya itu.
"Indonesia dan Malaysia memiliki kesamaan warisan budaya yang ada seperti pantun. Nah pantun itu Indonesia maju bersama-sama dengan Malaysia, sehingga jadi warisan budaya dari Indonesia dan juga Malaysia. Lalu jika ada yang lainnya seperti reog ataupun songket ini sebaiknya didiskusikan saja bersama. Karena mereka rata-rata juga seperti Indonesia," ungkap Abdul Fikri. //Rad