TfG6TUW8BUO7GSd6TpMoTSd7GA==
,, |

Headline News

Tradisi Padusan, Upaya Penyucian Diri Masyarakat Jawa Jelang Ramadan

Umbul Pengging
Warga menjalani tradisi padusan di kawasan Pengging

WARTAJOGLO, Solo - Menjelang datangnya bulan Ramadan, masyarakat Jawa memiliki tradisi unik yang disebut padusan. 

Tradisi ini merupakan simbolisasi upaya pembersihan diri secara lahir dan batin sebagai persiapan untuk menjalankan ibadah puasa. 

Bagi masyarakat Jawa, ibadah puasa tidak hanya menuntut kesiapan fisik, tetapi juga kebersihan lahir dan batin. 

Oleh karena itu, padusan menjadi momen penting untuk menyucikan diri sebelum memasuki bulan suci.

Kata padusan sendiri berasal dari bahasa Jawa, yaitu adus, yang berarti mandi. Secara sederhana, padusan dapat diartikan sebagai aktivitas mandi dengan tujuan penyucian diri. 

Ritual ini dilakukan agar seseorang dapat menjalani ibadah puasa dalam keadaan suci, baik secara lahir maupun batin. 

Dengan kondisi yang suci, diharapkan tujuan ibadah puasa untuk mencapai ketakwaan dapat tercapai dengan lebih baik.

Budayawan yang juga Ketua Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta Hadiningrat, GKR Koes Moertiyah menyebut bahwa padusan adalah tradisi yang murni diciptakan masyarakat Jawa. Sebab tradisi ini tidak ada tuntunanya dalam ajaran agama Islam.

"Padusan ini bagian dari tradisi masyarakat Jawa. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya penyucian diri sebelum menjalankan laku ritual atau upacara tertentu. Dan dalam hal ini adalah puasa Ramadan. Jadi ini memang hasil olah pikir masyarakat Jawa sendiri, karena secara agama tidak ada tuntunannya. termasuk di Arab sana tidak ada yang melakukannya," ujar wanita yang akrab disapa Gusti Moeng ini saat ditemui pada Kamis 27 Februari 2025.

Gusti Moeng
Gusti Moeng menyebut padusan sebagai upaya masyarakat Jawa untuk menyucikan diri sebelum Ramadan

Dilanjutkan Gusti Moeng, bahwa sebagai sebuah laku ritual ibadah, puasa memang harus selalu diikuti dengan sebuah persiapan khusus, dalam hal ini penyucian diri yang diwujudkan dalam padusan.

“Bagi masyarakat Jawa, pelaksanaan ibadah puasa harus diikuti kebersihan lahir dan batin. Makanya, sehari sebelum puasa, mereka menjalankan ritual padusan. Yaitu mandi di tempat-tempat yang memiliki sumber air berlimpah. Atau jika tidak, mereka mandi keramas di rumah. Semua ini dilakukan sebagai upaya untuk melaksanakan ibadah dengan sempurna,” jelasnya.

Padusan bukan sekadar ritual mandi biasa. Bagi masyarakat Jawa, ritual ini juga memiliki makna spiritual yang mendalam. 

Selain sebagai upaya penyucian diri, padusan juga diyakini dapat mendatangkan berkah dan keberuntungan. 

Oleh karena itu, pemilihan tempat untuk melakukan padusan dianggap sangat penting. Tempat-tempat yang dipilih biasanya adalah sumber air yang diyakini memiliki aura positif atau bahkan bertuah.

Keyakinan ini tidak muncul tanpa alasan. Banyak masyarakat yang percaya bahwa energi positif dari tempat-tempat tersebut dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang. 

Misalnya, air dari sumber tertentu diyakini dapat mengobati penyakit atau menjadi media ritual untuk menghilangkan kesialan. 

Bagi masyarakat Kota Solo dan sekitarnya, kawasan pemandian Pengging di wilayah Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali, adalah tempat favorit untuk menjalankan padusan.

Selain memiliki sumber air berlimpah yang tertampung dalam beberapa umbul atau kolam alami, kawasan ini juga diyakini memiliki keistimewaan tersendiri secara spiritual.

Hal ini lantaran kawasan Pengging merupakan tempat yang menjadi bagian dari Keraton Surakarta Hadiningrat. Yang mana para raja dari keraton ini selalu menggunakan umbul-umbul di kawasan Pengging untuk ritual.

"Umbul-umbul di kawasan Pengging itu kan bagian dari Keraton (Surakarta Hadiningrat). Sehingga dalam prosesi padusan pun ada ritual khusus yang kita jalankan, sebelum mulai mandi bersama-sama. Dan hal itu sudah menjadi tradisi dari para leluhur terdahulu," ungkap adik Sinuhun Pakubuwono XIII ini.

Dengan memilih tempat tertentu untuk padusan, hal ini tentu tak lepas dari tujuan lain selain penyucian diri.

Masyarakat Jawa meyakini bahwa tempat-tempat yang dikeramatkan akan memiliki pancaran energi positif yang kuat. Yang diyakini bisa menghapus berbagai kesialan yang melekat dalam diri seseorang.

Dengan hilangnya kesialan, diharapkan kehidupan seseorang akan dipenuhi dengan keberuntungan dan kemudahan.

Kuatnya tradisi padusan di Jawa Tengah tidak lepas dari upaya masyarakat setempat untuk mempertahankan warisan leluhur. 

Bahkan, banyak perantau yang sengaja pulang kampung hanya untuk mengikuti ritual ini. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya padusan dalam kehidupan spiritual masyarakat Jawa.

"Padusan adalah tradisi unik masyarakat Jawa yang menggabungkan unsur spiritual, budaya, dan sosial. Dengan mempertahankan tradisi ini, masyarakat Jawa menunjukkan komitmen mereka untuk menjaga warisan leluhur sekaligus mempersiapkan diri secara lahir dan batin untuk menyambut bulan suci Ramadan," tandas Gusti Moeng.

Selain padusan, masyarakat Jawa biasanya kan mengikutinya dengan tradisi unggah-unggahan, sebagai wujud pemanjatan doa.

"Dalam tradisi unggah-unggahan, biasanya kita sediakan makanan kolak, ketan dan apem, sebagai simbolisasi doa dan permohonan ampun. Sehingga saat masuk bulan puasa, kita sudah bersih lahir dan batin," pungkas Gusti Moeng. //Bang

Type above and press Enter to search.