![]() |
Ilustrasi gerhana matahari dan bulan |
WARTAJOGLO, Solo - Bulan Ramadan tahun ini, 1446 Hijriah, akan menjadi momen istimewa bagi umat Islam.
Selain sebagai bulan penuh berkah, Ramadan kali ini juga akan diwarnai oleh dua fenomena astronomis yang langka yakni Gerhana Bulan Total pada 14 Maret 2025 dan Gerhana Matahari Sebagian pada 29 Maret 2025.
Namun, selain keindahan langit yang ditawarkan oleh fenomena ini, muncul pula narasi mitos yang mengaitkannya dengan tanda-tanda kiamat, khususnya kedatangan Imam Mahdi.
Secara ilmiah, gerhana adalah fenomena alam yang terjadi akibat interaksi gravitasi antara matahari, bumi, dan bulan.
Gerhana Bulan Total terjadi ketika posisi matahari-bumi-bulan segaris lurus sehingga cahaya matahari yang seharusnya mencapai bulan terhalang oleh bayangan bumi.
Sementara itu, Gerhana Matahari Sebagian terjadi ketika bulan berada di antara matahari dan bumi, sehingga sebagian permukaan matahari tertutupi oleh bulan dalam pandangan dari bumi.
Dr. Choirul Amin, S.Si., MM., dosen Program Studi Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), menjelaskan bahwa fenomena dua gerhana dalam satu bulan Ramadan bukanlah hal baru dalam sejarah astronomi.
"Jika kita melihat data, kejadian serupa sudah sering terjadi. Misalnya, pada tahun 2003 juga pernah terjadi dua gerhana di bulan Ramadan," ujarnya saat diwawancarai pada Kamis 13 Maret 2025.
Menurut catatan astronomi, fenomena dua gerhana dalam satu bulan Ramadan telah terjadi sebanyak 22 kali dalam 60 kali Ramadan selama sejarah dunia.
Artinya, jika asumsi bahwa dua gerhana di bulan Ramadan merupakan tanda datangnya Imam Mahdi benar, maka seharusnya kiamat sudah terjadi sejak dahulu kala.
Sebagian pihak mengaitkan fenomena ini dengan tanda-tanda kiamat, merujuk pada beberapa riwayat yang menyebutkan bahwa salah satu tanda datangnya Imam Mahdi adalah terjadinya dua gerhana dalam bulan Ramadan. Namun, Dr. Choirul Amin menegaskan bahwa ini hanyalah mitos.
"Saya mengikuti pendapat jumhur ulama bahwa hanya Allah SWT yang mengetahui kapan datangnya Imam Mahdi dan kapan kiamat akan terjadi," tegasnya.
Ia menambahkan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan terhadap isu-isu tersebut. Sebaliknya, fokus utama harus diarahkan pada pemahaman ilmiah dan persiapan menghadapi dampak nyata dari fenomena ini.
Selain keindahannya, fenomena gerhana juga memiliki dampak ilmiah yang perlu diwaspadai. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memberikan peringatan bahwa dalam beberapa hari ke depan, masih berpotensi terjadi hujan ekstrem di beberapa wilayah Indonesia.
Saat gerhana terjadi, posisi matahari, bumi, dan bulan berada dalam satu garis lurus, yang menyebabkan peningkatan gaya tarik gravitasi. Hal ini dapat meningkatkan pasang air laut, terutama di daerah pesisir.
"Kombinasi antara peningkatan pasang air laut dan curah hujan tinggi dapat memperparah banjir rob di daerah pesisir seperti Semarang, Demak, Pekalongan, dan Brebes," jelas Choirul Amin.
Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat di daerah pesisir untuk lebih waspada dan mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan genangan air yang lebih tinggi dari biasanya.
Meskipun fenomena gerhana sering dikaitkan dengan mitos atau ramalan, penting bagi masyarakat untuk tetap rasional dan fokus pada aspek ilmiahnya.
Fenomena Dua Gerhana di Bulan Ramadan 1446 H, Antara Mitos Kiamat dan Dampak Ilmiahnya https://t.co/NsTw4Yd5nt
— 🇼🇦🇷🇹🇦🇯🇴🇬🇱🇴 (@wartajoglo) March 16, 2025
Dalam konteks ini, Dr. Choirul Amin menekankan pentingnya meningkatkan kesiapsiagaan terhadap potensi bencana yang bisa terjadi akibat fenomena alam ini.
"Masyarakat tidak perlu takut berlebihan mengenai isu kiamat, tetapi mereka harus siap menghadapi dampak nyata seperti banjir rob atau cuaca ekstrem," katanya menutup wawancara. //Hum