TfG6TUW8BUO7GSd6TpMoTSd7GA==
,, |

Headline News

Perayaan Hari Tari Dunia 2025: Tari Bukan Sebatas Praktik Seremonial

Salah satu penampilan dalam pembukaan acara 24 Jam Menari ISI Solo 2025, sebagai bagian dari perayaan Hari Tari Dunia

WARTAJOGLO, Solo - Tarian bukan sekadar gerak tubuh yang mengalun mengikuti irama. Ia adalah bahasa budaya, warisan sejarah, ruang ekspresi, dan bahkan alat diplomasi yang mempererat bangsa. 

Inilah semangat yang diusung dalam gelaran 24 Jam Menari ISI Solo 2025, perayaan Hari Tari Dunia yang tahun ini mengusung tema besar "The Land of Thousands Kingdom".

Ajang tahunan yang telah memasuki penyelenggaraan ke-19 ini bukan hanya sebuah pertunjukan, melainkan sebuah pernyataan budaya. 

Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, Ahmad Mahendra, M.Tr.A.P., melalui sambutan yang dibacakan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal, Judi Wahjudin, S.S., M.Hum., menegaskan pentingnya seni tari dalam lanskap kebudayaan Indonesia.

“Seni tari bukan hanya praktik seremonial, tapi bagian penting dari sejarah bangsa, sarana ekspresi budaya, produksi pengetahuan, dan nilai-nilai kemanusiaan. Ia juga bisa menjadi alat diplomasi budaya Indonesia,” ungkap Mahendra di Pendopo ISI Solo pada 29 April 2025.

Acara yang digelar selama 24 jam penuh ini bukan hanya menjadi panggung bagi ratusan penari dari berbagai penjuru Nusantara dan mancanegara, tetapi juga panggung kolaborasi yang menyatukan puluhan kelompok tari, elemen estetika, dan nilai-nilai edukatif dalam satu kemasan pertunjukan yang memukau.

Mahendra memberikan apresiasi tinggi atas komitmen Jurusan Tari dan seluruh keluarga besar ISI Solo yang telah menyulap perayaan ini menjadi pesta budaya berkelas dunia. 

Ia menyoroti bagaimana sinergi kreatif dari berbagai elemen pertunjukan menunjukkan kesungguhan dan profesionalisme dalam setiap penampilan.

Tak hanya menjadi pesta visual dan emosional, 24 Jam Menari juga memberikan dampak ekonomi nyata. 

Keterlibatan pelaku UMKM dalam mendukung kelangsungan acara ini menunjukkan bahwa seni pertunjukan memiliki potensi besar untuk menggerakkan roda ekonomi kreatif.

Sementara itu, Rektor ISI Solo, Dr. I Nyoman Sukerna, S.Kar., M.Hum., menekankan bahwa seni tari adalah jejak budaya yang lahir dari patronasi kerajaan-kerajaan Nusantara. 

Kini, ribuan kerajaan itu tak lagi hanya tinggal dalam sejarah, tetapi hidup dalam jiwa-jiwa yang bergerak bersama dalam perayaan ini.

“Kerajaan-kerajaan budaya kini tumbuh dalam diri kita. Ribuan kerajaan berkumpul dan menari bersama dalam semangat Hari Tari Dunia,” ucap Sukerna dengan penuh makna.

Di penghujung sambutannya, Rektor ISI Solo juga menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan berbagai pihak yang telah memungkinkan kelangsungan acara akbar ini.

Melalui 24 Jam Menari, masyarakat diajak untuk menyadari bahwa tari adalah media penyampai pesan yang sarat makna, yang patut dihargai, dirayakan, dan dijaga keberlanjutannya. 

Lebih dari sekadar pertunjukan, ini adalah napas budaya yang menyatukan Indonesia—sebuah negeri ribuan kerajaan yang bergerak dalam irama yang sama. //Her

Type above and press Enter to search.