![]() |
| Ketua Forum Budaya Mataram, Dr. BRM. Kusumo Putro, SH, MH, menegaskan perlunya penegakan paugeran untuk menentukan raja baru di Keraton Surakarta Hadiningrat |
WARTAJOGLO, Solo - Suasana haru bercampur tegang menyelimuti Keraton Surakarta Hadiningrat jelang pemberangkatan jenazah Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (SISKS) Pakubuwono XIII ke pemakaman Imogiri, pada Rabu 5 November 2025.
Putra Mahkota KGPAA Hamangkunagoro Sudibyo Rajaputra Narendra Mataram atau yang akrab disapa Gusti Purboyo, secara mengejutkan mendeklarasikan diri sebagai SISKS Pakubuwono XIV.
Deklarasi yang dilakukan tepat di hadapan jenazah sang ayah itu sontak memicu beragam reaksi dari internal keluarga besar keraton.
Di satu sisi, keluarga inti mendiang raja menyatakan dukungan penuh. Mereka menegaskan bahwa pengangkatan Putra Mahkota yang telah bergelar Pangeran Pati sejak 2022 itu merupakan amanah langsung dari almarhum Pakubuwono XIII.
Namun di sisi lain, sebagian kerabat menilai langkah tersebut terkesan tergesa-gesa dan belum melalui prosedur adat sebagaimana mestinya.
Menurut mereka, penentuan raja semestinya dilakukan melalui musyawarah mufakat yang melibatkan seluruh keluarga besar, adik-adik raja, dan para sesepuh keraton.
Menanggapi dinamika tersebut, Ketua Forum Budaya Mataram (FBM) Dr. BRM Kusumo Putro, SH, MH, menilai kondisi seperti ini bukan hal yang baru dalam sejarah Keraton Surakarta Hadiningrat.
“Situasi semacam ini sering terjadi di masa transisi kekuasaan. Terlebih selama masa kepemimpinan Sinuhun PB XIII, keraton memang kerap diwarnai konflik internal yang belum tuntas,” ujarnya saat dihubungi Minggu 8 November 2025.
Kusumo, yang juga seorang praktisi hukum, menegaskan bahwa penyelesaian polemik suksesi sebaiknya dikembalikan pada aturan dan paugeran (tata adat) yang telah diwariskan para pendiri keraton.
“Keraton Surakarta adalah lembaga budaya yang memiliki paugeran jelas. Maka sebaiknya aturan itu yang dijadikan pegangan dalam menentukan raja baru,” tegasnya.
Kusumo juga menekankan bahwa posisi raja bukanlah jabatan biasa yang bisa diambil secara sepihak.
“Raja itu jabatan wahyu. Artinya, hanya orang yang mendapat wahyu yang pantas memegangnya,” jelasnya.
Ia menilai, dalam situasi duka seperti sekarang, sebaiknya seluruh keluarga besar berkumpul untuk berdiskusi secara terbuka, menentukan siapa yang paling layak berdasarkan kriteria paugeran.
Dari proses itu, katanya, sosok yang benar-benar mendapat wahyu akan muncul dengan sendirinya.
Terkait deklarasi yang dilakukan Gusti Purboyo di hadapan jenazah ayahandanya, Kusumo memberi catatan tegas.
“Menentukan seorang raja tidak boleh gegabah. Raja harus bijak dan mampu menjadi pemimpin bagi semua pihak. Karena itu, alangkah baiknya jika penentuan dilakukan setelah masa berkabung 40 hari berakhir,” ujarnya.
Menurut Kusumo, momentum suksesi ini seharusnya menjadi ajang pemersatu, bukan sumber perpecahan baru.
Dorong Penegakan Paugeran di Tengah Polemik Suksesi Keraton Surakarta, Ketua FBM: Raja adalah Jabatan Wahyu https://t.co/oNETVDPUo3
— 🇼🇦🇷🇹🇦🇯🇴🇬🇱🇴 (@wartajoglo) November 9, 2025
"Konflik berkepanjangan yang terjadi di Keraton Surakarta Hadiningrat tidak bisa dipungkiri telah membuat pamor lembaga penjaga budaya Jawa ini meredup. Karenanya dengan pemilihan raja yang tepat, diharapkan bisa kembali membawa keraton bangkit dan lebih maju," tandas Kusumo. //Sik
