POPULER

Diskusi "Menjaga Pluralisme Kota", Gusti Dipo: Keraton Tidak Didirikan untuk Jadi Tempat Wisata

Diskusi "Menjaga Pluralisme Kota", Gusti Dipo: Keraton Tidak Didirikan untuk Jadi Tempat Wisata

WARTAJOGLO, Solo - Pluralisme terus menjadi isu menarik yang diperbincangkan masyarakat, di tengah banyaknya gesekan yang terjadi di masyarakat akibat adanya perbedaan-perbedaan tertentu.

Isu ini terasa begitu menguat bersamaan dengan momentum Pemilu 2024, yang sempat membuat masyarakat terkotak-kotak.

Karena itulah sebuah komunitas yang menamakan diri Arus Bawah Solo (ABS) menggagas sebuah diskusi publik bertajuk "Menjaga Pluralisme Kota" pada Sabtu 27 April 2024 di Baron House, Laweyan, Kota Solo.

Gusti Dipo (tengah) saat menyampaikan pandangan dalam diskusi publik tentang "Menjaga Pluralisme Kota" yang digelar ABS

Erie Nurwandi Rofiq sebagai koordinator ABS menyebut bahwa pluralisme sangat dibutuhkan untuk kemajuan sebuah kota. Namun demikian tetap harus ada batasan tertentu yang dipatuhi terutama dari aspek budaya dan sejarah.

Komunitas ABS sendiri adalah sebuah komunitas yang terbentuk secara informal, dari obrolan Erie dan teman-temannya yang kerap nongkrong bareng, sambil membahas isu-isu yang sedang berkembang di masyarakat.

"Kita melihat bahwa aspek budaya dan sejarah tetap harus dipegang agar sebuah kota tidak kehilangan jati dirinya di tengah pluralisme yang ada. Karena itulah lantas kita terpikir untuk menggelar acara diskusi ini, dengan menghadirkan tokoh-tokoh yang berkompeten," jelas Erie saat ditemui di sela-sela acara.

Tokoh budayawan seperti KGPHA Dipokusumo selaku Pengageng Parentah Keraton Surakarta Hadiningrat serta Mufti Raharjo yang pernah menjadi Kabid Pelestarian Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) Pemkot Surakarta, dihadirkan dalam diskusi tersebut.

KGPH Dipokusumo atau yang akrab disapa Gusti Dipo lebih banyak menyoroti posisi Keraton Surakarta Hadiningrat di tengah masyarakat Kota Solo, yang banyak memberi manfaat untuk banyak orang.

"Perlu diketahui bahwa keraton itu didirikan bukan untuk tempat wisata. Karena itulah ada manajemen tersendiri di dalam keraton agar tidak sampai kehilangan martabat dan kehormatan, saat ada masyarakat yang berkunjung," jelas Gusti Dipo.

"Karena itulah keberadaan keraton harus bisa memberi manfaat bagi masyarakat banyak. Pendekatan yang diunakan adalah kebermanfaatan atau benefit, bukan lagi sebatas profit. Karena kalau profit hanya akan mengarah pada satu pihak. Beda dengan benefit, yang bisa dirasakan banyak orang," lanjut Gusti Dipo.

Adik Sinuhun Paku Buwono XIII inipun menjabarkan bahwa dengan keberadaan keraton, maka masyarakat bisa mendapatkan manfaat dengan berdagang berbagai barang di sekitarnya.

"Dari sisi PAD (Pendapatan Asli daerah) bisa jadi memang tidak ada anggaran yang masuk secara signifikan. Tapi setidaknya dengan banyak orang yang berdagang, atau menjual jasa di sekitar keraton, hal itu bisa menjadi solusi tersendiri bagi pemerintah kota terkait pemenuhan kesejahteraan hidup warganya," terangnya.

Karena itulah perhatian pemerintah terhadap kondisi keraton, menjadi hal penting sebagai bagian dari pengembangan pariwisata di Kota Solo.

Sementara Mufti Rahardjo melihat bahwa pluralisme adalah sesuatu yang sudah ada di Solo sejak lama, di mana banyak nama kawasan yang mencerminkan kelompok masyarakat yang menghuni tempat tersebut.

"Pluralisme itu sudah ada di Solo sejak lama. Di sini ada yang namanya Sampangan yang banyak dihuni masyarakat dari Sampang Madura. Lalu ada Kebalen yang merupakan Kampung Bali. Kemudian ada kawasan yang banyak didiami orang-orang Arab, misalnya di kawasan Kedung Lumbu dan sekitarnya. Demikian juga dengan kawasan-kawasan yang lain," ungkap Mufti.

Karena itulah Mufti setuju dengan pandangan dari Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka untuk selalu menjaga pluralisme.

"Pelestarian nilai-nilai budaya tetap harus dilakukan agar tidak sampai mendegradasi budaya yang ada. Namun demikian, pelestarian di sini bukan lagi sebatas menjaga, tapi perlu ada pengayaan atau enrichment. Karena bagaimanapun seiring perkembangan jaman, akan ada banyak hal yang berubah," tambah Mufti.

Dengan pengayaan yang dilakukan itu, maka nilai-nilai yang selama ini dijalankan di masyarakat tidak sampai harus berubah total, namun bisa sesuai dengan kebutuhan.

"Pengayaan dilakukan dengan tujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dan bila kita bicara kesejahteraan tentu tak lepas dari masalah ekonomi. Di Solo dengan nilai-nilai tradisi budaya serta sistem religi yang ada, wisata spiritual adalah salah satu potensi. Dan sekarang bisa terlihat dari keberadaan Masjid Syeh Zayed yang banyak memberi dampak besar. Karena selama 24 jam didatangi pengunjung dari berbagai daerah," tandasnya. //Sik

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close